Akhir-akhir ini aku mencoba memahami dan jujur pada diri sendiri. Dan aku mendapatkan bahwa aku seorang bocah, yang masih mudah marah. Aku seorang bocah yang mudah iri dan ingin menang sendiri. Aku seorang bocah yang masih tak bisa menerima kekalahan dan terus belajar, karena aku ingin menang. Aku seorang bocah, yang masih belum bisa menganggap aku bukanlah apa-apa dibanding mereka. Aku seorang bocah, mudah tersinggung dan menganggap diriku tak pernah dianggap.
Pada nyatanya aku masihlah sangat bocah diusia yang masih hangat-hangatnya. Ya, aku bocah. Dan kita lihat, dengan semua pemikiran tentang diriku ini sendiri, apakah aku akan lebih baik, atau menjadi seorang bocah.
Minggu, 23 Agustus 2015
Sabtu, 15 Agustus 2015
Kenapa aku harus menjadi orang hebat?
Terkadang aku berpikir akan apa yang aku lakukan, untuk apa aku melakukan semua ini? Untuk apa aku belajar? Untuk apa aku berusaha menjadi yang terbaik? Untuk apa aku melakukan untuk menjadi suatu kebanggan?
Terkadang aku merasa lupa, bahwanya, apa yang aku lakukan, apa yang aku peroleh adalah untuk mereka. Kedua orang tuaku, nenek dan kakekku yang telah membesarkanku. Selain untuk diri sendiri, alasan mengapa kita harus menjadi yang terbaik adalah karena mereka.
Mungkin mereka tidak pernah menuntut aku hatus menjadi terbaik dan semacamnya untuk mereka. Tapi, aku tersadar. Untuk apa mereka rela banting tulang demi membiayaiku, demi membesarkanku. Dan itulah kenapa aku tidak boleh menjadi biasa-biasa saja.
Waktu mungkin terlihat banyak saat kamu duduk di kursi sekarang dan bingung untuk melakukan apa. Tapi, disaat kamu merasa sedang sibuk seolah waktu begitulah singkat. Dan terkadang waktu tak bisa memaafkan.
Aku merasakannya, saat waktu terasa singkat seketika dan aku belumlah menjadi apa-apa karena sibuk dengan hal yang tidak berguna (mungkin) yang aku lakukan, dan begitu saja kakek meninggalkanku tanpa pernah (mungkin) melihat cucunya menjadi sesuatu yang hebat, atau terbaik, dan membanggakan.
Mungkin baginya, tidak perlu menjadi superhero untuk terlihat hebat. Tidak perlu untuk menjadi penolong bangsa dan negara untuk menjadi yang terbaik. Tapi, dengan mengikuti kemauan baiknya, mungkin itu adalah sesuatu cara aku menjadi hebat.
Mereka--para orang tua--mungkin ingin anaknya sukses, itu mutlak. Tentu saja kita tidak boleh mengecewakannya dan harus menggapainya, karena itu bukan semata-mata untuk membanggakan orang tua bahwa ia telah mendidik anaknya dengan sukses. Tapi, itu mungkin hasil yang sepadan akan jerih payah mereka untuk mendidik dan membiayai anaknya.
Mungkin bisa dikatakan itu sebuah penghargaan atau sejenisnya. Dan saat aku memutar kembali akan apa yang aku lakukan, dan kenapa aku harus menjadi orang yang hebat? Alasannya tak perlu jauh, karena mereka--orang tua lah aku harus menjadi orang yang hebat dan membanggakan setidaknya di mata mereka.
Meski itu hanyalah hal layaknya menuruti permintaan orang tua, dan kamu akan merasa hebat (bukan berarti sombong) karena telah membahagiakan mereka. Itu sedikit pandangan dari bocah yang baru berumur dua puluh tahun.
Dan saat kamu mengingat umurmu, kamu akan tahu betapa cepatnya waktu dan pentingnya waktu. Dan yang aku taktui adalah, waktuku terbuang begitu saja tanpa sedikit pun melukiskan senyuman tulus dari wajah mereka--orang tua yang tak pernah meminta imbalan atau pun balas budi. Hanya butuh hasil yang seharusnya mereka dapatkan.
Mungkin, kata yang tepat adalah, gunakan waktu sebaik mungkin dan jangan mengecewakan mereka.
Terkadang aku merasa lupa, bahwanya, apa yang aku lakukan, apa yang aku peroleh adalah untuk mereka. Kedua orang tuaku, nenek dan kakekku yang telah membesarkanku. Selain untuk diri sendiri, alasan mengapa kita harus menjadi yang terbaik adalah karena mereka.
Mungkin mereka tidak pernah menuntut aku hatus menjadi terbaik dan semacamnya untuk mereka. Tapi, aku tersadar. Untuk apa mereka rela banting tulang demi membiayaiku, demi membesarkanku. Dan itulah kenapa aku tidak boleh menjadi biasa-biasa saja.
Waktu mungkin terlihat banyak saat kamu duduk di kursi sekarang dan bingung untuk melakukan apa. Tapi, disaat kamu merasa sedang sibuk seolah waktu begitulah singkat. Dan terkadang waktu tak bisa memaafkan.
Aku merasakannya, saat waktu terasa singkat seketika dan aku belumlah menjadi apa-apa karena sibuk dengan hal yang tidak berguna (mungkin) yang aku lakukan, dan begitu saja kakek meninggalkanku tanpa pernah (mungkin) melihat cucunya menjadi sesuatu yang hebat, atau terbaik, dan membanggakan.
Mungkin baginya, tidak perlu menjadi superhero untuk terlihat hebat. Tidak perlu untuk menjadi penolong bangsa dan negara untuk menjadi yang terbaik. Tapi, dengan mengikuti kemauan baiknya, mungkin itu adalah sesuatu cara aku menjadi hebat.
Mereka--para orang tua--mungkin ingin anaknya sukses, itu mutlak. Tentu saja kita tidak boleh mengecewakannya dan harus menggapainya, karena itu bukan semata-mata untuk membanggakan orang tua bahwa ia telah mendidik anaknya dengan sukses. Tapi, itu mungkin hasil yang sepadan akan jerih payah mereka untuk mendidik dan membiayai anaknya.
Mungkin bisa dikatakan itu sebuah penghargaan atau sejenisnya. Dan saat aku memutar kembali akan apa yang aku lakukan, dan kenapa aku harus menjadi orang yang hebat? Alasannya tak perlu jauh, karena mereka--orang tua lah aku harus menjadi orang yang hebat dan membanggakan setidaknya di mata mereka.
Meski itu hanyalah hal layaknya menuruti permintaan orang tua, dan kamu akan merasa hebat (bukan berarti sombong) karena telah membahagiakan mereka. Itu sedikit pandangan dari bocah yang baru berumur dua puluh tahun.
Dan saat kamu mengingat umurmu, kamu akan tahu betapa cepatnya waktu dan pentingnya waktu. Dan yang aku taktui adalah, waktuku terbuang begitu saja tanpa sedikit pun melukiskan senyuman tulus dari wajah mereka--orang tua yang tak pernah meminta imbalan atau pun balas budi. Hanya butuh hasil yang seharusnya mereka dapatkan.
Mungkin, kata yang tepat adalah, gunakan waktu sebaik mungkin dan jangan mengecewakan mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)