Rabu, 31 Oktober 2018

Teman Blog Dulu

Sebenarnya banyak kerjaan sih tapi suka gini nih ngalor ngidul ngapain tau. Haha.

Lagi iseng-iseng buka list tulisan di blog yang sudah banyak juga, lalu iseng baca-baca tulisan zaman dulu yang kocak-kocak dan melihat komentar-komentar temen seperjuangan di blog, rasanya gimana gitu.

Aku pun iseng mencari IG mereka-mereka, pengen tahun kabar mereka bagaimana ya, mungkin terakhir itu tahun 2013 saling sapa walau beberapa sempat saling sapa di twitter tapi penasaran kehidupan di IG nya.

Kalau dari lihat terakhir blognya, terus IGnya, sudah ada yang menikah dan punya anak. Sudah ada yang kerja (termasuk diriku), dan banyak lagi. Bahkan aku baru tahu ternyata ada temen blogku yang mengajar satu sekolah bareng abiku dan ternyata dia sudah menulis banyak antalogi cerita pendek. Waw bukan?

Semoga kita semakin sukses semua ya!

*

Dan ternyata tulisanku sangat-sangatlah narsis dan pede sekali ya. Maafkan diri ini yang masih polos dulu.

Kedilemaan Keadaan

Apakah benar seseorang akan berhenti pada waktunya? Apa itu usaha hingga darah penghabisan? Kapan kita tahu ini sudah cukup untuk diusahakan? Kapan kita tahu ini masih belum cukup untuk diusahakan? Bagaimana orang-orang bisa tahu bahwa dia layak untuk terus berusaha dan bilang "Usaha yang saya lakukan belum ada apa-apanya."

Sesekali aku salut untuk mereka-mereka yang tengah berusaha dan terus berusaha walau rasanya aku berpikir. "Ini emang dagangannya (casenya pada pedagang) bakal ada yang beli ya? Jikalau ada yang beli, seberapa banyak? Walau ada yang beli, untungnya emang berapa? Kok mereka masih terus berusaha berjualan itu? Emangnya menjanjikan?"

Bukan, bukan aku meremehkan mereka dan Allah, tapi rasanya tidak masuk diakalku saja. Ah, tentu saja perhitunganku dan mereka pasti berbeda. Tapi tapi, itu benar-benar mengganggu pikiranku dan terkadang terheran-heran.

Seperti orang berjualan cobekan, hmm memangnya seberapa butuh orang membeli itu--cobekan? Jikalau orang ada yang membelinya sekalipun itu karena iba seberapa memang untungnya? Apa mereka para penjual itu tidak butuh makan setiap harinya? Apa cobekannya laku setiap harinya? Ah, aku tidak mengerti kenapa mereka terus berjuang dengan cara seperti itu dan kenapa mereka tidak terpikir untuk menyerah dengan keadaan itu dan mencari cara yang lain?

Pada akhirnya memang tidak ada yang tahu apakah usaha itu telah cukup atau kurang, apakah saat kita gagal itu tandanya kita kurang berusaha atau memang dimaksud kita harus berpindah haluan? Terkadang memang ada tanda-tanda yang tidak diduga oleh Allah, bentuk itu berupa keyakinan.

Terkadang selama perjuangan atau usaha Allah memberikan tanda-tanda yang menyentuh hati sehingga timbul perasaan yakin atau ragu. Dan aku pikir tidak ada alasan menyerah jika hati tidak ada keraguan sedikit pun (yakin). Begitu yang aku pikir sekarang, jika tidak ada alasan untuk ragu, jika tidak ada alasan untuk menyerah, berarti memang Allah sedang memberi kita jalan itu.

Ah itu sih hanya tebak-tebakku saja, aku tidak benar-benar yakin (loh ada keraguan dong ini? Berarti ini bukan yang Allah berikan jalan?) ya entahlah entahlah. Nikmati saja usaha atau perjuangan itu. Sisanya Allah yang menunjukkan semuanya.

Selasa, 30 Oktober 2018

Hidup dan Mati

Hidup dan Mati hanya berjarakan kabut. Hidup dan Mati lama waktunya hanya sedebit.

*

Hari ini hidup dan mati benar-benar menjadi pikiranku. Hari ini sahabat baikku Dhieka Prasetyo akhirnya tepat 23 tahun terlahir di dunia ini. Sementara itu nenekku hari ini tepat 63 tahun di dunia. Entah sampai kapan mereka berlangsung, sungguh mereka sangat berarti untukku.

Seperti pada umumnya, orang silih berganti mengucapkan selamat umurnya berkurang dan semoga semakin lebih baik. Dhieka, sahabat smpku dan sampai saat ini kita masih mengklaim kalau kita sahabat. Bahkan jika kita main ke rumah satu sama lain, kita seperti saudara karena sudah saling kenal semua.

Ini foto aku dan dhieka, diambil waktu ulang tahun abil, zaman masih SMA
Rasanya mungkin menggembirakan, terkadang kita ingin dimana suatu hari kita jadi pemeran utama dan dipedulikan semua orang, mungkin terkadang ketika waktu lahir inilah kita ingin merasa spesial, kita ingin semua ingat kapan kita lahir dan semoga bersyukur atas kelahiran kita di muka bumi ini.

Begitulah hidup. Begitu juga dengan nenekku, aku baru tahu bahkan kalau nenekku memiliki tanggal lahir yang sama dengan Dhieka. Waktu ummi telponan sama nenekku, nenekku bilang. "Bilang ke Hilmy, jangan lupa tanggal 30 ya." Ummiku pun menyampaikannya kepadaku.

Nenek yang sudah 63 kali melewati hari kelahirannya pun ingin diinget, dimengertiin, dipedulikan, dispesialkan, dan tidak ada alasan untuk tidak memberikan semua itu, tentu saja dalam koridor Islam. Tidak, kami tidak merayakannya, aku hanya menelponnya dan mendengar cerita-ceritanya, kalian pasti tahu, siklus manusia hanya berputar, dari kecil yang ingin sekali didengar dan diperhatikan terulang lagi ketika sudah tua, apalagi hidup seorang diri tanpa suami. Bukankah kita semua butuh kasih sayang dan peduli? Bukankah itu sangat berarti?

Setelah berbincang senda gurau dengan nenekku, aku rasanya akan sangat-sangat sedih jika beliau tidak lagi diberi umur panjang. Tapi, aku harus paham, aku tidak boleh menyalahkan perpisahan, aku tidak boleh menyalahkan kematian. Jika aku menyalahkan, bukankah yang lebih pantas adalah pertemuan? kehidupan? Bukankah mereka penyebab adanya perpisahan dan kematian itu?

Tapi, tentu saja kita tidak boleh menyalahkan ketetapan Allah yang sudah tidak bisa kita ikut campur. Biarlah itu terjadi dan menjadi rahasia Ilahi, kita hanya butuh, semua siap ketika suatu waktu orang disekeliling kita tidak ada.

Begitulah hidup, lalu mati.

Hari ini, tidak hanya cerita tentang kehidupan dua orang terdekatku, sangat dekat, bahkan satu lagi nenekku yang merawatku dari kecil hingga SMA. Sungguh aku bersyukur karena Allah telah memberikan kehidupan kepada mereka hingga detik ini dan mengisi hari-hariku.

Tapi, cerita kehidupan itu harus dibersamai dengan kematian. Begitupun kematian, ini tentang orang terdekatku, tidak begitu dekat, tapi pantas untuk disematkan, orang berpengaruh dalam hidupku. Dosen Pembimbing Kehidupan.

Namanya Bapak Mohamad Syahrul Mubarok, lulusan S1 Telkom dan lulusan S2 di Finlandia. Dosen yang mengagumkan. Perawakan pendek dengan rambut klimis belah pinggir, hidung lancip tidak terlalu mancung seperti orang india, mengenakan kacamata kotak, dan yang terpenting dari dia adalah, selalu tersenyum.

Sebutannya Pak Milo, aku pernah menulis ketika aku baru tahu Pak Milo sakit kanker hati. Itu saja sudah membuatku tidak habis pikir, dan sekarang, aku benar-benar terdiam mengdengar kabarnya. Pantas saja rasanya ada seseorang yang aku cari ketika di Masjid kampus kemarin minggu, ternyata aku kehilangan seseorang yang selalu menyapaku dan bersenda gurau kepadaku saat di Masjid atau berjalan menuju Masjid.

Pak Milo terkenal sebagai dosen AI (Artificial Intelligence). Dia dosen yang sangat baik, ketika aku diajarnya (sebenarnya aku sengaja mencari kelas yang diajar oleh dirinya), aku terkenal dengan tidur di kelas, dia selalu menegurku. Hingga akhirnya Pak Milo sering menyapaku setiap berpapasan, dan selalu lupa lantas bertanya. "Siapa namanya? Saya lupa lagi."

Dan hal itu terjadi beberapa kali hingga dia benar-benar hafal namaku. Aku tidak pernah bertemu dosen yang selalu berusaha mengingat nama anak muridnya. Tidak hanya diriku, dia memperlakukan itu ke semua anak kelasnya.

Mungkin berita duka ini juga menyelimuti Gedung E. Gedung E adalah tempat lab-lab dan ruang dosen berada, disana--Gedung E--pak milo, aku, dan penguhni lab lainnya sering menginap. Tiada dosen yang sering menginap selain Pak Milo. Tak ada dosen yang lebih lama di Gedung E, tiada dosen yang selalu sering berjalan dari Gedung E ke Masjid selain Pak Milo. Jika aku ukur dengan seringnya Pak Milo di kampus, terutama Gedung E, mau hari kerja atau hari libur, aku yakin Pak Milo pemenangnya daripada dosen siapapun.

Biasanya setiap aku ke Bandung setelah lulus, aku berjumpa dengannya dan selalu menyapa. "Hayo ngapain ke Bandung? Mau ketemu calonnya ya?" Godanya.

Dan sebelum aku lulus dia selalu menggodaku. Perjalanan dari Gedung E ke Masjid adalah saksinya. Terkadang isinya berupa aku curhat tentang Tugas Akhirku kepadanya, dia yang selalu bertanya kepadaku kapan aku sidang? Dan perlu kalian tahu, ketika bertanya, tatapannya benar-benar seperti sedang bersungguh dan penuh harap agar aku segera sidang. Terkadang Pak Milo juga suka menggodaku untuk segera lulus dan menikah, menggodaku untuk mau membantu mencarikan calon, dan banyak lagi kisah-kisah perbincangan kita. Tapi, belum aku bisa menikah dan mengundang Pak Milo, rupanya Allah berkehendak lain, dan aku tidak akan pernah bisa mengundang Pak Milo diacara pernikahanku.

Terkadang aku mendapati Pak Milo selepas isya masih memberikan bimbingan ke anak bimbingannya, membantu kodingan anak bimbingannya, menjadi pembina lab yang menyenangkan, curhat seputar kuliah diluar negeri, curhat tentang kehidupan. Aku tahu, Gedung E pasti merindukan Pak Milo, aku tahu itu, pasti Gedung E benar-benar merasakan kehilangan.

Ketika aku di Masjid kampus minggu kemarin, entah kenapa aku seperti mencari-cari seseorang. Dan ternyata orang yang aku cari sedang berjuang melawan maut, dan pada akhirnya ia dipulangkan, ke tempat yang abadi. Aku tidak menemukannya di Masjid, dan semoga aku dan Pak Milo dipertemukan di surga, bersama-sama. Tentu saja, semoga kita semua. Aamiin.

Boleh aku minta doanya untuk Pak Milo yang selalu menyenangkan itu? Semoga amalan Pak Milo diterima di sisi-Nya, dosa-dosannya diampuni, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan. :(

Anaknya Pak Milo masih kecil. Semoga bisa menjadi Pak Milo atau lebih di masa depan. Istrinya pun cantik dan terlihat baik. Pasti kalian beruntung telah menjadi bagian hidup Pak Milo, begitupun sebaliknya.

Terkadang berpikir, apakah Pak Milo benar-benar sudah menikah? Karena dia selalu terlihat di kampus seperti masih seorang bujang. Dan pengorbanan itu ternyata berakhir seperti ini. Bukan akhir yang buruk, karena semua mahasiswa--terutama Informatika--pasti mengetahui betul betapa baiknya bapak yang satu ini.



***

Hidup dan Mati itu, terlalu dekat, bahkan seperti samar. Sudah seberapa siap kita?

Hujan dan motor tak bisa bersama

Jangankan ngejar kamu, nyalain motor mogok karena kehujanan aja aku nyerah...

Senin, 29 Oktober 2018

Intropeksi Diri Sebelum Melangkah

Beberapa hari ini, banyak sekali rasanya orang berucap. "Melihat diri sendiri, pahami diri sendiri." rasanya kayak benar-benar diingatkan untuk berhenti melangkah sejenak, lalu menatap diri sendiri, jadi apa langkah selanjutnya? Apa kamu sudah yakin dengan kemungkinan langkah itu?

Tapi, tidak hanya diingatkan untuk melihat diri, rentetan peristiwa di negeri ini pun membuat sesak kepala, dan pada akhirnya memaksa kita untuk melihat diri, melihat negeri ini. Seolah tiada habisnya, belum kelar gempa lombok, tsunami palu, belum kelar tsunami ditambah lifikuasi, belum-belum bencana gempa yang seolah saling sahut menyahut, gunung-gunung yang seperti muak dan mengeluarkan isi perutnya, dan sekarang tak kalah mengerikan pesawat baru yang jatuh ke perairan. Semua itu, memakan jiwa begitu banyak, sangat banyak...

Rasanya memang harus berhenti melangkah sejenak dan bermuhasabah atau intropeksi diri, apa yang sebenarnya terjadi? Apa langkah berikutnya? Dari sekian banyak rentetan masalah ini, bertubi-tubi, pasti ada masalah fundamental yang membuatnya tidak henti-henti. Tidak hanya ketika terkena masalah, ketika hidup begitu dimudahkan kurasa kita juga harus berhenti melangkah sebentar, apa dengan dimudahkannya aku tetap berada di jalan-Nya? Bukankah hidup ini adil? Semua pasti ada pesan yang ingin disampaikan dari rentetan peristiwa-peristiwa.

Balik lagi ke diri sendiri, rasanya belakang ini ketakutan dan kebingungan oleh masa depan seolah dibantu oleh beberapa teman yang dijumpai. Mereka bilang dengan mantap. "Kita harus melihat ke diri kita, apa yang kita sukai? Apa yang kita merasa ikhlas menjalankannya?"

Aku menatap mereka-mereka yang berbicara itu dengan membayangkan, apa? Apa jawaban dari pertanyaan itu pada diriku sendiri? Lalu mereka melanjutkan. "Yang tahu jawabannya adalah, diri kalian sendiri. Kalian harus memahami diri kalian sendiri. Kita pasti merasakan takut, contohnya pengen jadi komikus, rasanya takut, udah banyak komikus hebat, kita tidak mungkin bisa, dan itulah kesalahan."

Aku tersenyum, ah, kenapa jauh-jauh pusing memikirkan apa-apa, sementara jawabannya di diri sendiri? Bukankah kita berhenti sejenak untuk termenung--berpikir?

"Terkadang ketika saya mikir mau mengerjakan apa, rasanya semua sulit, rasanya nggak mungkin, karena terlalu dipikirkan, pas ngelakuin apa yang seneng, itu rasanya mengalir aja gitu, dan dapat deh goalnya."

Hmmm, terlalu banyak berpikir tak bagus juga ya. Sebentar, tapi kenapa aku harus memikirkan sesuatu yang beda dalam hidupku sementara banyak hal yang bisa aku kembangkan? Seperti, kenapa kita harus jadi spesial? Sementara semua orang pun berusaha jadi spesial? Bukankah ketika semua jadi spesial jadinya tidak ada yang spesial lagi? Haha. Tapi, sesungguhnya kita semua sudah terlahir spesial bagiku.

Ya, kenapa harus memikirkan yang tak perlu.

Jika zoom out, dari mengenali diri sendiri, sekarang mungkin juga berlaku untuk negeri ini. Seolah diambang kiamat, semua yang ada di negeri ini begitu saja hancur, dari yang kokoh hingga rata dengan tanah, dari yang terbang tinggi menjadi tersungkur ke dalam lautan. Bukankah itu peringatan atau azab dari Allah?

Semakin diperanginya Islam di negeri ini apakah berkaitan dengan kekacauan yang tak bisa dibendung oleh manusia ini? Allahua'lam, tapi bukankah Allah sudah mengingatkan?

Surah At-Taghabun, ayat 11:

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Jika ditilik dari media-media dan kenyataan dilapangan seolah semua sudah gila, apakah akal cuman pajangan? Bagaimana bisa fitnah begitu terang-terangan terjadi, apakah ini pembodohan masal? Ah, benar-benar memuakkan. Penegak keadilan bersekongkol dengan para penguasa dan konglomerat, lalu dimana kehidupan itu? Rakyat hanya menjilat dan terseok dalam derita.

Ah, entahlah, aku harap semua ini segera berakhir. Terkadang aku sampai enggan membuka sosial media yang isinya hal-hal bodoh semacam itu. Apakah tidak bisa drama Game of Throne saja yang disajikan di kehidupan nyatanya ini, kenapa drama murahan bak sinetron pengejar rating yang tayang setiap hari dan cerita yang amburadul tak bisa dipahmi yang harus disajikan di tengah masyarakat, sungguh tidak nikmat dan tidak menantang, kebodohan itu hanya memuakkan.

Semoga negeri ini baik-baik saja, semoga semua, aku, kita, segera bertaubat dan memohon ampun untuk semua bencana yang beruntun ini. Tentu saja, negeri ini harus segera intropeksi diri, itupun jika mereka menggunakan akal mereka. Ya, semoga Allah masih menggerakan hati-hati dan pikiran mereka, bukankah hidup ini hanya pinjaman bak barang-barang kantor? hish...

*

Luangkan waktu sejenak, menatap diri sendiri, berpikir dan memahami... Apa yang salah pada diri? Seperti yang dibilang orang-orang kantor, bisa jadi karena ada yang bermaksiat--salah seorang dari orang-orang kantor--membuat kantor menjadi disulitkan dari segi apapun. Begitu pun diri dan negeri, bisa jadi ada dosa-dosa yang belum dimintai taubat, sehingga Allah terus mengingatkan, dan kita harus cari tahu pada diri sendiri. Apa yang salah? Apa yang perlu diperbaiki?

Huuuh... ngomong apa ini aku ya. Intinya, intropeksi diri.

Timbangan

"Enak ya, kalau wanita yang kayak gitu mudah banget dapet followers dan lainnya."

"Sebenarnya, memang ada yang manusia dirancang kelebihannya ya itu, menarik perhatian, jadi terkenal, dan semacamnya."

*

Akhirnya tersadar bahwa menarik perhatian atau mudah terkenal memang sebuah kelebihan layaknya bisa menggambar, bisa menulis, bisa bermain musik, dan mereka ya itu, bisa menarik perhatian orang lain atau bahkan terkenal bak artis.

Terkadang iri itu sering hadir, dan orang berlomba-lomba untuk menjadi terkenal, karena tak bisa dipungkiri hidup terkenal itu "terlihat" menyenangkan sekali. Banyak yang peduli, banyak yang mengagumi. Sementara itu, hidup jadi orang biasa yang tidak dipedulikan oleh banyak orang apa enaknya?

Begitu pun terhadap yang lainnya, ada anak kecil dibesarkan dengan kehidupan yang bergelimpangan harta, namun ada juga anak yang untuk makan aja sangat susah banget. Jelas bukan? Enak sekali anak yang tumbuh dengan bergelimpangan harta tanpa susah-susah menjalani kehidupan dengan menahan lapar setiap perutnya berbunyi.

Apakah semua orang sudah diatur sedemikian? Ada yang sangat beruntung dan tidak beruntung? Kalau begitu curang dong yang dilahirkan menjadi mudah terkenal, sudah kaya raya dari kecil, apa itu adil?

Sayang sekali, kehidupan ini benar-benar adil jika kita menaruh standar yang tepat terhadap kehidupan ini. Jika kita tahu semua yang ada di dunia ini bukanlah hasil akhir, kita tentu tidak akan kecewa terhadap kenyataan saat kita dilahirkan memiliki apa, atau ternyata kita tidak mudah terkenal seperti mereka-mereka para artis dan semacamnya.

Karena hidup ini adalah ujian.

"Jadi, kalau kita, yang misalkan jelek itu ujiannya gak ada yang deketin, nah kalau yang cantik ujiannya banyak yang deketin."

"Kok kalau cantik banyak yang deketin dibilang ujian?"

"Iya, seperti miskin dan kaya, kalau miskin adalah ujian karena kekurangan materi untuk hidup, sementara ujian orang kaya adalah berlebihan materi."

"Hmmm... Jadi bagaimana kelebihan adalah sebuah ujian?"

"Karena standar yang kita gunakan. Standar yang menentukan nilai yang tepat untuk sebuah hal yang terjadi. Kalau orang jelek ujiannya harus sabar untuk mendapatkan pasangnnya misal, sementara kalau cantik ujiannya harus menjaga diri dari banyaknya para pria yang menggodanya."

"Hmmm..."

"Kalau kaya dan miskin, miskin harus lebih keras berjuang, harus bersabar untuk meniti kehidupannya yang keras. Sementara yang kaya harus sabar untuk tidak sombong, untuk berbagi kelebihannya, karena tidak semua orang kaya itu tergerakan hatinya untuk berbagi, karena standar dan tujuan hiduplah yang menentukan tindakan-tindakan kita akan kondisi kita."

"Jadi, jika orang-orang tahu tujuannya, kaya dan miskin seharusnya bisa saling membahu?"

"Seperti itu mungkin."

Kekurangan kita adalah ujian, begitupun kelebihan kita, itu adalah ujian juga. Dan kita harus tahu, penilaian seperti apa yang tepat untuk kehidupan ini. Dan untuk apa kita hidup di dunia ini, maka kita akan sabar dan sangat sabar akan setiap ujian, baik kekurangan atau kelebihan. Tentu saja, kita tidak akan iri terhadap kehidupan orang lain, karena mereka tidak serta merta hidup bahagia dari awal hingga akhir, karena ujian itu akan terus berusaha menggerus bangunan yang kokoh, namun bangunan yang memiliki pondasi yang kuatlah yang terus bertengger hingga akhir. Pondasi dan standarnya tentu kita semua sudah tahu.

Semoga menjadi pengingat untuk diri sendiri terhadap kehidupan yang fana dan penuh perbedaan ini. Bahwa semua ini sungguh adil, terkadang aku terlalu tak bisa menilai diri. Kenikmatan itu sudah diberikan, kemampuan itu sudah diberikan, tapi kita terlalu fokus terhadap ujian dan mengeluh akannya.

*

"Dan Allah telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keadilan), (7) agar kamu tidak melampaui batas terhadap neraca itu, (8) dan tegakkanlah timbangan itu secara adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (9)" – (Q.S Ar-Rahman: 7-9)


Dinasti

"Jadi masa kejayaan ka Hilmy sudah gak ada lagi?"

Noor menimpalinya. "Bukan kejayaan, tapi dinasti Hilmy sudah runtuh."

Meh... Kalian.

Jumat, 26 Oktober 2018

Sabar

Mas Salingga benar, hari ini juga apa yang dia bilang benar. Senang rasanya. Ternyata memang semua ini masalah durability, wes sing sabar, Allah akan menunjukkan jalan-jalan-Nya.

Dan betul, Allah sangat baik kepadaku, belum lama, aku udah diberikan jalan aja, Mas Salingga yang bilang begitu. Awalnya aku bingung, apa ini benar sebuah jawaban?

Tapi, perlahan kebingungan itu terjawab. Pertanyaan-pertanyaan di kepala terjawab, perlahan semakin diyakinkan oleh peristiwa-peristiwa yang tak pernah terpikirkan.

Dan hari ini Mas Salingga bilang. "Gue kemarin denger kajian, kalau hati lagi sempit karena sesuatu atau seseorang, biar lapang caranya doakan sesuatu atau seseorang itu yang baik-baik."

Aku mengangguk. "Kalau begitu aku berdoa... Ya Allah semoga Mas Salingga dan keluarganya sehat..."

Mas Salingga tergelak. "Gilaa, jadi..." Dia berusaha menahan tawanya, lalu dia melanjutkan ucapannya. "Selama ini gue yang bikin elu sempit hati? Gila..." Dia lanjut ketawa.

Aku tertawa melihatnya tergelak. "Mind blowing kan?"

"Bener-bener mind blowing..." Di terus tertawa.

Dan sepertinya itu saran yang bagus, apa salahnya mendoakan sesuatu atau orang lain? Dan Alhamdulillah, rasanya sedikit lega.

Terkadang kita memang hanya harus bersabar untuk rencana hebat yang Allah siapkan. Sabar... Sabar... Hihi. Semoga kita semua dilapangkan hatinya ya, aamiin.

Mendengarkan

Sore ini, kumendapatkan bahwa semua orang ingin didengarkan. Tak peduli seberapa diamnya orang itu tak peduli seberapa keterbelakangnya orang itu dan tak peduli statusnya apa orang itu.

Dan aku semakin senang, mungkin nasehat untukku dulu untuk mendengarkan orang lain mulai bisa kujalani, mendengarkan kisah orang lain membuat aku mengerti, hidup ini menyenangkan, dan kesedihanku tidak ada apa-apanya dibanding cerita-cerita yang aku dengar.

Hidupku masih patut layak disyukuri, sebelum aku menyesal karena hadir dalam keluhan hari-hari.
Terima kasih untuk orang yang percaya untuk bercerita apa yang kalian pendam dan rahasiakan bahkan kepadaku. 

Semoga itu sedikit membantu untuk kalian, sebagaimana aku berterima kasih kepada orang yang selalu mendengarkanku, bahkan orang yang aku abaikan bahkan ada yang memaksa untuk aku mendengarkannya.
Hihi...

Kamis, 25 Oktober 2018

Aku Ingin Hidup...

Aku ingin hidup...


Sekian.

Soal Calon Istri

Aku akan mempertimbangkan lamat-lamat untuk calon istriku yang berprofesi guru di sekolah dan tidak bisa bawa motor.

*

Beberapa hari ini abi pergi keluar kota dengan urusannya. Lalu tersisalah aku dan umiku di rumah. Mau tidak mau, aku harus menggantikan abi untuk mengantar umiku ke sekolah setiap paginya. Dan itu benar-benar merubah siklus kehidupanku.

Alih-alih enggan bekerja kantoran di korporat besar atau di perusahaan milik negara adalah menghindari jam masuk yang sangat pagi dan penuh dengan permasalahan jika telat.

Pada akhirnya aku tidak bisa tertidur lagi selepas subuh, aku harus mengantarkan umi ke sekolah. Aku pun bercerita ke umi, kalau aku mungkin akan menghindari mempunyai istri yang adalah seorang guru.

Hari pertama aku mengantarkan umi, selain karena terlalu pagi, jalanan pun padat karena harus bertempur dengan para pekerja yang harus tiba sebelum kesiangan, dan juga para pelajar-pelajar yang beranjak ke sekolahnya bersamaan denganku.

Sesampainya di sekolah, hari pertama ada seorang bapak-bapak ngamuk, karena hampir mobil dan dirinya terkena sepatu milik anak yang sedang mengambil sesuatu yang nyangkut di pohon. Bapak-bapak itu adalah orang tua murid, dia berdiri di batas anak-anak dan orang tua murid sambil berteriak memaki-maki.

Permintaan maaf pun enggan ia terima, ia terus memaki-maki--bapak itu. Bahkan hingga menyalahkan guru-gurunya karena tidak mendidik dengan baik. Hah, masih saja ada orang kayak begitu ya. Dikira guru itu pesulap. Walau mungkin dia hampir dirugikan, aku tidak suka dengan caranya yang begitu tidak mendidik, apalagi dihadapan banyak murid-murid yang menontonnya. Anak adalah peniru yang baik, sangat baik, sayang jika harus menyaksikan hal begitu dan terekam dimemorinya lalu menjadikannya contoh. Semoga tidak.

Hari kedua, lebih parah, karena kesiangan dikit sehingga benar-benar macet sekali. Sesampainya di sekolahan pun anak-anak sudah berbaris. Namun, aku terkejut atau heran sendiri atau senyum-senyum sendiri. Pas aku dan umiku sampai, ada beberapa anak-anak melihat ke arah kami lalu mereka berteriak. "Bu Evi-Bu Evi~." Evi itu nama umiku, anak-anak itu sedikit membuat keramaian di barisan mereka. Hingga akhirnya umi buru-buru untuk masuk ke sekolah dan aku menyaksikan itu.  Semoga mereka menjadi anak hebat.

Dan sekarang aku, hmm, 2 hari ini tiba di kantor jam 7-an, kantor pun masih sepi, bahkan ketika aku menulis ini, aku seorang sendiri, dan hanya suara dentuman detika jam yang terdengar. Mataku sayup-sayup, mungkin sebentar lagi aku akan tidur di sofa. 

Tak Perlu Membahagiakan Semua Orang

Terkena balas dendam adalah hal paling menyakitkan.

Waktu itu, aku lupa membalas chat seseorang. Lalu sekarang dia bahkan tidak sama sekali membuka chatku. Dan itu ternyata menyakitkan.

Apalagi jika kesalahan yang kita berbuat dibales oleh Yang Maha Kuasa, seperti apa pedihnya ya. Dibales langsung sama manusia aja begitu menyakitkan. Ya, semoga apa-apa yang kita perbuat tidak menyakiti sesama.

Walau kita tidak pernah tahu bagaimana kita terlihat bagi mereka. Terkadang kita bisa menjadi musuh bagi orang lain karena perbuatan baik kita. Untung semua penilaian ada di Allah SWT. Kalau tidak, hah, pusing membahagiakan semua orang bukan?


Kita Miskin, Jadi Janganlah Menikah

"Mah kenapa aku tidak dizinkan menikah?" Tanya seorang bocah kepada mamahnya.

"Karena kamu masih bocah." Sahut mamahnya.

"Oh iya, lalu apalagi?"

"Karena kita miskin."

Si bocah mengangguk setuju.

*

"Kenapa kamu menikah?" Tanya seorang bocah.

"Karena aku mencintainya." Sahut lawan bicaranya.

"Kenapa kamu memiliki anak?"

"Bukankah itu sungguh kenikmatan dunia?" tanya balik lawan bicaranya.

"Tapi, kenapa kamu menelantarkan mereka?"

"Karena kita miskin."

"Kalau miskin kenapa menikah?"

"Karena kita cinta."

Obrolan mereka terus berputar hingga dunia ini rata dengan manusia terlantar. 

Untuk mereka yang menelantarkan anak mereka di jalanan dari usia kecil, memaksa para anak kecil yang tak berdosa nan lucu bak malaikat tolonglah jangan jadikan mereka itu menjadi seperti setan. Mereka juga butuh kehidupan anak-anak yang menyenangkan dan kasih sayang.

Menikah itu bukan sebuah tujuan bukan? Cukuplah kamu menyakiti diri sendiri dengan menahan cintamu dan enggan untuk menikah, daripada kamu harus menyiksa para malaikat kecil dijalanan yang mencekam.

Bukan kemiskinan yang membuatmu menelantarkan mereka, ketidakpedulian dan tanggung jawabmu yang hilang oleh kenikmatan dunia bernama cinta. Anak bukan mesin pencetak uangmu, tapi dia pintu kebaikan, rezeki, dan mungkin doa mereka menghantarkanmu ke surga.

Hidup ini bukannya tidak adil, tapi dirimu lah yang membuat ini tidak adil dengan menyiksa para anak-anak lucu itu, menjadikannya obyek uang, menjadikannya terus membuat generasi yang sama. Itu akan terus berputar, anak itu tumbuh dewasa di jalan dan merasa hidup ini tidak adil, lalu menikah karena cinta, kemudian memiliki anak, lalu ketika mengingat masa mengerikan, kesakitan, dan mencekamnya masa kecil mereka, mereka pun ingin anak mereka melakukan yang sama untuk menghasilkan uang.

Roda itu terus berputar, hanya perubahan-perubahan hebat yang dapat memutus peputaran yang mengerikan. Cara berpikir. Pemahaman. Merubah segala tindakan. Mengetahui hukum yang sebenarnya, mungkin hidup ini akan terlihat lebih dan sangat adil.

***

Foto Ahmad yang bagiku sangat ganteng dan lucu sekali bersama Abi yang semakin terasa mirip dengnaku (eh kebalik).






Kita Hanya Butuh Mati

Kebodohan para villain adalah mereka merusah dunia untuk hidup yang abadi, padahal jika dunia rusak buat apa mereka hidup?

Kebodohan para villain lainnya adalah mereka tak perlu merusah dunia untuk hidup abadi, mereka hanya butuh mati.

Rabu, 24 Oktober 2018

Siapa Peduli?

Tiba-tiba iseng baca-baca postingan awal-awal Hoeda Manis, dan itu ngena abis seeeehhh paraaaah, pas bangetlaaah, tentang kehidupan dan bertingkah ke sesama mahluk. Tentang hal membosankan yang harus dibuat bersemangat, dari hal pujian yang menguatkan kehidupan, bahkan dengan pujian kita bisa bertahan hidup lebih lama.

Tapi sayang, siapa yang peduli?

Kamu, dia, mereka pun belum tentu peduli. Menjadi manusia memang tidak semudah para manusia melakukannya.

Aku kehabisan ide menulis lanjutannya, otak membeku, mata terpejam, aku lelah sekali hari ini dengan segala pikiran dan perasaan yang tidak bagus-bagus amat. Tapi, siapa yang peduli? Good bye, selamat malam, selamat tidur, belalang sembah. Belalang aja nyembah, masa kita enggak.

Pembodohan Masif

Jika kamu mau tahu apa kebodohan dan pembohongan masif di dunia ini? Ya, itu bernama uang kertas.

*

Saat itu aku sedang makan siang, berbicara kerjaan, memahami bergejolaknya kebijakan-kebijakan dunia yang berdampak terhadap perekonomian setiap warga. Tapi, herannya masih ada aja orang-orang yang bilang semua ini baik-baik saja?

Semua ini bicara tentang kenaikan dollar terhadap rupiah. Rupiah yang semakin melemah mengakibatkan kerugian besar atas usaha yang menggunakan kurs dollar. Salah satunya adalah agen tiket.

Sudah dua minggu si bapak pusing tujuh keliling, omsetnya sebanyak 70% telah hangus karena angka dollar mencapai 15 ribu rupiah pada setiap 1 dollarnya. Si bapak akhirnya terbuka pada karyawannya akan krisis yang dialami perusahaannya. Bahkan jika begini terus perusahaannya bisa kolaps. Akhirnya si bapak bikin pernyataan untuk dipilih oleh pegawainya yaitu gaji setengah selama krisis, atau gaji full tapi kemungkinan kolapsnya lebih cepat.

Aku tidak begitu penasarannya, tapi yang aku heran kenapa tiket agen bermasalah dengan dollar? Jadi ternyata setiap agen tiket selain start up kayak Traveloka dan Tiket.com dsb itu mereka mengambil untuk dari setiap penjualan, misal satu tiket itu dapat bonus 10 ribu, nah itu dikali aja setiap penjualannya. Sementara itu Traveloka dia tidak bermain pada bonus penujualan tiket, dia mainnya pada evaluasi perusahaan. Dan memang sangat jomplang pembelian tiket antara agen dengan start up salah satunya Traveloka.

Nah, apa permasalahannya? Masalahnya adalah para maskapai mengalami kesulitan dengan harga dollar naik, karena biaya sewa bandara, biaya perawatan dan bensin pesawat dibeli menggunakan dollar, semenara pemasukan mereka pakai rupiah, dan mereka tidak berani untuk menaikan harga penerbangannya karena bisa kalah dengan yang lain. Pada akhirnya untuk menjaga perusahaan mereka tidak kolaps juga, mereka tidak lagi memberikan bonus pada setiap agen tiket yang selama ini bekerja sama padanya dan bahkan telah bergantung pada cara ini, salah satunnya adalah agen tiket si bapak ini.

Tapi, maskapai masih bisa tenang, karena pembelian tiket di agen tidak seberapa dibandingkan pembelian di para start up itu. Sehingga maskapai bisa lebih diuntungkan dengan menghentikan dana untuk para agen tiket.

Lalu bagaimana agen tiket? Karena kehilangannya omset dari atas otomatis akan terus berdampak paling bawah, setiap perusahaan akan melakukan efisiensi juga, antara memecata karyawat atau membayar setengah walau semua itu entah sampai kapan.

Si Bapak masih pusing, uang kertas sialan ini memang memusingkan, padahal nilainya hanyalah kepercayaan bahwa ini merepresentasikan emas, tapi entah emas mana yang ada. Inilah yang bikin perekonomian sulit, nilai mata uang yang fluktuatif dan lemah. Kalau digantikan dengan emas atau dinar mungkin mata uang akan terus stabil dan tidak ada krisis seperti ini.

Membencinya lagi adalah para pemuja pemerintah yang semakin hari semakin tidak tahu diri dalam berpikir, atau mereka tidak pernah berpikir? Mereka bilang tidak ada mengaruhnya dollar naik terhadap masyarakat Indonesia. Mungkin mereka belum pernah bersinggungan langsung sama import atau transaksi lintas negara, sungguh menyedihkan.

Hidup ini sudah semakin kacau, waktu semakin cepat, kuharap amal-amalku terus bertambah,

Enkripsi

Dulu, aku sering sekali melihat film-film yang membahas buku sejarah atau peninggalan-peninggalan sejarah yang berisi tabir-tabir kehidupan masa lalu yang mengagumkan namun butuh kemampuan khusus untuk membacanya, karena bahasa mereka berbeda.

Rasanya aku berpikir keren juga ya kalau kita bisa mengungkap kisah masa lalu yang mungkin tak pernah kita pikirkan bagaimana kehidupannya dan apa saja yang bisa dipelajari, atau mungkin sebenarnya ada harta karun yang bisa ditemukan?

Tapi, selama ini aku salah, aku benar-benar salah menganggap itu hanya film. Padahal sering kali hal seperti itu terjadi di depan mata, malah ini lebih dari sejarah atau peninggalan, tapi cerita yang difirmankan langsung oleh Yang Maha Kuasa, iya itu adalah Alquran.

Jika di film peninggalan buku sejarah atau gambar-gambar berkisah-kisah rahasia masa lalu untuk masa depan atau kebaikan-kebaikan yang bisa dipetik. Alquran pun serupa, berkisahkan pelajaran-pelajaran masa lalu dan juga masa yang akan datang, berisikan seluruh kehidupan di dunia dan juga setelahnya. Jika kita merasa hidupmu sering  bermasalah, mungkin kita tidak bisa memaknai Alquran sebagaimana mestinya. Ya, itu terjadi pada diriku.

Sama halnya di film, Alquran juga butuh kemampuan khusus untuk memahaminya, ibarat di dunia informatika, butuh dienkripsi kodenya, ya, dengan bahasa Arab. Pentingnya bahasa arab untuk memaknai Alquran bagaimana Allah mengatakan dengan berbagai macam penekanan, keutamaan, dan lainnya. Bagaimana satu ayat saja bagaikan sumber mata air yang tidak ada habisnya, selalu ada dan ada ilmu baru jika sudah dikaji.

Bahasa Arab adalah kunci untuk mengetahui tabir kehidupan sekarang dan setelahnya yang disampaikan langsung oleh Allah SWT. Dan jika di film orang-orang yang bisa membaca buku atau gambar sejarah itu adalah orang yang hebat, maka sama dengan halnya di kehidupan ini, para syekh-syekh yang pandai berbahasa Arab dan mengkaji Alquran adalah orang-orang hebat yang membantu kita orang awam memaknai kandungannya agar kehidupan ini lebih baik.

Ya, jadi kenapa masih malas belajar bahasa Arab? Ya, memang belajar itu melelahkan, bodoh itu berat, ya itu aku yang payah ini... Kalau kata seseorang berilmu, seminimal muslim adalah bisa bahasa Arab. Begitupun kata khotbah jumat minggu kemarin, betapa nikmatnya kita bisa memahami Alquran dengan bahasa Arab, kita tahu apa maksud dari Allah SWT pada segala firmannya.

Senjata Pemusnah Masal Sistematis

Sudah malam begini jalanan masih macet, mungkin karena terlalu banyak manusia yang bernafas, hingga sesak sekali rasanya dunia ini.

*

Jika Thanos ingin menghilangkan setengah manusia di alam semesta agar keseimbangan dunia terjaga dan alam semesta ini tidak sesak, kurasa Thanos terlalu gegabah, hal seperti itu hanya menyelesaikan permasalahan di permukaan tidak ke akar.

Jika korea utara punya nuklir untuk memusnahkan manusia, aku rasa tidak hanya manusia saja yang lenyap, tapi kehidupan, sumber daya alam, mungkin nanti akan berakhir seperti post-apocalypse. Tidak ada sumber kehidupan, tapi manusia terus bertambah, sangat tidak efisien.

Namun, aku suka sekali bagaimana cara Amerika dan Jepang untuk menghilangkan setengah manusia. Ya, cara yang sistematis, dinamis, tangan para pemain bersih, dan dunia akan kehilangan sebagian besar manusia, dan mungkin jadi selamanya. Ya, Amerika dan Jepang punya senjata itu, yang bernama LGBT.

Bukan, bukan memusnahkan setengah manusia di muka bumi serta merta bumi ini tak akan sesak lagi. Tapi, mematikan peradaban selanjutnya, menghentikan keturunan, dan merampas regenerasi adalah sebuah sistem untuk memusnahkan manusia. Luar biasa bukan?

Ini bukan hal yang baru, tapi sekarang sangatlah gencar. Mereka terus mendeklarasi bahwa LGBT adalah sifat alami manusia yang pantat diterima layaknya keterbelakangan mental. Persetan dengan mereka. Ini sungguh menjijikan.

Sesesaknya bumi ini, hubungan sejenis adalah menjijikan. Itulah kenapa sangat berlawanan dengan Islam, menjaga kelestarian keturunan untuk membangun peradaban. Masalah peradaban ini memang mengerikan, karena sekarang semua sedang persiapan untuk perang peradaban terakhir karena dunia ini sudah semakin kacau. Salah satunya yang kacau adalah LGBT ini.

Kalau jumlah pria dan wanita adalah 1 banding 4. Lalu satu pria suka sama pria lainnya. Kasihan sekali 8 wanita yang terjebak oleh penyakit menjijikan itu. Semoga semua ini segera berakhir dan tersadarkan, Thanos lebih baik dari LGBT. Tapi Thanos tidak lebih baik dari kamu.

Aku sepertinya akan bisa tidur tenang setelah menulis ini.

Selasa, 23 Oktober 2018

Area Abu-Abu

Berada di area abu-abu itu tidak enak, karena tidak iya dan tidak juga tidak. Area abu-abu itu membingungkan, tindakan yang dipilih seolah dihantui rasa penyesalan yang amat tinggi. Area abu-abu memang selalu ambigu, dimana saat itu berdiri? Hitam atau putih? Diantaranya mungkin? karena ini area abu-abu.

Area abu-abu itu sungguh menyiksa, waktu terus berjalan, dan seperti pusaran pasir yang menghisap. Tidak bisa kemana-mana, tinggal menanti, kapan tertutupi oleh pasir yang menyelimuti dan menutup cahaya matahari saat itu.

Area abu-abu itu seperti berhadapan dengan orang ngambek. Diajak ngobrol salah, didiemin salah...

Sungguh tidak enak sekali area abu-abu ini, seperti tidak punya pendirian, terkadang mengikut ke hitam terkadang ke putih. Terombang-ambing seperti buih di lautan diterjang badan menabrak karang terkenal rudal kapal selam ditembak meriam tercucuri minyak terbakar api ketakutan...

Abu-abu ini seperti menyampurkan yang haq dan yang bathil. Sangat sulit sekali tahu keberpihakannya, menyaru, lebih baik ditinggalkan dari pada menyesatkan bukan? Abu-abu oh abu-abu, kamu lebih mengerikan seperti bunglon, tak tahu siapa kamu. Benar-benar tak tahu dengan area abu-abu.

Bahkan mungkin orang hanya tejrebak di areamu, tidak benar-benar ingin. Area yang tak menentu siapa kamu.

Senin, 22 Oktober 2018

Jangan Malas, Hilmy

Sebelum lebih jauh bermalas-malasan. Aku ingin terus mengingat hal-hal ini.


"Kamu hidup dalam angan-angan orang yang telah mati."

"Anakku berhak memiliki ayah yang rajin dan hebat untuk membimbingnya."

"Keluarga kecilku berhak memiliki pemimpin rumah tangga yang menyerukan syariat-Nya dan membawa bahtera kapal kecil ini menuju ridha-Nya."

"Orang tuaku berhak mendapatkan doa dari anaknya yang soleh/ah."

"Buatlah pilihan yang selalu memihak kepada-Nya, karena pilihan atas kendalimu lah yang akan kelak dihisab."

"Jika dirimu ingin anak cicitmu kelak tahu siapa uyutnya, menulislah. Itu akan terkenang sepanjang masa."

"Jika kamu bukan anak raja, atau ulama besar, menulsilah."

"Biasa aja dengan ujian (jangan stress), karena hidup ini adalah rantai ujian."

"Tidak ada yang sia-sia di dunia ini."

"Pilihan besar sama dengan risiko besar."

"Berbuat hal baik dengan maksimal, maka tidak akan ada yang mengecewakanmu, sekalipun mereka para manusia berniat mengecewakanmu."

"Bicara dari hati, akan masuk ke hati juga."

"Bekerja dengan hati."

"Belajar ikhlas sebelum belajar dengan ikhlas."

"Tidur lebih cepat, biar nggak kesiangan ke kantor. hehe."

"Semua pasti bisa dilewati!"

Super Cimit

Seperti biasa, aku pasti datang paling awal. Sebenarnya bukan karena rajin, karena aku tidak pulang dulu sehingga aku mau tidak mau tiba lebih dulu dibanding yang lain.

Hari itu, karena aku kapok digigit nyamuk, akhirnya aku berinisiatif membeli sofel, bye-bye nyamuk, terus iseng beli waffle tango yang lima ratusan, kebetulan aku megang dua ribu, akhirnya aku beli empat. Dan begitu saja, aku juga tidak mengerti kenapa bisa beli begituan 2 ribu seutuhnya.

Setibanya aku di lokasi, seperti biasa juga aku disambut Ibrahim dan Khalid, tapi kali ini ada Ka Isma. Saat itu aku lagi membuka waffle pertama, terus pas keinget mereka itu anak-anak, wah rezeki mereka, aku pun membagikan waffleku kepada mereka.

Ibrahim paling seneng, kalau khalid malu-malu, lalu Isma tidak mau. Karena Khadijah masih sangat kecil untuk makan waffle ini, akhirnya aku bilang punya Ka Isma buat Ibrahim aja. Ibrahim sumringah sekali. Tapi, Khalid ternyata juga mau, dia pun melakukan diplomasi ke adiknya itu--Ibrahim. Akhirnya mereka pun membagi dua waffle milik Ka Isma.

Ka Isma anak pertama, dia cantik, paki kerudung panjang putih, dia lagi asyik belajar, tapi setiap aku tanya dia selalu malu-malu, aku jadi bingung sendiri, tapi bagus deh kalau sama cowok malu, cewek bukannya harus punya rasa malu terhadap lawan jeniskan? hehe, tapi kalau aku gak kegeeran, aku sering dilihatin Isma, jadi sebenarnya dia mau diajak ngobrol atau main, cuman malu-malu aja gitu.

Lalu adiknya Khalid, kalau ini dia pendiam sekali, dan ini paling mirip sama ayahnya. Giginya ompong tengahnya dan banyak hitam, katanya sih karena sering di kasih cokelat, tapi dia anak yang koperatif dan enak diajak ngobrol, tidak pemalu, pokoknya pas lah untuk jadi anak kedua (emang ada standar jadi anak kedua ya? hehe).

Adiknya Khalid, Ibrahim. Ini nih yang super aktif, giginya juga agak ompong. Dia paling jahil, kalau diajak ngobrol semangat sekali, tapi sebenarnya ucapannya susah untuk dipahami, ya mungkin akunya aja yang nggak biasa. Terus katanya kalau nyuruh dia tuh harus nyuruh seutuhnya. Misal soal pintu kebuka, dia gak bisa disuruh untuk menutup pintu. Tapi, kalau disuruh buka pintunya lalu tutup, dia baru paham. Ada-ada aja emang anak yang super duper aktif ini. Saat itu, dia mainin tangannya ke air es, terus diusap ke wajah dan rambutnya, lalu celupin tangannya lagi, eh malah diminum, walau sudah dilarang, tapi tetep aja, ketika acara di mulai, dia selalu ngikut, sambil tidur di pangkuan ayahnya, walau panas, walau banyak nyamuk, dia tetap ingin tidur sama ayahnya. Bahkan dia tidur di lantai halaman sambil dikipasin, ada-ada aja Ibrahim emang.

Lalu terakhir, Khadijah, ini baru bisa merangkak dan berdiri. Ini juga keningnya mirip ayahnya. Ya, nggak bisa deskiripsiin lebih banyak, karena masih kecil, giginya kata Khalid sudah numbuh dibagian bawah. Tapi Khadijah nggak mau menunjukkannya.

Ya, ke empat anak itulah yang menyambutku kemarin dengan ceria dan bercerita. Pas aku masuk ke halaman rumah, eh ayahnya malah menghilang masuk ke dalam. Aku mendadak terjebak oleh ke empat anak itu.

Saat itu, aku melihat Khadijah merangkak ke arah lubang yang berada di teras rumah yang berdataran lebih tinggi. Aku yang belum lepas jaket dan tas pun ngibrit menyelamatkan Khadijah dari jalan yang sesat itu. wkwk.

Pas Khadijah sudah di tanganku, wajahnya yang polos itu masih terdiam, Khalid asyik menunjukkan kalau dia punya gigi dengan memaksanya. Tidak lama, karena Khadijah mungkin merasa bosan terdiam (aku sudah berusaha mengajak bercanda) akhirnya dia menangis. Aku pun panik, terus ke tiga kakaknya hanya melihatnya dan tertawa-tawa.

Aku dengan terpaksa menggendong Khadijah. Awalnya diam sebentar, lalu nangis lagi, aku berusaha terus menggendong sambil melepas tas dan jaketku (karena ini berdebu sekali kayaknya). Aku coba gendong-gendong, coba dipangku, coba digimanain biar nyaman, ternyata sama aja pffffttt...

Akhirnya pahlawannya datang (ayahnya), dan aku memberikan Khadijah ke ayahnya, lalu dia terdiam. Dasar kamu pilih-pilih huh. Khadijah pun dibawa masuk ke rumah, kata Isma, Khadijah tidurnya malam jam 10-an, kalau Isma jam 9-an, berarti Khadijah masuk ke rumah mungkin untuk bermain sama ibunya. Karena saat itu masih jam 8-an.

Fiuh, aku pun lanjut ngobrol sama Ibrahim, walau aku nggak ngerti maksudnya apa, tapi dia bersih kekeuh untuk terus ngajak ngobrol, apapun dia bahas, mungkin usianya masih 2 atau 3 tahun. Dan tidak lama acara mulai mereka semua pada masuk kecuali Ibrahim, dia tetep menggelendoti ayahnya sampai tertidur.

Ngurus anak 4 beberapa menit aja udah pusing ya, gimana dulu ummi abi ya, warbyasah, mungkin untuk sebulan ke depan kita tidak berjumpa lagi, Isma, Khalid, Ibrahim, dan Khadijah. Karena ayahnya akan berangkat ke Palu jadi relawan, dan ternyata kemungkinan bareng sama Aufa juga (adekku).

Aufa berangkat ke Palu, dan itu pertama kali dia naik pesawat, dan siapa yang menyangka, pertama kali dia naik pesawat secara dadakan, dan gratis hihi. Luar biasa, Fa. Semoga ada kisah menarik di sana ya!

Sabtu, 20 Oktober 2018

Kita Tidak Tahu, Allah Maha Mengetahui

Tanpa sadar Allah telah memberikan, tapi aku tidak menyadarinya dengan baik, karena hati tertutup oleh hasad.

Walau hanya sementara, tapi bukankah semua yang ada di dunia ini memang sementara?

*

Aku ingat betul, waktu itu timku (Nebula) bersama 4 orang pria yang mereka introvert semua dan aku ekstrovert sendiri, aku dan mereka merumuskan sebuah paper di kamar kosku dengan ide membantu petani dengan teknologi.

Jauh sebelum terbesitnya ide itu, beberapa hari kita mencari masalah, beberapa kali kita presentasi, beberapa kali seolah kita sedang mengarang kata-kata yang berdiksi tinggi dan saling mengutarakan. Itu hal yang tidak pernah terjadi selama hidupku sebelumnya.

Namanya mas Adib, dia mentor timku waktu itu, dia sukses ke luar negeri dengan papernya yang memukau, dan sungguh tulisan dia memiliki diksi tingkat tinggi yang terkadang aku tak tahu. Kita  berlima saling diskusi hingga akhirnya terbesit ide untuk melawan tengkulak dengan teknologi.

Waktu itu, belum ada atau mungkin aku belum tahu soal ide-ide start up terkait pertanian. Akhirnya kita pun buat bagaimana petani bisa menjual dagangannya langsung, bagaimana orang-orang bisa berinvestasi terhadap petani. Kita tulis dengan rujukan sebisa mungkin dan menggunakan bahasa inggris. Setelah semua selesai, kita pun mengirimnya dengan penuh harap, saat itu penyelenggara konferensinya entah di Singapura atau Malaysia, aku lupa.

Setelah beberapa hari berlalu, akhirnya kita mendapatkan jawaban. Dan jawabannya itu sungguh menyakitkan. Paper kita dibilang sangat amatir, bahasannya pun dibilang sangat kacau. Intinya kita ditolak mentah-mentah.

Beberapa bulan kemudian ada kompetisi hackathon, aku lupa dimana, tapi sang juara atau juara keberapa aku lupa, ternyata mereka menyuguhkan ide yang terpikirkan oleh kami. Bahkan mereka sampai diundang ke istana, kalau gak salah sekarang menjadi start up sendiri dan ternyata pendirinya anak telkom juga.

Aku tersenyum-senyum sendiri, ternyata ide yang dipikirkan oleh timku bagus, hanya saja salah tempat dan memang bukan jodohnya.

Tapi, bertahun-tahun kuliah, lulus dan kerja. Siapa yang menyangka, sebagian ide timku (tentang investasi atau modal ke petani) telah banyak direalisasikan, dan salah satunya adalah di tempat aku bekerja (walau sementara katanya).

Aku baru sadar semalam, apa yang pernah aku pikirkan, dan apa yang sekarang aku lakukan. Sebenarnya masih ada di lane yang sama, seperti aku kembali ke masa lalu itu dan kini mengerjakannya lagi, untuk petani. Dan segala perjalanan ternyata melemparkan aku ke sini, aku pun tidak pernah terpikirkan akan bekerja disini walau mungkin hanya sementara.

*

Beberapa bulan yang lalu, azzamku begitu kuat, setelah menabung uang cukup banyak untuk membeli laptop yang selama ini aku inginkan, dan setelah begitu kekejaman terjadi atas laptop lamaku yang membuat agak trauma beli versi lama. Hingga akhirnya saat itu aku memutuskan ingin membeli laptop yang tahunnya baru-baru ini.

Tapi, apa daya, ternyata ada kebutuhan yang lebih-lebih mendesak dan memang itu kebutuhan bukan main-main. Akhirnya aku membatalkan azzamku untuk membeli laptop baru. Aku tetap berusaha menikmati apa yang aku miliki sekarang. Malah teman-temanku yang berkesempatan membeli laptop yang aku inginkan.

Tentu saja, rencana Allah itu memang yang terbaik. Setelah perjalanan yang sebenarnya agak berat bagiku, akhirnya aku dipindahkan kantor dan dipinjamkan laptop yang sebenarnya ingin aku beli sebelum-sebelumnya. Dan aku baru sadar semalam, aku tersenyum-senyum sendiri.

Tidakkah kah kita harus mempercayai bahwa Allah tahu yang terbaik untuk kita? Di waktu yang tepat untuk kita?

Dan walau semua ini cuman sementara (kerja dan laptop), Allah memberikan aku kesempatan, mungkin untuk melihat apakah aku memang layak? Atau masih ada rencana lain yang tersembunyi?

Aku senang melihat orang yang bekerja dari hatinya dengan tujuan yang sesuai pada dirinya, dan aku pikir aku mulai memahami semua itu.

*

Setelah beberapa hari merasakan fasilitas kantor yang sementara ini dan perlu dijaga. Aku berpikir hidup tak jauh bedanya dengan itu. Semua itu hanya pinjaman, sementara, kita harus menjaganya baik, kita sangat bertanggung jawab dengan itu semua, seandainya kita merusaknya, kita harus ganti rugi, jika kita menghasilkan yang terbaik dari pinjaman itu, kita akan mendapatkan hadiah.

Insya Allah.

***


Tim Nebula dan di kamar kosanku.




Jumat, 19 Oktober 2018

Mencari Obrolan

Belajar dari Zaki di ruangan. Bagaimana dia dengan bebas berekspresi sebagaimana dia, dan pas aku menyaksikan itu semua, aku merasa tenang. Setidaknya tidak hanya aku yang eskpresif di ruangan. Bahkan Zaki benar-benar bilang sengaja ngomong atau ngeledek atau apa aku lupa hanya untuk mencari obrolan saja.

Lalu bagaimana Abidah selalu bercerita tentang fase-fase seperempat abad dan dia yang terus bertanya-tanya untuk mencari obrolan saja.

Lalu bagaimana orang magang di kantor baruku berjalan ke dekat aku dan Amru hanya untuk mencari obrolan.

Bagaimana aku bertindak aneh dan caper saat kumpul terlebih saat mereka semua sibuk dengan gadget masing-masing atau saling berdiam diri hanya untuk mencari obrolan.

Bagaimana orang-orang melihatku dan berkata "Biasa nyari topik obrolan itu."

Aku akui, memang aku sedang mencari topik obrolan. Diam itu membosankan, kecuali aku tidak kenal orang disekitarku. Memangnya salah mencari obrolan? Oke, aku akui semua itu ada batasnya. Tapi, sebenarnya menyakitkan sih kalau dibilang lagi caper atau lagi nyari obrolan atau lagi nyari topik obrolan. Karena, bagiku obrolan adalah obat. Tentu saja obrolan yang baik dan bermanfaat. Dan tentunya obrolan dua arah :)

Bakat Terpendamku 2

Aku merasa ini adalah sebuah bakat hebat yang mungkin bisa menghasilkan banyak uang... Ya, bakatku yang terpendam adalah menebak-nebak. :D Menebak tanpa perhitungan, just the feeling, seperti lagu maroon 5...

Salah satu bakatku terlihat ketika bermain werewolf, entah di telegram, entah di line, entah sama temen kelas, entah sama temen lab. Walau aku bukan seer (yang bisa mencari tahu dimana wolf) tapi aku sering membuat praduga atau main tunjuk siapa yang sekiranya werewolf, tapi sialnya aku tidak ada yang percaya denganku. Walau sering benar, mereka selalu ragu mendengar perkataanku huh...

Tapi sempat waktu bermain sama anak kelas, aku berhasil membantu rakyat untuk memenangkan pertandingan meski aku bukan seer, apalagi pas aku jadi seer, semakin menjadi aku menebak-nebak si werewolf itu. Dan saat itu pradugaku sering didukung yang lainnya.

Sementara itu jika bermain sama anak lab, aku pasti jadi korban ketidakadilan ini... Walau aku sering nebak benar, tapi selalu dianggap wolf. Pas kemarin buka-buka hp aku tidak sengaja melihat waktu itu Hannan mentestimoni bahwa tebakanku sering benar dan aku ss untuk menjadi bukti bahwa aku prooven sebagai penebak wolf yang jitu...

ini dia bukti SS-nya :D
Ya begitulah, kehidupan...

Selain menebak wolf di permainan werewolf, aku juga sering nebak-nebak pas semacam cerdas cermat di kelas, dan benar... hanya saja gak bisa jelasin, jadinya disalahin :( itu kelompokku kesal semua, karena kita udah benar dan sebelumnya gak diminta penjelasannya...

Ada lagi, aku juga pernah menebak seseorang menggunakan baju warna apa, dan 3 hari berturut-turut benar. Walau hari ke tiga sempat pesimis gitu. Bahkan kayaknya selama ini aku nggak pernah mikir, lebih sering nebak-nebak, seperti main game balok-balok, rasanya aku tidak berpikir gimana caranya keluarin itu balok, aku hanya menebak dan terus menebak hingga benar.

Beberapa kali ada kuis pilihan ganda aku suka sekali menebak, apalagi pas sering benar... (ini perasaan wajar semua orang kayaknya ya) Hehe... Mungkin jika menebak ini kugunakan buat togel, aku bisa kaya kali ya huahahahaha...

Ya begitulah, asal menebak. Tanpa perhitungan, tanpa pertimbangan. Tentu saja itu semua kuasa Allah, aku hanya kepikiran. Tapi, menebak-nebak itu menyenangkan. :D

Bakat Terpendamku

Bicara kelebihan yang menonjol dan kekurangan yang dikorbankan. Bukankah itu cukup adil? Dan sepertinya memang begitu cara kerjanya. Bicara tentang kisah autis, skizofernia, dan lainnya yang difilmkan terlihat keren sekali orang-orang itu, mereka memang keren di bidangnya, tapi terkadang penerimaan masyarakat umum yang menyulitkan mereka.

Suatu waktu aku cerita. "Kenapa ya, aku tuh gampang sekali menyamakan-nyamakan, aku selalu merasa entah wajah atau nada seperti pernah melihat atau mendengar, bahkan menyamakan, dan sering sekali korban-korban yang aku anggap sama, tapi kata orang lain berbeda."

Lalu dijawab dengan singkat. "Jadi lu sekarang lagi merasa punya kemampuan gitu mi?"

Pfffftttttttt... Tapi, aku benar-benar seperti familiar dengan wajah-wajah yang sama itu. Bahkan seperti kesamaan hidung, atau guratan di wajah, senyum, menyeringai. Tapi ya, mungkin itu kecenderunganku saja.

Belakangan ini, aku mendengar AJR, rasanya nada-nadanya dan suaranya kayak pernah aku denger, kayak yang tak asing. Ternyata benar mirip dengan Jon Bellion, bahkan ada beberapa lagi yang nadanya serupa. Tapi, kali ini orang lain setuju, katanya AJR terinspirasi atau sebaliknya? Entahlah, tapi feelingku kali ini benar hehe.

Bonus dari AJR:


Kamis, 18 Oktober 2018

Chat

Chat Salim.
Setelah menghilang, dia akhirnya kembali membalas chatku, dan ternyata soal inggris itu hanya mengirim kordinat saja, dia tidak benar-benar disana. Huh, Salim, kamu selalu menggemaskan ya. Dia kerja di Jakarta Utara padahal tapi aku belum pernah berjumpa dengannya lagi di Jakarta. Kamu tau lim? Rekan kerjaku ada yang kuliah di solo, dia tau soal luwes. Kapan-kapan kita main lagi di solo okey? Aku yang gantian traktir, haha tapi numpang ya lim...

Chat Willy.
Aku merasa senang dapat chat dari Willy yang telah mencampakkan diriku karena punya pacar. oke, jangan terlalu berpikir terlalu jauh. Setelah lama akhirnya dia terpikir untuk bekerja sebagai desainer lagi dan ingin meninggalkan pekerjaan sekarang yang bagiku itu tidak dia banget dan kurang baik juga. Seperti pulang ke rumah, Willy memulai tekad untuk menjadi desainer lagi apalagi melihat temannya yang bukan desainer kini jadi desainer. Ya, memang tidak ada yang tahu, terkadang kegigihan bisa mengalahkan "bakat". Aku sering melihat itu, ketika melihat Cristiano Ronaldo dengan Messi. Kerja keras dengan bakat.

Chat Friska.
Dan demi apapun neneknya Friska mengundang pertemanan facebookku? Tersontak aku bertanya-tanya, lah-lah? Dengan maksud bertabayun aku bertanya kepadanya. Ternyata neneknya tidak sengaja mengirim undangan pertemanan, lalu iseng aku accept, eh sama dia di delete wkwkwk. Gahul banget sih neneknya punya facebook gitu, untung nenekku cuman punya WA. Saat itu Telkom sedang UTS, ketika dia bilang tentang Tugas Akhir, wooaaah waktu berjalan sangat cepat ya, sekarang udah mau dua tahun keluar dari kampus ya...

Chat Asya.
Entah bagaimana aku merasa bingung, dengan kemampuan ilustrasinya yang luar biasa namun orang tua tidak mengizinkannya, tapi dia itu udah lulus DKV dan membuat komik yang keren gitu, tapi orang tuanya nggak setuju untuk membiarkan dia menjadi ilustrasi. Hmmm... Untung Asya bukan aku, mungkin aku sudah diam-diam ambil kerjaan ilustrasi dan ngekos. Tapi, karena dia orang Jakarta dia tidak boleh keluar dari Jakarta Selatan... Mungkin Allah sedang merencanakan jalan lain untuk Asya dengan kemampuan ilustrasi yang luar biasa (yang menghantarkan tim kita juara, 2 kali pulak)... Sini masuk Yawme aja, sya. :D

Dan terakhir chat Telegram.
Ah tidaaaak, aku merasa tidak siap untuk akhir pekan yang aaaaaaaa, aku ingin lari kabur entah kemana rasanya, mungkin menyusul dika ke lampung kali ya. Mereka semua sangat antusias sampai begadang-begadang, dan aku hanya terkekeh sedih... Mungkin aku akan mematikan semua notif telegram sementara...

Keliling Komplek

Setiap aku pergi ke masjid bareng Mas Salingga aku merasa senang, aku seperti berjalan dengan seorang ayah yang aku dambakan. Aku kagum dengan dia, dia ayah yang kekinian, dari cara dia mengajarkan Ayyash aku senang sekali melihatnya dan tidak sabar jika aku diposisi dia--walau belum tentu bisa sehebat dia.

Karena perjalanan ke masjid itu, aku bisa cerita banyak, dan aku benar seperti "bocah" aku bisa cerita apapun ke dia dengan nada anak-anak atau serius. Pernah satu waktu kita menggunakan motor dari masjid. Aku cerita banyak tentang rasa kantor baru gimana-gimana, terus saat itu sudah sampai kantor seharusnya tapi karena saking serunya dia melajukan motornya lagi dan jadilah kita berkeliling komplek hanya karena ceritaku belum selesai.

Jadi, aku sedih, di kantor baru, perjalanan ke masjidnya sebatas 5-10 langkahlah, tak ada obrolan ngalur ngidul dan tidak ada Mas Salingga. Walau Mas Salingga sering aku bully (aku ledekin dan dia sering protes kalau kata-kataku itu nyakitin) tapi dia selalu memberi nasihat yang baaaaiiiiikk wkwkwk walau terkadang ngaco, tapi aku seolah bisa menerimanya aku pernah cerita disini. Dan setiap aku balik ke kantor lama, aku tidak mau jika tidak ngobrol ke Mas Salingga, walau terkadang dia sangat fokus sekali pas ngoding dan memang tampaknya banyak hal yang harus dikerjakan.

Soal Sepi

Seseorang berbicara di belakangku. "Waktu itu, pertama kesini, sepi banget. Saya bisa stress kalau ke tempat sepi nggak ada orang gitu."

Aku berkata dalam hati. "I same with you boy."

Bahkan, ada orang kantor yang terlihat pendiam dan tidak terlalu suka bersosialisasi saja tadi pagi ngechat aku--saat itu aku belum dikantor, baru bangun tidur malah--dia menyuruh aku berangkat kerja, karena di kantor sepi banget.

Aku terkejut, pertama, dia jarang ngechat aku bahkan hampir gak pernah dan probabilitasnya itu terbilang mustahil, lalu kedua, aku tidak pernah berpikir dia akan bermasalah dengan sepi. Dia juga pernah bilang. "Ah dikantor baru nanti sepi, nggak rame kayak di sini."

Aku bertanya-tanya, walau kantor disini (kantor lama) itu rame, perasaan aku tidak pernah melihat dia berbincang (berbincang yang agak lama) dengan orang selain timku. Lalu, bagaimana dia bisa mempermasalahkan soal sepi atau tidak? Aku tidak tahu, cuman aku bertanya-tanya bagaimana itu bekerja.

Aku pernah, hampir terasa mau mati saat di kosan temen, sendirian, gelap, aku benar-benar bisa gila saat itu. Aku merasakan sepi yang... mencekam. Lalu aku memaksa diri untuk keluar dari rumah.

Tapi yang perlu kamu tahu, permasalahannya bukan di sepi atau tidaknya, tapi perasaanmu disaat sepi atau tidaknya itu. :")

Peluk hangat blog ini... uuuuu... aku merasa selalu ada yang mendengarkan, walau tidak semua dapat aku ceritakan. Semoga aku bisa menemukan orang yang mau mendengarkan semua yang ada di kepalaku. Ah tentu saja, aku juga akan mendengarkannya. Bahkan lebih mendengarkan. Kan kita punya dua telinga, mulut cuman satu. Harusnya lebih mendengarkan bukan? :))

Ketidaksesuaian

Tiba-tiba kepikiran begini.
Ketika mengerjakan kerjaan kantor terlihat seperti kucing.
Ketika mengerjakan yang lain seperti singa yang mencekam.

Terkadang, kita harus taat sama peraturan dan bertahan untuk bisa mengikuti apa yang sudah terjadi dan sehingga yang harus dikembangkan adalah diri sendiri mengikuti aturan-aturan yang sudah dibakukan dan rasanya tidak sesuai tapi apa aku bisa perbuat dan aku harus berusaha mengimbangi semua kemungkinan-kemungkinan ketaatan yang sudah terjalin mesra.

pffffftttttttt...

Di Bawah Bayang-Bayang

Berada di bawah bayang-bayang.
Sebagai orang yang keras kepala dan ambisius, aku tidak suka berada di bawah bayang-bayang orang lain.

***

Hujan pun akhirnya kujumpai setelah sekian waktu hanya mendung tiada henti. Deras, begitu banyak menghujam. Air membasuh kasar permukaan tanah. Dan wanginya seperti makanan yang keluar dari oven, sungguh menyenangkan. Tapi aku tidak dapat menciumnya, karena aku terkukung. Terkukung dalam kesunyian.

Renungan 17 Oktober

Kesempatan berbicara.
Malam itu akhirnya aku tahu apa itu kesempatan berbicara. Ternyata begitu rasanya, dan tiba begitu saja aku jadi malu untuk berbicara. Malu disini bukan seperti malu berbicara pada orang pertama kali kenal. Ini malu yang... entahlah, rasanya apa yang aku bicarakan akan menjadi payah. Ku menahan-nahannya.

Mendengar.
Jika sosialisasi ada achievement-nya, mungkin malam itu aku mendapatkan achievement dalam hidupku dengan mendengar sangat baik dan memerhatikan serta memahami apa yang lawan bicara katakan, dan begini ya rasanya mendengar dengan baik. Aku seperti tenggelam dalam kisahnya, mengkorek-korek kisah yang aku punya, tanpa memotong kisahnya dengan kisahku. Bahkan aku jadi malu untuk berbicara kisahku saat aku diberikan kesempatan berbicara.

Suatu hal.
Sebagai orang yang suka cerita, aku tidak bisa menahan apapun di kepala. Sebuah sakit bagiku jika membendung terlalu banyak hal tanpa aku ceritakan. Mungkin jika pribadi kebalikan dariku, sakit rasanya terlalu banyak cerita ke orang lain akan sesuatu hal yang kita pendam. Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar. Kita tahu apa yang harus kita lakukan untuk merasakan lebih baik.

Maskud dan tujuan.
Tidak semua tujuan baik menghasilkan yang baik, apalagi buruk. Terkadang, apa yang di kepala dan di mulut suka tidak berbanding lurus, apalagi tipikal orang sepertiku, apa yang diucap tidak dipikirkan matang-matang. Dan semua mungkin menjadi kesalahpahaman. Manusia memang terlalu unik. Apakah kita harus menerima kisah hidup latar belakang dan segala alasannya? Kita yang mengalah atau mereka yang mengalah? Kita yang menerima atau mereka yang menerima?

Berpikir.
Jauh, dari hari-hari ini. Berpikir bagiku adalah untuk setiap mata pelajaran dan tidak untuk bersosialisasi. Seiring waktu, banyak hal menyakitkan yang kuterima, dan aku sekarang suka berpikir. Bahkan, mungkin, kerjaanku adalah berpikir, termenung, kenapa semua bisa seperti ini? Apa selanjutnya?

Perasaan.
Untuk segala kemanusiaan yang ada pada diriku, sebagai mahluk yang cukup perasa, menenangkan disambut dengan sifat perasa lainnya. Kita mencoba untuk memahami, tidak satu arah, hingga akhirnya balik lagi, dan aku mulai malu, malu untuk dipedulikan dan dipahami. Atau ini perasaan yang dimaksud "Tidak suka dikasihani?" Tergantung darimana kita melihatnya.

Terkukung.
Sakit, aku merasa sakit setiap melihat banyaknya orang tapi tak adanya pembicaraan. Rasanya pusing melihat semua sibuk masing-masing. Terkadang tujuanku pergi bekerja adalah menikmati lingkungan dan bercengkrama. Walau tidak bisa sepenuhnya, aku merasa sedikit terobati dengan bisikan-bisikan yang ada. Terima kasih yang telah memahami itu.

Verbal.
Menyambung maksud dan tujuan. Walau aku suka bersosialisasi, tapi harus aku akui, bicaraku sangatlah kacau, aku tidak bisa memilah diksi dan intonasi yang tepat untuk maksud dan tujuan yang baik itu. Apa aku boleh menyalahkan masa lalu yang begitu kejam sehingga menyebabkan semua ini? Atau aku hanya sedang mencari-cari alasan atas kepayahan ini? Aku lebih suka menulis, walau terkadang masih membingungkan, tapi, aku bisa menjelaskan panjang lebar dengan BERPIKIR. Tidak seperti bicara, aku tidak pernah berpikir, sebelumnya.

Kenapa?
Ya, kenapa bulan oktober ini begitu banyak hal yang aku tulis? Bahkan sedikit saja terlintas di kepalaku, aku tidak bisa menahannya, semuanya mau aku tulis. Seperti layaknya orang yang hanya ingin didengar. Terkadang aku menulis hanya karena ingin dituangkan. Kenapa sebelum-sebelumnya aku bisa menahan, bahkan di tahun 2017 aku hanya menulis blog hanya sekali? Karena, saat itu, aku memiliki banyak orang yang mau mendengar ceritaku, tapi sayang, aku belum belajar bagaimana caranya mendengarkan orang lain. Terima kasih rekan-rekan 2017.

Semua baik-baik saja.
Walau ada hal aneh kurasa. Saat semua terlihat baik-baik saja. Tidak... tidak ada sedikit pun yang terlihat seperti masalah, bahkan semua sangat... Sangat baik. Tapi, hatimu seperti berkata tidak dan dia tidak bisa berbohong. Ada prasangka-prasangka yang menggerus semua yang terlihat baik-baik saja, dan aku bertanya-tanya, ada apa? Apa yang tidak aku ketahui? Apa yang salah? Apa yang terlewatkan? Dimana aku bisa memperbaiki prasangka buruk ini? Tapi, aku belum menemukan, bahkan saat aku ingin bertanya tentang ini, sepertinya Allah tidak mengizinkan aku bertanya, apa kalian pernah merasakan hal yang sama dengan ini? Bagaimana solusinya? Baik, mungkin benar apa kata Mas Salingga, Allah mau kita mengadu banyak hal kepada-Nya, bercerita kepada-Nya, semuanya.

Rabu, 17 Oktober 2018

Aku Tidak Mengerti

Aku tidak mengerti, tapi kenapa feeling ini cukup akurat...
Walau tidak ada apa-apa sebelumnya, tapi feeling yang aneh mengungkapkan pada akhirnya, ternyata ada yang salah.
Aku tidak mengerti.

Selasa, 16 Oktober 2018

Sesuatu Mungkin Bisa Membantu

Hari pertama di kantor baru.
Semua baik-baik saja, walau lebih hening, tapi menjadi sangat produktif karena benar-benar fokus.Ruangannya sangat bagus, banyak tempat menyendiri yang asyik, bahkan ada satu ruang audit yang bisa guling-guling dan menangis panjang tanpa ada yang tahu.

 Hanya saja, tubuh tidak bisa berbohong, suatu waktu aku merasa gelisah sendiri. Stres pada tubuh kambuh, ini sering sekali terjadi pada diriku.

Aku tak tahu mengapa, kenapa, dan bagaimana menyelesaikannya? Tapi terkadang tubuh suka memberi tanda kalau aku stres, seperti punggung tak nyaman dan pegal-pegal, lalu kebelet pipis tapi rasanya lebih parah, lalu kepala menjadi gemas tak sabar tapi menjengkelkan, seperti ada sesuatu yang tak bisa di raih padahal sedikit lagi. Rasanya sungguh tak karuan.

Belakangan ini, tanpa aku sadari, aku pikir semua baik-baik saja. Tapi, selain air mata, ternyata tubuh ini juga tidak bisa berbohong.

Aku lelah.

Api Kecil

Aku
Di tengah gelapnya malam
Di tengah pekatnya ruang
Ditemani, api kecil menunggu mati

Apa pernah kamu merasa?
Saat semua terlihat baik-baik saja
Tapi hatimu keluh entah tahu mengapa
Dan kamu mulai merana?

Atau mungkin waktu sedang menjawab?
Melepas diri dari kukungan membelenggu
Harap-harap cemas
Tak pernah menentu

Tidakah sesak ku rasa
Saat ku benar-benar tak mengerti
Cemas dan harap ini
Melebur bagai larutan, enyah ditelan kerongkongan

Aku
Di tengah-tengah persimpangan
Menatap api menunggu mati
Dan masih ku tak tahu, kemana harus aku pergi

Tidak, tidak ada yang perlu disalahkan
Hati ini tiba begitu saja
Sesak dan enggan
Ku sendiri tak mengerti.

Lalu api kecil itu mati
Meranaku semakin menjadi
Gelap, sungguh gelap
Pekat, sungguh pekat

Kerongkonganku tercekat
Teriak tak ada melolong
Bagai tanah bercampur air
Payah, hancur, lenyap di peraduan...

Aku, aku masih tak mengerti
Peduli siapa kamu malam ini?
Api kecil atau aku?
Kamu malah pergi, mencari-cari cahaya setitik

Perlahan ku kehilangan kamu
Lenyap bersatu dengan gelap pekat ini
Aku ingin tak peduli
Tapi, aku rasa aku mulai mati

Namun, siapa yang peduli aku mati?
Kamu tetap mencari
Cahaya setitik
Tanpa merinduku lagi.

Payah Heh

Payahnya literasi. Pemahaman jadi kabur, salah penangkapan... pffft

Jadi itu bukan Byzantium nama kedai kopinya, Kopi Tabrak. Ya, itu nama kedai kopinya. Lalu dari mana Byzantium itu? Itu nama tempat di belakang kedai kopinya, Byzanthium Kuchen. Seperti tempat desain interior rumah gitu.

Aku baru menyadarinya setelah beberapa kali lewat dan mengamati, Byzanthium disini tidak merujuk ke kopi. Setelah aku mencari-cari dengan waktu singkat karena sembari lewat, aku mendapati sebuah papan kecil di bawah plang besar bertuliskan Byzanthium kuchen itu, di papan kecil itu tertulis. Kopi Tabrak.

Pfffttt...

Menjadi Manusia

"Saya yang memiliki ponsel, bukan ponsel yang memiliki saya! sayalah yang punya kuasa dan pilihan untuk menggunakannya, dan bukan ponsel yang berkuasa atas diri saya. Mungkin terdengar sinting, tapi saya nyaman menjalani gaya hidup yang saya pilih sendiri. Tenang, hening, sunyi, tanpa ada gangguan yang tak penting." - Hoeda Manis di tulisannya.

*

Salah satu penulis dan penulis blog yang aku ikuti dari awal hingga sekarang, mungkin dari 2011 kurang lebih. Dan aku suka cerita konspirasi (memang itu nyata) yang dia suguhkan. Dan cerita bocah pun ku mengikuti gayanya. Aku juga ingin menulis tentang mbakyu, tapi aku tidak punya mbakyu seperti dia.

Walau banyak pemahaman yang tidak sama seperti hal tentang politik dan menikah. Sisanya aku sering sepakat akan apa yang dia pikir dan dia tuangkan di blognya.

Jika melihat tulisannya, aku seperti melihat Tere Liye dengan versi lain, dan hingga sekarang aku tidak tahu seperti apa wajah pria yang ingin menjadi magneto itu.

Beberapa kali tweet-ku dibalas olehnya, dia tidak terlalu populer tapi aku senang bisa berbalas tweet dengannya. Dan hingga detik ini, aku masih menikmati tulisan-tulisannya.

Sesosok Pada Malam Hari

Jadi, setiap jam 12 ke atas ada yang suka mampir dari lantai atas rumahku ke sekeliling lantai satu. Terkadang terdengar suara-suara... Terkadang tidak... Terkadang bahkan terdengar suara tangga pas dia naik atau turun... Terkadang meninggalkan jejak, sesuatu yang mati. Mengerikan...

Terkadang aku tidak bisa tidur, alih-alih menanti sesosok yang akan datang itu, tapi ketika aku keluar kamar, dia beringsut pergi. Aku tetap mendapati dia, beringsut ke lantai atas. Tapi, aku tersenyum saat dia menatap, tatapannya tidak seseram yang kubayangkan.

Bahkan, aku menantinya setiap malam, ingin sekali kufoto untuk kupamerkan sesosok itu. Entah kenapa, aku ingin saja. Menurutku akan menarik. Tapi, entahlah...

Warnanya sedikit kecokelatan, matanya bulat, sepertinya sosok itu perempuan.

Tanpa dipanggil, dia datang sendiri ke rumah ini. Seperti ada tugas yang harus ia emban di sini, mencari-cari makan untuk keberlangsungan dirinya.

Kucing itu sangat membantu, terkadang tikus rumah yang menyebalkan terkapar olehnya. Terima kasih meng... Kapan-kapan aku tinggalkan makanan untukmu. Jika aku ingat membelinya, tentu saja.

Memahami Orang Lain

"Kalau mau ngasih emas berlian juga harus dengan cara yang baik, kalau ditimpuk juga belum tentu orang-orang mau terima, malah marah bisa-bisa." - Donny Yordan (Netizen di kolom komentar).

*

Sebenarnya pembahasan ini tentang pendekatan pemahaman Islam (dakwah) ke berbagai kalangan, salah satunya adalah ke orang-orang yang memberikan sesaji tanam kerbau sebagai titik awal dimulainya proyek NYIA (New Yogyakarta International Airport) di kulonprogo.

Sebagai manusia yang diberikan akal pikiran, kita dapat menangkap berbagai macam pemahaman, dari yang baik hingga buruk. Sayangnya tidak semua manusia memiliki pemahaman yang sama, ada pemahaman baiknya banyak, ada yang buruknya banyak, atau dibolak-balik. Tentu saja baik buruknya itu berlandasarkan Islam, Alquran dan Hadis.

Selain pemahaman, manusia juga punya prilakunya (tindakan), dan itu berkaitan erat dengan pemahaman manusia itu sendiri. Lalu apa hubungannya dengan sesaji di kulonprogo itu?

Terkadang untuk merubah cara pandang orang, kita harus mengetahui cara pandang orang itu bagaimana? Melihat film The Good Doctor, ketika dokter autis itu (tokoh utama) berusaha memahami pasiennya yang autis juga, terlihat bagaimana si dokter berusaha memahami bagaimana cara berpikir pasiennya, hingga akhirnya pasiennya itu nurut, setelah pasien merasa dipahami dan mulai nurut, sangat dokter bisa merubah prilaku sang pasien untuk mau diam (saat itu konteksnya pasien tidak bisa diam). Nah disitulah pentingnya memahami orang lain dulu baru merubahnya.

Begitu juga seperti obrolan jumat kemarin tentang hasil tes kepribadian (MBTI), waktu itu aku bertanya "Emang betapa pentingnya sih tes MBTI ini?"

Lalu Fitri celetuk. "Sebenarnya tes ini untuk kita bisa memahami orang lain, sehingga kita bisa menyesuaikan apa-apa pada orang itu." kurang lebih intinya begitu.

Memahami orang lain. Ya, sebelum kita merubah orang lain kita harus memahami orang lain, agar tidak terjadi penolakan, bahkan penolakan yang begitu keras. Menurutku dengan kita memahami orang itu, sehingga orang itu merasa dimengerti, dan barulah saran-saran yang kita sampaikan jadi masuk dalam pemahaman dia dan itu dapat merubah tindakan itu (atas izin Allah).

Pergerakan dakwah, jika ditulisan yang aku temukan terkait sesaji di kulonprogo itu, akhirnya aku sedikit paham bagaimana dakwah itu harus bertahap dan ada penerusnya. Terkadang kita tidak bisa merubah orang total secara langsug (Bahkan kita tidak bisa merubah orang, itu kuasa Allah SWT), kita harus pintar-pintar dalam berdakwah, kita harus tahu medan dakwahnya, sehingga yang disampaikan oleh mereka tidak menyakiti pemahaman mereka saat itu yang berdampak mereka menjadi sangat menentang akan apa yang kita sampaikan.

Kisah sesaji di kulonprogo itu ternyata adalah perjalanan dakwah yang belum usai, dikisahi memberikan sesaji dengan mengurbankan gadis perawan hingga akhirnya tergeser menjadi kerbau oleh Sunan Kalijaga. Tentu saja, walau kerbau, sesaji itu tetap termasuk syirik. Tapi, tidak lantas kita meneriaki mereka syirik serta-merta, maka meledaklah mereka, yang ada peperangan.

Seharusnya kita melakukan pendekatan yang kurang lebih sama oleh Sunan Kalijaga atau mungkin lebih baik, sehingga melanjutkan dakwah beliau dan perlahan meninggalkan syirik secara tuntas dengan baik-baik. InsyaAllah. Kecuali memang sudah mentok, ya harus di jihad-in.

Jika ditilik lebih jauh, dakwah Islam sekarang sudah semakin luas dan pendekatannya menyesuaikan medan-medannya. Karena jika tidak memahami medan yang akan diterjang, tentu saja ikan tidak akan berhasil memanjat pohon dan burung tidak akan berhasil menyelami lautan untuk ke bikini bottom. Pendekatan ke mereka berbeda, karena medannya berbeda-beda. Walau soal ikan dan burung itu perkara karakteristik mahluk (khasiat di mahluk itu) bukan pemahaman, tapi jika dipaksakan maka tidak akan berhasil seperti memaksa anak akan apa yang tidak ia kuasai, hanya membuat masalah pada anak itu.

Lihat bagaimana sekarang para ustadz hebat melakukan pendekatan yang tidak biasa, tidak hanya ta'lim di masjid. Ada yang merangkul ke geng motor dengan nongkrong bareng dahulu, atau anak sket, atau dengan sebuah visual seperti komik untuk yang suka baca komik, video untuk yang suka video, film untuk pecinta film. Mereka menyajikan aneka ragam pintu dakwah yang tak biasa dengan tujuan yang satu, membangun pemahaman yang Islami.

Melihat semua itu aku jadi paham, kita tidak bisa lantas berteriak tanpa adanya edukasi yang persuasif. Tentu saja balik lagi, mengingatkan itu baik, tapi pendekatannya harus lebih lihai dan haluuusss...

Bukankah dakwah itu mengajak? Bukan memusuhi? Bukankah kita ingin diajak dengan cara yang baik (dari segi pemahaman)? Menyatukan frekeunsi atau memahami, menyampaikan, mengajak, perubahan, dsb. Terkadang tak semulus itu, maka itu kita harus memiliki penerus, agar tahapan yang sudah berlangsung terus dijalankan hingga peradaban Islam bangkit kelak.

Karena dakwah adalah kewajiban, apapun pekerjaanmu.

Surga itu luas, jadi jangan takut tak kebagian dengan mengajak orang.

Soal emas yang ditimpuk, itu orangnya abis marah-marah lalu pungutin emasnya ya? hehe

Senin, 15 Oktober 2018

Leah dan Sahabat Prianya

Oh Leah, kukasihan pada dirimu, memang persahabatan lawan jenis itu tidak mungkin tak ada perasaan yang terlibat.

Tapi... Aku ingin tertawa Leah, sayangnya cinta bertepuk sebelah tanganmu bukan karena dia menyukai wanita lain, bukan, bukan juga karena dia tidak peka, bukan... Tapi tapi... Semua itu karena dia seorang gay. :(

Oh Leah, kukasihan pada dirimu.

Salam Cinta, Jacques :)

Hehe...

*

Sial, aku menghabiskan dua jam untuk menonton film gay (tapi bukan gay yang pada umumnya, cuman berkisah tentang cara seorang pria yang merasa dirinya suka sesama jenis untuk mengumumkan ke masyarakat umum kalau dia itu suka sesama jenis), apa yang seperti Mas Salingga rasakan pas kusodorkan video roasting orang, rasanya otak jadi pusing kayak dibentur-benturkan.

Semoga orang-orang yang terindap penyakit itu sadar, kalau itu bukan bawaan, tapi penyakit mengerikan...

Minggu, 14 Oktober 2018

Balap-Balapan Liar

Sore ini, seperti beberapa minggu yang lalu, mendung sudah terkandung mengerikan, jika tak cepat maka hujan akan membasahimu. Dan jika dirimu basah, maka kamu tidak kering... hmm oke apasih...

Tapi, berbeda dari mendung-mendung sebelumnya, tampaknya perjalanan pulang ini aku memiliki sebuah permainan (setidaknya bagi diriku sendiri). Saat aku keluar dari tempat biasa, aku melihat beberapa akhwat menggunakan motor pergi duluan (dari tempat yang sama denganku). Ya, aku tidak memerhatikan seksama, cuman selintas ada yang mudah terlihat seperti warna jaket atau pola rok.

Saat itu perjalanan dibawah tol bogor, aku yang jalan belakangan setelah para akhwat itu, ternyata mendapati satu akhwat yang masih terus berjalan satu arah denganku, beberapa kali ku susul tanpa maksud apapun sebenarnya memang karena terkandung mendung aku segera bergegas.

Ketika aku belok dan memasuki jalan raya bogor, ternyata dia juga!!! Disinilah dimulai balap-balapan liar kami, lebih tepatnya, balap-balapan liarku.

Aku tak tahu siapa akhwat itu. Tapi yang aku tahu kita seolah bertanding sore itu, membuat kecepatan penuh terasa menyenangkan. Saat itu aku berada di belakangnya, tapi aku nggak mau kalah, walau aku tak habis pikir, kok wanita-wanita naik motornya pada ngebut-ngebut ya? Atau akunya aja yang lambat?

Tanpa pikir panjang, dengan berupaya bahwa kabur dari mendung ini akan sangat menyenangkan jika ada tantangan, aku pun akhirnya memutuskan untuk harus bisa melewati motor akhwat itu. Dan ya beberapa kali ku kejar, akhirnya beberapa kali berhasil. Setiap berhasil tuh ada kepuasan sendiri, kayak berhasil memenangkan sesuatu (main-main sendiri, merasa menang-menang sendiri, but, memang rasanya menyenangkan).

Tapi beberapa kali aku pun tersusul, harus aku akui gesit juga dia mengemudinya, dengan motor bertenaga 125 cc, dia melaju jauh lebih cepat saat di jalanan begitu lengang. Sementara motorku 110 cc harus beberapa kali terbalap di jalan lengang itu.

Beberapa kali kita saling menyusul saat macet-macet atau menjelang lampu merah. Terkadang aku tepat di belakangnya, atau sebaliknya. Hingga akhirnya aku pikir kita berpisah di fly over stasiun cibinong, tapi ternyata aku salah, dia masih satu arah denganku. Tapi, karena begitu macet aku masih di belakangnya.

Mengerikannya adalah, saat macet itu ternyata rem depanku blong... Wow... Beruntung Allah masih menyelamatkanku dengan remnya blong saat macet bukan saat ngebut. Sepertinya remnya kepanasan karena sering ku pake rem saat itu. Aku jadi teringat saat turun dari bukit moko dan rem blong, itu mengerikan sekali!

Saat rem blong aku pelan-pelan, walau beberapa kali aku berhasil menyusulnya bahkan sempat di sebelahnya, tapi akhirnya aku kalah pada macet terakhir sebelum kita berpisah karena aku harus pergi ke arah Tapos sementara itu dia ke arah Jakarta atau mungkin Depok.

Kekalahan terakhirku karena salah mengambil jalur, aku mengambil jalur mobil yang berada di sebelah kanan yang aku pikir akan ada celah untuk menyalip dan mengambil jalur kanan yang sebentar lagi tidak ada pembatas jalannya, tapi aku terlalu cepat. Ketika aku mengambil paling kiri jalur motor, aku mendapati akhwat itu masuk ke arah kanan, aku terkejut, karena arah kanan itu mengarah ke Tapos, tempat tujuanku selanjutnya.

Tapi, aku salah, ternyata dia sudah paham medan di sini, dia mengambil kanan ke jalan yang tidak ada pembatasnya lalu menunggu pergerakan persimpangan hingga lengan dan dia dapat menyebrang persimpangan dan melaju begitu cepat. Sementara itu beberapa menit baru jalur kiri terbuka (karena banyaknya mobil menghadang di persimpangan). Aku akhirnya tahu kapan harus mengambil kanan untuk berbelok.

Ya, balap-balapan liar tak penting itu pun berakhir, tapi benar-benar jadi tak terasa perjalanan ini, tau-taunya sudah mau membelok ke arah Tapos aja, dan Alhamdulillah tidak terguyur hujan, dan aku masih kering jadinya tidak basah... Hehe...

Soal akhwat itu, aku tidak tahu dia menyadari aku salah seorang dari tempat yang sama dengan dia atau tidak. Tapi, jauh juga ya perjalanan dia...