Jumat, 21 Februari 2014

Sudah Beberapa Hari

  Sudah berapa hari tak pernah menulis, rasanya waktu itu amatlah terbuang. Sudah beberapa hari hidup tak jelas, rasanya tua itu cepat sekali. Sudah beberapa hari tak kakek pun masih dalam keadaan kritis. Sudah beberapa hari terlewatkan dan tak ada hal yang signifikan.

  Sekarang sudah seminggu nyaris berhari-hari bahkan bermalam di sekretariak masyarakat jurnalistik itu. Walau tak kondusif dan terkadang banyak ngebuang waktu, tapi ada yang dapat di sini. Ya, aku dapat keluarga baru yang sulit dideskripsikan serunya.

  Sekarang sudah beberapa hari semenjak memulai kuliah, dan sekarang merasakan kondisi paling payah. Badan sudah tak terkondinisikan, bermain apapun seperti sampah, olah raga nggak minat dan ngerjain tugas semakin enggan. Parahnya besok adalah praktikum.

  Sudah beberapa hari semenjak kenal dengannya, sekarang aku merasa terlampau jauh di belakangnya. Ya, nggak habis pikir bagaimana membuat diriku lebih baik sementara diriku sendiri yang enggan. Walau masih berkomunikasi, sepertinya sudah sedikit memudar.

  Sudah, sudah beberapa hari aku mengirim naskah lagi. Kini belum ada tanggapan satu pun, dan bodohnya aku tak menulis sedikit pun. Walau skema sudah rampung 70% tapi seolah itu hanya sampah yang lantas diabaikan dan aku kembali bersenang-senang tidak jelas.

  Sudah beberapa hari banyak hal yang terjadi, dan aku tak pernah habis pikir. Kalau semua itu telah terjadi. Mungkin sekarang rasanya, untuk diam, berdiri di tempat hening. Lalu menunggu, menunggu pilihan yang lebih tepat.

  Sudah lama aku tidak merasa damai, sudah lama aku tidak tenang, kini aku terburu-buru dan memaksa aku melakukan hal yang tak sebaiknya aku lakukan. Atau mungkin, kurang tepat aku lakukan. Tapi, tak ada alasan untuk gagal ke depan. Karena aku sekarang sadar. Butuh perjuangan.

Rabu, 05 Februari 2014

Semua Orang Tahu

Lebih mudah berbicara daripada bertindak


*

  Bukan sebuah hal yang tak lazim dari kalimat tersebut. Semua orang bahkan sudah tahu, bahwa berbicara lebih mudah daripada melakukannya. Beginilah yang dialami kebanyakan orang. Mereka pandai berbicara namun tidak untuk tindakannya.

  Waktu itu aku sedang dilanda kerisauan luar biasa. Biasa anak muda, apa-apa bingung, apa-apa galau, apa-apa labil. Tepatnya sebelum siang tiba. Aku sempat berbincang menggunakan aplikasi chating di smartphone, seseorang di sana sungguh sudah kukenal.

  Bagaiman tidak? Dia salah satu sejarah dalam hidupku. Anak pecicilan itu sudah berhasil mempengaruhiku yang dahulu 'agak' pendiem dan sekarang pecicilan nggak ketolongan. Ya, aku sempat cerita dengan dia. Kebetulan dia lagi sedang pesiar, karena dia masih dalam masa basis di perguruan tingginya.

 Tanpa panjang cerita, waktu itu aku langsung ke pokok permasalahannya. Cerita panjang lebar tentang sesuatu yang membuatku risau, mungkin ada hubungannya dengan sentimental. Setelah kejadian payah itu, aku benar-benar tak sabar untuk menceritakan semuanya.

  Setelah cerita tumpah begitu saja, lalu temanku menyahutinya, memberikan solusi dengan berbagai cara. Tak lama dia bilang. "Tapi dalam prakteknya gue sendiri nggak pernah gue pake." Begitulah katanya setelah memberikan semua solusi itu.

  Aku ketawa cekikikan. Begitulah, hidup ini. Semua orang sebenarnya bisa memberikan solusi, tapi permasalahan atau penyakit orang-orang mungkin adalah menjalankan solusinya itu. Semua orang pun tahu apa yang harus dilakukan, tapi tak semua orang melakukannya.

  Itu hebatnya hidup ini. Semua orang tahu benar, tapi tak semua orang melakukan kebenaran itu. Semua orang tahu yang membuatnya sukses, tapi tak semua orang menjalankan. Tak pelak pada diriku ini, aku tahu cara yang terbaik untuk berbagai hal. Tapi, apa aku pernah menjalankannya?

  Aku lagi-lagi cekikikan. Terbayang waktu setelah mendapatkan hasil UTS Kalkulus dengan nilai kecil. Pada saat menyedihkan itu, aku sudah bersungguh-sungguh untuk lebih rajin belajar, lebih banyak mengerjakan soal-soal, dan sudah pasti terbukti itu bakal membuat nilaiku benar-benar tinggi.

  Namun, semangat itu hanya bertahan beberapa menit. Setelahnya, setelah banyak film diberikan oleh teman, bukan film aneh-aneh lho. Akhirnya aku lebih memilih nonton film dari pada melakukan semua itu. Padahal aku tahu, kalau tak melakukan yang seharusnya aku lakukan risikonya adalah nilai Kalkulusku jelek.

  Tak pelak saat menulis, aku tahu untuk menulisnya besok, tapi yang kulakukan malah membiarkannya. Tentunya begitu banyak hal seperti itu lainnya yang membuat kita menyesal. Saat menyesal itulah terkadang kita memahami, sebenarnya kita bisa namun kita malah memilih untuk tidak bisa.

  Jadi begini saja, mungkin kita tahu semua kemampuan kita. Tapi, terkadang kita memilih untuk tidak mengerahkannya sama sekali, karena apa? Karena hidup ini pilihan. Haha. Tentu saja semua orang tahu untuk sukses, selanjutnya apa?

  Tak selamanya kata-kata mewakili segalanya. Terkadang perbuatan yang menjelaskan apa yang telah kita pikirkan apa yang kita tunjukkan. Dan semua terkadang menilai kita dari tindakan. Tak semata kata-kata dari mulut yang sering berdusta itu.

Sabtu, 01 Februari 2014

Sentimental

Terkadang aku bisa menjadi lebih menakutkan daripada seorang wanita yang datang bulan.

*

  Begitulah pendapat para teman-temanku yang sudah mengenalku baru-baru ini. Aku pun nggak bisa menutup-nutupi atau mengelak. Memang begini cara kerja emosional yang tak bisa aku tahan. Sebenarnya ini masalah tak begitu rumit, namun terkadang aku bisa menjadi seorang anak-anak dengan sifat yang sulit dimengerti orang lain hanya karena sesuatu yang sangat sepele.

  Jadi, begini. Sebenarnya sifat payah ini sudah menjadi bawaan dari orang tua. Ya, salah satu orang tuaku sering kali begini. Entah kenapa aku jadi ikut mengindap sifat itu. Sifat seolah kamu ingin orang lain memedulikanmu lebih daripada biasanya. Kalau kata orang tuh, ngambek.

  Sentimental, begitu kata salah satu temenku. Dia bilang aku lebih sentimental daripada seorang wanita yang datang bulan. Saat itu, memang tak ada angin tak ada apa. Hanya karena bercanda, aku bisa diam dan membuat dia bingung serta menduga aku benar-benar marah.

  Terkadang aku nggak ngerti apa yang aku lakukan, aku juga tak tahu tujuan dari semua itu. Jika aku jujur, aku hanya butuh peduli yang lebih. Mungkin itu alasan yang tepat. Saat dia meminta maaf seolah aku merasa menang, merasa apa yang kubutuhkan tercapai.

  Dan bukan tak mungkin sifat itu membuatku dijauhin banyak orang. Tentu saja itu mungkin. Orang bisa saja menilaiku orang yang begitu sentimental, jadi mereka akan mengambil jalan untuk mengenalku hanya saling menyapa di jalan saja. Ya, karena terlalu berurusan denganku sama saja mencemplungkan diri ke lumpur.

  Entahlah, terkadang ada yang bisa memaklumi ada juga yang nyindir. Dan yang terakhir memang sudah sering dilakukan, mereka bilang saat aku diem di tengah-tengah keramaian, aku lagi sedang datang bulan. Diam, sekali ditegor seolah seiap menerka.

  Aku juga nggak ngerti, sifat ini membuatku merasa gila. Merasa idiot dan tolol. Oh, betapa kekanak-kanakannya aku. Sampai akhirnya suatu ketika aku benar-benar merasa sifat sentimenku begitu memuncak, aku sampai tega ngehapus kontak seseorang hanya karena sebuah gurauan. Betapa tololnya aku.

  Sampai akhirnya pagi-pagi ia minta maaf, dan bodohnya aku hanya membalasnya dengan tawa. Sungguh setelah itu aku merasa menyesal, merasa terus bertanya berapa umurku sekarang? Apa yang kulakukan itu? Sungguh aku malu sendiri, beruntung orangnya baik. Well, semua kembali seperti semula. Walau agak canggung karena hal itu.

  Entah sampai kapan sifat ini, kuharap jika kelak punya anak tidak menurun. Sungguh menyiksa dan rasanya kau seorang pecundang yang kekurangan kasih sayang. Oke, mungkin saat itu aku butuh waktu untuk tenang. Untuk berpikir apa yang terjadi. Dan sebaiknya ingatkan aku, jangan lakukan hal bodoh saat seperti itu.

  Bicara sentimental, terkadang aku bisa menjadi gila hanya karena komentar orang lain atau memperlakukan orang lain tanpa sengaja dengan tidak enak. Aku bisa gila jika tidak minta maaf, rasanya seolah dia akan menghujatku sebagai musuh.

  Ya, beginilah aku dan sentimentalku. Kuharap semua bertumbuh lebih baik, lebih dewsa dan tenang serta tegas.