Jumat, 30 November 2018

Misuh-Misuh

"Aku mau bodo amatan." Kataku.

"Tapi, kamukan ndak punya dia?"

"Ah bodo amat, aku juga mau bodo amatan sama kamu." kataku misuh-misuh.

Kontemplasi Mimpi

15 menit menjelang maghrib. Sore ini langit tampak lebih gelap, hujan sedikit mengguyur. Aku dan kelima temenku masih berada di ruang kantor yang tampak lebih berbeda, pembahasan yang berbeda.

Mas Salingga bertanya. "Jadi, sebelum diakhiri Knowledge sharing Zaki, mungkin bisa ceritain mimpi atau hal yang ingin di lakuin 1 tahun 5 tahun dan selebihnya?"

Zaki tertawa kecil, ternyata dia tidak serta menjawabnya. "Aku mau jawab, kalau semuanya pada cerita juga."

Karena ini pembahasan yang sangat umum dan menyenangkan, semua pun tidak ada yang menolak untuk menjawab pertanyaan mas Salingga kepada Zaki itu. 

Jawaban dimulai dari mas Salingga sendiri. "Kalau gue sih ada niat untuk kuliah lagi, terus punya usaha sendiri gitu, intinya diumur 35 tahun gue mau punya usaha sendiri dan nggak jadi pekerja kayak sekarang gini. Kalau kuliah jurusan data sains." Kurang lebih jawabannya seperti itu jika dirangkum.

Setelah mas Salingga kita menentukan arahnya, ternyata menggunakan arah jarum jam, aku berada tepat di sebelah kanan mas Salingga. Jadi pun akulah selanjutnya. Dengan berbangga hati aku pun menjawab. "Untuk dekat ini, aku ingin menikah!" Kataku, lantas mereka tertawa.

"Karena aku tidak punya mimpi atau tujuan sekarang, jadi aku bermimpi mau wujudkan mimpi istriku aja, jadi makanya aku mau nikah!" Jelasku.

Abid protes sambil tertawa. "Kalau dapet istri yang nggak punya mimpi gimana?"

"Ya, pas kenalan cari tahulah." Jawabku.

"Kalau pas kenalan ada mimpi tapi udah nikah istri lu maunya jadi ibu rumah tangga aja gimana?" tanya mas Salingga.

"Kalau gitu, mewujudkan cita-cita anak-anaknya aja." sahutku.

"Kalau anak-anaknya nggak punya mimpi? Terus udah gede gak punya mimpikan, menikah sama istri yang gak punya mimpi." Bayang Abid.

"Looping forever gitu ya..." Tambah mas Salingga.

Kita pada tertawa saja, apalagi aku, ngakak mendengarnya. "Ya, bagaimana lagi, nggak tahu mau gimana, nikah dan wujudkan mimpi istri aja deh."

"Oke, oke, lanjut deh ke Abid." Kata mas Salingga.

Abid menjawabnya dengan wajah penuh harap. "Kalau saya tuh pengen ke lampung, pengen punya kebun sendiri dibelakang rumah, terus punya usaha pertanian sendiri, sama sebenarnya ingin punya perpustakaan gitu, di Lampung tuh minat bacanya sedikit, jika dihitung tuh, minus kali disana anak-anaknya terhadap minat baca." Dia pun menjelaskan lebih mengkhayati. "Sama mau jadi guru juga saya tuh disana."

"Mulia sekali Abid ya. Tidak menyangka." Kata Zaki sambil pada tertawa-tawa.

"Luar biasa, lalu pak Ardhi." Kata mas Salingga

"Kalau saya ingin lanjut s3, terus bikin buku, buku tentang software engineering keseluruhan gitu."

"Kalau nikah nggak mau pak?" Tanyaku menggoda-goda.

"Kalau itu mah semua mau, My." Kata Abid, pak Ardhi hanya mesem-mesem saja.

"Kalau Nadia gimana?" Tanya mas Salingga melanjutkan pembahasan karena maghrib semakin dekat.

"Hmm aku tuh pengen jadi guru juga, pengen fokus di desain, karena aku pikir desain tuh bukan sekadar visual, tapi cara berpikir. Aku pengen membuat orang menikmati desain di level tertinggi, yaitu cara berpikirnya." Kata Nadia.

Lalu Zaki menimpali dan sekalian giliran dia. "Nah, kalau Nadia kan dia pengen desain karena pengalamannya ya yang membawa dia ke desain, kalau aku tuh pengen membuat anak-anak tuh mendapatkan bimbingan yang baik untuk mereka. Nah salah satunya itu dari menulis buku anak."

Aku mengangkat tangan. "Aku boleh nambahin mimpiku gak? Kayaknya kalian keren-keren, masa aku cuman nikah sih." Katkau memelas.

Mas Salingga menahannya. "Nggak bisa!"

Aku ketawa sendiri.
Saat itu maghrib tiba.

Mendengar mimpi teman-teman disekitarku, aku jadi mikir, betapa payahnya aku ini ya, keinginannya menikah, tapi mana ada yang mau sama orang yang tidak punya mimpi atau tujuan? Padahal jelas ustadz-ustadz bilang, lihat pria itu dari visi misinya... Aku jadi tertawa sendiri.

Lalu pak Ardhi cerita kepadaku. "Dulu pak Amri bilang mau menikah diumur 35 tahun, tapi akhirnya malah 23 tahun. Istrinya masih koas lagi."

"Hmm, gimana tuh ceritanya?"

"Iya, dia sama nggak punya mimpi juga kayak kamu, My. Terus dia menikah, akhirnya kayak ada yang harus diperjuangkanlah, setidaknya keluarganya itu."

"Aku sepertinya harus berguru sama pak Amri nih." kataku.

Sampai sekarang aku masih heran, kok bisa ya mereka punya mimpi hebat-hebat gitu, kenapa aku sekarang tidak punya mimpi yang harus diperjuangkan? Rasanya benar-benar payah sekali. Mewujudkan mimpi emang begitu terjal, tapi rasanya keren dan menyenangkan.

Lalu aku bertanya ke diri sendiri, kenapa aku tidak punya mimpi? Lalu bagaimana aku bisa jangan menyerah sementara aku tidak memperjuangkan apa-apa. Aku pun bilang ke pak Ardhi, menyahuti katanya tentang tipikal hidup "Let it flow".

"Tidak pak, aku tidak orang yang mengalir begitu saja, tapi herannya sekarang aku seperti nggak ada arah."

Aku terus bertanya-tanya, dan rasanya jadi sedih ya. Bagaimana mau punya anak hebat, sementara jadi anak aja masih terombang-ambing akan jati dirinya. pffft... Untuk menikah pun saja rasanya malu, bahkan untuk memikirkannya pun. Bahkan bahkan menulis ini pun malu.

Bukankah mimpi itu yang mematahkan keterbatasan dan mewujudkan harapan? Tapi, dimana mimpiku itu? Haruskah aku terlelap untuk melihatnya? Atau jangan-jangan aku hanya tidak bisa menentukan? Payah sekali bukan?



Kamis, 29 November 2018

Keraguan

"My, rasanya gue mau bodo amatan, tapi kepikiran terus."

Aku menoleh. "Kok bisa? Kenapa lagi?"

"Susah dijelasin, tapi gue udah mau bodo amatan eh malah ada ginian."

"Apa emang?"

"Itu, gue ngelihat lokasi dia di tempat nggak bener."

"Kok tahu?"

"Iya, gue masih shareloc sama dia."

"Kalau begitu gak usah pusing, matiin aja semuanya. Biar ndak kepikiran."

"Tapi ... "

"Keraguan akan meghalangimu, tetap atau pergi." Aku beranjak dari kursiku.

Percayalah percakapan diatas hanya fiksi, tapi keraguan yang diceritakan itu nyata.

Angka 7

Sederhana saja aku menyukai angka 7.

Tanggal lahirku 6/8/95. Jika diurutkan 5689. Disitu tidak ada angka 7. Dan angka 7 dihapit oleh tanggal kelahiranku. Lalu aku suka angka 7.

Sebenarnya tidak begitu sih. Tapi aku suka angka 7.

Rabu, 28 November 2018

Tidak Ada Perpisahan Yang Menyenangkan

Belakang ini, keretakan rumah tangga seolah makanan sehari-hariky. Dari seleberiti ataupun dari lingkungan sekitar. Rasanya, apakah perpisahan adalah salah satu solusi yang mereka pikir adalah terbaik? Entahlah, banyak latar dari mereka-mereka yang tidak aku pahami.

Nyatanya, bertahun-tahun, berjuang berama, mencintai, tidaklah menampikkan keretakan atau bahkan perceraian. Terkadang selama bersama, sering kali membela mati-matian pasangannya dan tidak mendengarkan orang tuanya, bahkan dari sebelum menikah. Namun, ketika keretakan atau menjelang perceraian itu terjadi, mereka pun pergi kemana? Ya, ke orang tua masing-masing. Walau tidak semua kasus seperti itu, disini aku bisa membayangkan, seberapa sayang kita terhadap seseorang, bahwa tempat pulang kita tetap orang tua, karena mereka--orang tua--tidak punya alasan untuk melakukan perpisahan dengan anaknya, ikatan sepanjang hidup. Walau mungkin ada saja masalah anak dan orang tua.

Setelah bertahun-tahun membela sang istri atau suami, ketika keretakan terjadi, mereka mencari-cari orang yang paling mengerti, yang paling bisa menerima kita, yang paling bisa membantu, itu adalah orang tua.

Tapi, bukan permasalahan membela sang istri atau suami, atau mencari tempat cerita dan ingin dimengerti. Sebenarnya, beberapa hal terjadi karena kurangnya ilmu. Mungkin sekarang banyak penjelasan ilmu parenting atau pasangan suami istri, tapi mungkin dahulu masih terbilang minim, bahkan hanya berdasarkan pengalaman orang tua saja.

Tanggung jawab, bermulanya permasalahan itu kata ayahku di facebooknya adalah mengabaikan tanggung jawab. Banyak pertikaian terjadi jika sang istri atau suami mengabaikan tanggung jawab atau tidak tahu akan tanggung jawabnya.

Selain itu sebenarnya banyak lagi, tapi mengerti akan tanggung jawab itu sangat-sangat penting. Bahkan tanggung jawab terhadap perannya itu sebenarnya bukan hanya untuk suami istri saja tapi dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita terlalu fokus apa yang dikejar atau mungkin hawa nafsu tapi melupakan apa yang jadi tanggung jawab kita, terkadang begitupun aku, terkadang lupa akan tanggung jawab sebagai anak, atau bahkan sebagai kakak, atau sebagai cucu pertama.

Dan paling menyedihkan dari pertikaian dan perceraian adalah sang anak. Terkadang aku senang membayangkan sebuah keluarga hidup bersama hingga orang tuanya pada tua, lalu lahirlah para cucu hingga cicit dan ketika lebaran kumpul bersama berbagi cerita pada tiap-tiap perjuangan keluarga. Rasanya senang, tapi jika melihat pertikaian dan perceraian di depan mata, rasanya sedih membayangkan masa depan anaknya--bukan, bukan berarti masa depan anak akan suram serta merta.

Nyatanya, bertahun-tahun bersama, bisa jadi kita bukan saling belum mengerti, tapi kita abai akan hak dan kewajiban. Bisa jadi bukan saling belum mengerti, tapi kita memang tidak mengerti, akan ilmu kehidupan itu sendiri.


***

Ini nulis apa sih sebenanrya, aku juga bingung. Wkwkwkwkwk. Semoga semua baik-baik saja dan diberikan jalan oleh Allah yang terbaik.

Ketika Tawa dan Nangis Berpadu

"Ajima, ini kamu tuh nangis apa ketawa sih?"

Ajima menyengir tertawa tapi bersamaan mukanya seperti menangis.

"Om bingung tahu, ini kamu nangis apa tertawa?"

Ketika dibercandain ia terus melakukan seperti itu, terkadang benar-benar menangis dan sedih karena teringat, iya teringat tadi pagi Ajima disuntik imunisasi.

"Tapi, Ajima nggak nangis kok, yang lain pada nangis." Kata Ajima jika berbicara tentang suntikan imunisasi tadi pagi.

Terkadang aku mengira dia menangis tapi malah tertawa, ketika suatu waktu dia terlihat tertawa ternyata menangis, aku pikir ah itu bentar lagi paling tertawa, tapi ternyata tidak, tangisnya semakin besar. Aku panik. Setiap anak kecil menangis di kepalaku melakukan pembenaran. "Ajima udah capek ya ... " aku menyumput setelah itu hehe.

Sepulang dari shalat maghrib, aku bertemu lagi dengan Ajima. "Mainnya disini aja." Kata Ajima, masih ingin bermain. Tapi aku tidak bisa, rasanya sedih.

"Diatas aja yuk, rame-rame mainnya."

"Disini aja." Pinta Ajima

Akhirnya aku meninggalkan Ajima setelah memutar anak tangga dan tiba di lantai 2. Ajima dilahirkan oleh ayah dan ibu yang luar biasa, besarnya insya Allah dia menjadi anak yang luar biasa pula.

***

Aku tidak tahu tulisan Ajima seperti apa, tapi aku seneng membacanya Ajima, lebih gimana gitu.

Belakangan ini sering godain anak kecil yang sedang dibonceng dengan memainkan raut wajah, rasanya seneng aja kalau perhatiannya mengarah kepadaku, apalagi kalau tertawa.


Senin, 26 November 2018

Melangkah Lagi

Ada dua luka dari satu kejadian, sakit hati dan ingin membenci. Siapa bilang aku tak bisa marah? Aku hanya tidak pandai menyampaikan, maka dari itu aku lebih baik diam. Siapa bilang aku tak bisa mendendam? Aku hanya tidak pandai membalasnya.

Ada satu cerita dari dua kejadian, cinta. Siapa bilang aku tidak bisa mencintai? Aku hanya lelah dengan prasangka-prasangka.

Ada dua mimpi dari satu cerita, harapan dan kenyataan. Sekarang, aku malu-malu saat berharap, aku lebih tidak yakin akan harapku. Aku lebih mencintai kenyataan sepertinya, untuk saat ini.

Ada dua kata dari satu kalimat, jangan menyerah. Saat ku mendengar lagu-lagu dari daftar playlistku yang dibuat acak, dua kata itu terdengar indah. Walau berat.

Ada satu hati dari satu wujud, kecewa. Siapa bilang aku tak bisa kecewa? Aku hanya menahannya, agar mata-mata ini tak berkaca, agar-agar aku bisa menahan dua luka satu kejadian satu cerita dua kejadian dua mimpi satu cerita dua kata dan satu kalimat.


Dan aku harus melangkah lagi, harap-harap terus bersama, dengan kalian-kalian.

***

22.22 WIB
Masih dikantor, membayangkan apa yang pernah terjadi, tapi tak ada senyuman, hanya rasa penasaran yang belum terjawab. Mungkin perjalanan memang masih panjang, dan kuharus lebih harus melangkah jauh, sangat jauh lagi.

Sekarang kuharus pulang.

Minggu, 25 November 2018

Mbok Sabar

Hari ini membuktikan, orang yang berjuang sungguh-sungguh dan orang yang seadanya (ini aku) hasilnya jauh, sangat jauh. Mungkin bisa jadi akan menyesal, tapi hari ini hari terbaik melatih kesabaran. Luar biasa hiks...

Sabtu, 24 November 2018

Pepohonan Silih Berganti

Akhirnya kubisa melepas jenuh
Sepanjang jalan yang tidak pernah habis
Alih-alih melepas pandangan lurus ke depan
Akhirnya aku menemukan,
pandangan perjalanan yang menyenangkan

Kuhadapkan kepalaku sedikit mendongak
Perjalanan terus berlalu
Mataku seperti elang,
Memasang jangkauan setengah lingkaran

Aku mendapati
Pepohonan silih berganti
Terkadang lampu jalan berpendar
Atau mati

Aku mendapati
Langit-langit seolah bergerak
Namun semu
Terkadang bulan atau mentari

Aku mendapati
Balkon-balkon rumah
Atau atap-atap yang kusam
Sesekali lampu kelap-kelip tempat kopi

Aku mendapati
Pepohonan seperti di video musik
Berjalan lambat atau cepat
Aku menyukainya

Aku mendapati
Seolah di kupingku terdengar alunan musik mendayu
Membayangkan perjalanan menyenangkan
Selalu ada senyuman disana

Perjalanan itu pun berakhir
Sesekali tapi lebih sering tidak
Atau mungkin, masalah waktu
Dan perjalanan itu kembali terjadi

Dan-dan, aku terus mendongak sedikit
Menatap apa-apa yang kulewati
Dengan membayangkan kebahagiaan
Menyimpulkan senyuman.

***

Sekarang setiap mendongak dan membayangkan yang pernah terjadi, aku bisa senyum-senyum tenang sendiri. Tapi hari ini, rasanya berantakan sekali, seperti menyerah sebelum berperang, seperti kabur sebelum menantang, seperti pecundang tak tahu malu.

Hidupku Tak Indah

"Hidupku tidak seindah hidup mereka." kata si bocah termenung.

"Kok kamu ngomong-"

"Tapi hidup mereka tidak seindah hidupku. Hahahaha." Si bocah tergelak bahagia, hingga matanya berkaca-kaca.

Temannya memasang wajah masam.

Weekend Ini

Pengen ke wisudaan weekend ini.
Pengen ke tempat Ahmad weekend ini.
Pengen hadir ke acara uxid weekend ini.
Tapi, harus rollercoaster weekend ini.

Weekend macam apa ini?
Ya weekend macam beginilah.
Alhamdulillah~ Wa syukurillah~ Bersujud, kepadaMu, ya Allah~

Beruntung

"Aku bosan merasa beruntung terus." kata si bocah.

"Maksudmu?"

"Ya, aku selalu beruntung memiliki teman-teman yang hebat. Aku selalu bisa mengandalkan mereka."

"Lalu, kenapa bosan?"

"Aku ingin, mereka yang beruntung memiliki teman sepertiku."

Teman si bocah tertawa kecil. "Kita merasa beruntung memiliki teman sepertimu."

"Apa yang membuatmu merasa beruntung berteman denganku?"

"Karena berteman dengan dirimu, aku merasa tidak lebih payah." Temannya kini tertawa ngakak.

"Persetan denganmu." Si bocah melempar koin ditangannya ke danau yang berada di hadapannya.

Jumat, 23 November 2018

Bergantian Kilat dan Gemuruh Langit Dirasa

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Seperti sedih dan terisak
Meringkih dan tertatih,
Dalam gelap menyelimuti

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Malam datang lebih pagi
Semua usaha terhenti
Malam waktu beristirahat

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Suaranya seolah bising, padahal itu ironi
Cahayanya seolah mengejutkan, padahal itu peringatan
Bibir terkatup, takjub, padahal itu teguran

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Lagu-lagu terdengar silih berganti
Menutupi rasa takut
Diluar yang dingin dan mengerikan

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Sabar-sabar menanti
Karena siapa tahu nanti
Sabar itu memberi arti

Bergantian kilat dan gemuruh langit dirasa
Ketika mereka usai
Langit yang gelap pekat tersemburat oranye
Awan-awan mengikis diantaranya, indah

***

Malam terus berlalu, hujan telah terhenti, dan entahlah.
Waktu bisa berjalan lebih lambat, bisa lebih cepat. Tergantung, tergantung apa yang dikerjakan, apa yang dirasa, apa yang mengelilingi sekitar. Kalau begini rasanya lama, walau bersyukur karena waktu masih lama, tapi seolah jalan perlahan, padahal rasanya sudah begitu malam.

Malam-malam itu tidak mengampuni, rasa-rasa itu telah berubah-ubah menjadi sesuatu yang sulit dimengerti. Entah apa-apa rasa yang ingin ditulis, tapi rasanya aneh.

Karena sabar dan bertahan, akan membuahkan arti. Tersenyum sedikit, mengingat-ingat kebaikan yang pernah terjadi.


Rabu, 21 November 2018

Latih dan Melatih

Insting itu dilatih
Feeling itu dilatih
Emosi itu dilatih
Intuisi itu dilatih
Nurani itu dilatih
Bakat itu dilatih
Kepimpinan itu dilatih
Rasa itu dilatih

Waktu itu untuk melatih
Lingkungan itu untuk melatih
Ujian itu untuk melatih
Berhasil itu untuk melatih
Gagal itu untuk melatih

Membosankan

"Hidup mulai membosankan." Kata si bocah.

"Kenapa?"

"Ya, begitu-begitu aja, bangun tidur, kerja, pulang, dan begitu terus entah sampai kapan." Si bocah memasang wajah misuhnya sambil melipat-lipat koin di tangannya.

"Nggak ada yang lagi dikejar emang?"

Si bocah menggeleng. "Bingung, selepas kuliah kayak tanpa arah."

"Hmmm, kalau gitu pantes aja bosan. Nggak punya mimpi sih."

"Terus gimana dong?"

"Ya buat mimpilah, pilih dari sekian juta mimpi di muka bumi, kejar, terus dapet deh."

Si bocah menyandarkan wajahnya ke tangannya yang berdiri kokoh berlandasan pahanya. "Tidak, aku tidak tertarik membuat mimpi."

"Terus mau kamu apa?"

Si bocah tersenyum, sambil menatap jalan raya yang berada tepat di hadapannya dengan pandang yang kosong. "Nanti aja, cari istri yang punya mimpi tinggiiiiiiii, baru deh aku nebeng ke mimpinya, bantu mewujudkannya gituuuu." Si bocah menatap temannya seraya menggoda.

"Halah, membosankan sekali mendengarnya."

"Aku juga bosan." Air muka si bocah berubah 180 derajat, dari yang ceria menggoda lalu datar mengerikan.

Lilin Mulai Padam

Hanya melihatmu sekelebat
Itupun dari kejauhan
Hanya punggungmu
Di dalam cahaya yang jauh dari terang

Terkadang kuhanya mendapati suara terngiang
Lalu kucari dimana itu berasal
Tapi aku lupa, bukankah kamu hanya angan?
Dan setiap tersadar, aku bisa tersenyum tenang

Tapi tak apa
Kupikir ini tempat yang tepat
Melihat dari kejauhan
Mengagumi dalam diam

Iya, mengagumi
Karena kamu sudah jauh, sangat jauh di depan
Dan aku masih terdiam, menatap jarak antar kita
Lalu tersadar, dan aku tersenyum tenang

Aku tak tahu,
Entah kamu menyadarinya atau tidak
Tapi jangan takut menoleh ke belakang
Aku hanya terdiam, tak menuntut apa

Tapi, biarkan saja aku
Mengagumi dari kejauhan
Di cahaya yang mulai padam
Dengan tersenyum tenang

Tidak, kamu memang terlalu pantas untuk dikagumi
Aku tidak berlebih atau mengada
Atau sedang berusaha mencuri perhatian
Tapi memang begitu adanya

Terlalu banyak alasan
Untuk terus mengagumimu
Sampai aku lupa, apa aku harus tetap terdiam dan mengejar?
Ah, bagiku mengagumi sudah cukup

***

Belakangan ini terlalu banyak senggang, tapi beberapa hari ke depan, aku melihat bongkahan es yang harus kucairkan. Semoga Allah berikan kebaikan dan keberkahan di dalamnya.

Basket

Kemarin lihat postingan Husna tentang bermain basket sama suaminya dan adik kecilnya, kok aku sebel ya, apa ini dinamakan iri? haha

*

Nanti kapan-kapan diajarin main basket ya, nak. Biar ada temennya.

Setan Pun Manusia

Dasar Manusia. Kalau belum punya musuh bersama kerjaannya saling memusuhi. Apa harus begitu agar semua manusia akur? Padahal jelas-jelas setan musuh bersama manusia, sayang saja perkara wujud tak mudah digambarkan. Tapi setan pun manusia.

Selasa, 20 November 2018

Hanya Mengingat

Hanya ingin menulis, november menjadi bulan cukup bersejarah.
Bulan ini aku wisuda, setahun yang lalu tanpa mbahkung tanpa Salma.
Bulan ini Aufa semakin tua, yang berarti aku lebih tua lagi.
Bulan ini ummi semakin tua, yang berarti aku harus siap apapun yang terjadi.

Senin, 19 November 2018

Wanita Cantik dan Pria Jelek

Di suatu warung, malam minggu.

"Ah, benar ya, wanita cantik sekarang banyak sekali." Kata si bocah menatap orang hilir mudik bermalam mingguan dengan pasangannya menunggangi sepeda motor mereka. "Ini seleraku menurun atau memang banyak wanita cantik sekarang?"

Temannya menyahuti. "Selera kamu yang turun."

Si bocah menoleh ke arah temannya. "Berarti, sekarang perihal wanita cantik menjadi pasangan pria jelek itu wajar ya, karena wanita cantik terlalu banyak, sehingga maka sehingga pria jelek tidak punya pilihan selain menjadi pasangan wanita cantik."

Plak...

"Teori apaan itu?" Kata si nenek penjual warung.

"Loh betul dong, nek. Jadi wanita cantik berpasangna dengan pria jelek itu bukan matre, karena sekarang wanita cantik terlalu banyak dan pria jelek tidak punya pilihan lain."

"Tidak begitu, cah. Wanita tuh, kalau suka atau cinta sama orang tuh tidak begitu melihat rupa, kalau hati dan tindakan pria itu baik, maka wanita secantik apapun dan pria sejelek apapun pasti bisa bersama."

Si bocah mengangguk paham. "Oh, begitu ya, nek. Berarti banyak wanita yang suka sama saya karena saya baik siifat dan tindakannya ya?"

Si nenek menggeleng menolak pernyataan si bocah. "Salah! Itu karena mereka belom tahu kamu lebih jauh, sifat kamu gimana, dan nyebelin kamu gimana, kalau udah tahu mah pasti pada sadar! Haha." Nenek tertawa bahagia.

"Berarti kakek kurang beruntung ya, baik, tapi bukan wanita cantik yang menyukainya." gerutu si Bocah kesal.

"Enak aja! Awas kamu ya!" Si nenek sudah bersiap ambil pukulan kasur untuk mengjar si bocah.

Warung itu ramai dengan tawa saat itu.

Membuat Pembenaran

Bagiku mudah saja untuk menentukan bermain game atau tidak. Bagiku mudah saja untuk bermain olah raga apa atau tidak. Bagiku mudah saja untuk ngumpul bersama atau tidak. Karena bagiku, semua itu punya satu pembenaran--untukku--yaitu berjumpa dan bercerita.

Mungkin orang tuaku mengira aku maniak bermain game, nyatanya aku hanya bermain jika orang-orang bermain dan membicarakannya. Mungkin teman-temanku mengira aku maniak segala jenis olah raga, nyatanya aku hanya ingin melepas keringat, penat, dan berjumpa dengan orang lain--selain pada pertemuan game. Mungkin bagi adik-adikku ngumpul bersama teman-teman adalah buang-buang waktu, bagiku itu adalah perjuangan melepas tawa.

Dari ketiga itu, jika aku membuat pembenaran, itu adalah melupakan sejenak masalah dunia. Ketiga itu membuatku melupakan sejenak masalah-masalah yang sering aku pikirkan. Jika aku membuat pembenaran lainnya, ketiga itu adalah obatku melepas kesepian, kesepian yang dari kecil hingga kini selalu mencekamku, membuatku sesak.

Dari kecil diriku payah sekali berkomunikasi, lebih-lebih dengan keterbatasan pengucapan. Sehingga aku melakukan apapun untuk bisa berbincang dengan yang lain. Semenyedihkan itu? Tidak juga, aku memang suka semua yang kulakukan itu, aku menyukai banyak hal, aku tidak pernah konsisten, dan aku menikmatinya.

Walau terasa hanya pembenaran, tapi aku tidak pernah bosan dengan tiga hal itu.

Masjur

Kemarin malam ada pemilihan ketua Aksara baru, aku sampai lupa dulu pernah begitu intens terhadap Aksara, bukan intens, bahkan menjadi keluarga pertama di kampus. Setiap hari ketemu orang-orang di dalamnya. Bahkan 24 jam mungkin kalau weekend, karena diriku tidur di sekre Aksara.

Dulu sekre Aksara sangat rame, 24 jam ramenya, sekarang sudah tinggal kenangan karena bangunannya dibongkar. Dulu sekre Aksara menjadi tempat rapat, melepas penat kuliah, bahkan berkarya bersama. Pokoknya dulu kosan hanya tempat naro baju.

Dan sekarang Aksara udah kepengurusan kelima, cepat sekali ya. Aksara itu baru ada ketika aku hampir segenap kuliah, sebelumnya bernamakan Masjur, masyarakat jurnalistik. UKM pertamaku, masuk karena suka nulis, tapi disana malah jadi apa-apa entahlah hehe

Tapi, diluar itu semua, kekeluargaan masjurlah yang membuatku mengenal banyak orang, dunia perkuliahan lebih awal (karena banyak kakak kelas), dan rasanya berorganisasi. Dulu mungkin terpikir untuk maju jadi ketua Aksara, tapi pas jadi ketua divisi aku merasa tak sanggup, aku pun berpikir, aku bukan tipikal manusia yang suka memimpin. Dari situ aku paling enggan disuruh memimpin sesuatu, apalagi skala besar.

Kemarin malam ada pemilihan ketua Aksara, lihat di grup alumni, ramai mengirim pertanyaan-pertanyaan untuk calon ketuanya, aku yang tidak terlalu suka perihal birokrasi dan embel-embelnya hanya menyaksikan dan mengingat-ngingat kembali masa-masa itu.

Biasanya pemilihan ketua Aksara itu bertempatan di Sekre SC (Student Centre), dimulai sehabis Isya, hingga selesainya, bahkan hingga subuh, jadi anak-anak pada nginep, pemilihan dari musyawara mufakat hingga buntu menjadi voting.

Banyak sekali drama dan argumen-argumen keluar setiap pemilihan, seingatku aku hanya sekali berargumen, itu sudah pencapaian terbaikku. Aku malu sekali dulu berargumen, karena takut tidak penting.

Argumen yang kekeuh itu bisa membuat panjang pemilihan, hingga pagi bahkan. Tentu saja sebelum pemilihan semua calon ketua melakukan pemaparan visi misi dsbnya, lalu setelah itu di persilahkan keluar, nah para pemilih debat dah tuh sampai pagi, lalu ketika menemukan hasil, dipanggil lagi dah calon ketua, biasanya calon ketua udah pada ketiduran di sekre tuh, jadi pas dipanggil lagi mukanya pada beler haha.

Setelah dipanggil, mereka berdiri membelakangai para pemusyawarah, lalu sang ketua sebelumnya membawakan jaket untuk diberikan ke ketua terbaru, terkadang ini masa-masa menyebalkan, suka dilama-lamain dan didrama-dramain, hingga akhirnya sang ketua lama memberikan jaket ke ketua baru.

Lalu selamat dan sepatah dua patah, foto-foto dengan muka pada beler karena menahan kantuk.

Walau begitu, itu seru-seru aja sih. Apalagi mengenangnya, masa-masa belom mikirin duit dan nikah-nikah apalah itu haha

Jadi kapan masjur kumpul lagi? Eh kenapa masjur? Karena anak aksara sebenarnya tidak begitu dekat. Dulu masjur itu hanya wilayah teknik belum tergabung sama manajemen dsb, makanya lebih akrab sama temen masjur, hehe.

Kuasa Allah

"Bukan dunianya yang sempit, tapi kuasa Allah yang begitu luas." - Ka Cime

(kakak yang selalu teringat ke Sitah, dari gerak-gerik, wajah, dan pembawaan seorang ibu yang penyayang anak-anak, seperti biasa Hilmy selalu mencocok-cocokkan)

*

Hari ini hari terakhir KBM, minggu depan udah akhir semester saja. Tapi bukan akhir KBM yang ingin kuceritakan. Saat itu menjelang shalat ashar, aku mendengar seorang murid yang duduk disebelahku menyebut nama pondok adikku. Aku yang ngeh, lantas menghampirinya dan menanyakan. 

"Anak ustadz disana?" tanyaku.

Sang ustadz menjawab. "Iya, kenapa?"

"Wah adik-adik saya di sana juga Ustadz."

"Oh ya? Siapa namanya?"

"Salma-Qonita."

"Wah iya, itu temennya anak saya."

Singkat cerita ternyata anak pertamanya itu satu angkatan dengan adikku yang kembar, sementara itu anak keduanya kakak kelas adikku yang ketiga--si Aufa.

Sebelumnya aku beberapa kali ngobrol dengan beliau, katanya beliau tau tempat tinggalku, dan ternyata beliau kenal dengan tetanggaku, yang juga teman abiku. Dan ternyata, setelah tahu adikku, beliau pernah ke rumahku, dulu waktu sama-sama ingin mengunjungi pesantran adikku dan anak beliau.

Jadi abi dan umi kenal sama beliau begitupun sebaliknya. Aku terkejut, tidak menyangka sekecil itukah dunia? Tapi, ketika aku berpikir bahwa dunia itu kecil, aku jadi inget kata-kata ka Cime, bahwa bukan dunia yang kecil tapi kuasa Allah yang begitu luas. Dan sekarang aku merasakannya, kuasa Allah yang mempertemukan aku dengan orang-orang yang tidak sangka ternyata ada hubungan entah kenal dengan adikku, atau umi abiku, atau teman-temanku, saudaraku dan banyak lagi yang terkadang buat tidak menyangka.


Sabtu, 17 November 2018

Diary Sebelum Tidur

Kerjakan kewajiban dulu baru minta haknya. Tunjukin dulu baru dikasih. Usaha dulu baru dapat hasilnya. Buktikan dulu, baru pinta janjinya.

*

Kemarin, diceritain kisah tentang perjuangan orang kantor yang ditulis oleh istrinya. Disitu terdapat empat poin perjuangan yang dimana menunjukkan sebuah cinta yang luar biasa yang ditunjukkan oleh sang suami terhadap istri dan anaknya, keluarganya.

Dari pembuktian itu pun, sang istri memberikan ruang untuk sang suami dalam menikmati permainan terkhusus game online mobile. Mendengar itu, aku merasa payah, sang suami sudah menunjukkan segalanya sehingga ia pantas diberikan hadiah seperti itu. Sementara itu aku hanya kerjanya main game pfft...

Tapi belakangan sang suami--yang juga jadi atasan baruku--memutuskan untuk menyudahi bermain game online karena merasa semakin menyita waktu dan tidak membahagiakan, apalagi kalau kalah. Walau sempat main Ragnarok bareng, dia pun akhirnya keluar dari grup karena tidak intens seperti kita-kita--aku dan anak kantor lainnya.

Aku pun merasa sepertinya harus segera taubat. Jadi keinget, kalau ngomong kapok atau nggak lagi tuh dulu di lab selalu ada yang protes sambil menggerutu. "Halah, sekarang aja ngomong sok-sok ini itu lah ini itu lah, nanti juga gitu lagi. Halah." Dengan keselnya. Lalu ketika aku benar-benar kembali mengulangi kesalahan disambar dengan. "Tuhkan. Sok-sokan."

Aku rasanya ngakak haha...

Hmm... Balik lagi ke bahasan awal deh, ya terkadang aku merasa terlalu menagih hak, terlalu ingin dikasih, terlalu ingin hasil, terlalu ingin pinta janji, padahal usaha beluman, menyelesaikan kewajiban masih malesan, menunjukkan juga yang seadanya, pembuktian? Duh semakin terasa payah. Kerjaan? Main game... Makin-makin haha

Memang semuanya butuh pengorbanan, entah waktu atau pikiran, entah jiwa atau harta. Rasanya kalau keluar dari menatap ponsel atau layar laptop, dunia itu seru, banyak hal yang bisa diperjuangkan dan diceritakan, untuk digenggam atau sekadar dikenang.

Entah ini ngomong apa ngalur ngidul, belakangan ini tidur larut terus, inget almarhum pak Milo, harus hidup sehat. Selamat malam, selamat tidur.




Penjelajah Waktu dan Tempat

Mengingat lagu dan kenangannya.

Jika dokter Murphy (tokoh good doctor) bisa mengingat kenangan lewat aroma, aku bisa mengingat kenangan lewat lagu-lagu. Setiap lagu lama yang didengar selalu terlintas ingatan-ingatan di masa itu. Seperti terbangan ke masa lalu, menatap setiap detil yang terjadi, ada tawa atau canda tak sedikit sedih dan keindahan di masanya.

Selain itu, tentu saja tempat. Setiap aku ke tempat yang pernah aku jumpai, aku selalu tenggelam ke dalam memori-memori lama.

Aku bertanya ke Mas Salingga. "Apa hal paling berkesan sama istri yang buat mengingatnya penuh haru?" Pertanyaan itu terbit setelah mendengar kisah pembuktian cinta seseorang suami ke istrinya (cielah), tapi kisah itu memang luar biasa pengorbanannya.

Mas Salingga menjawab. "Gue tuh orangnya melankolis, jadi setiap hal tuh berharga banget bagi gue, selalu terkenang terus."

Aku tersenyum senang. "Aku juga, pria melankolis!" Sahutku bahagia.

Sekarang aku tahu kenapa aku bisa membicarakan hal tidak penting dengan Mas Salingga, karena kita selalu merasakan hal kecil itu begitu penting. Setidaknya bagi kita. Atau mungkin ini benakku saja? Ah biarlah.

Dan setiap kenangan itu, akan selalu terekam, baik dari apa yang dilihat, didengar, dihirup, ditawai, atau ditangisi sekalipun. Semua ini berbekas untukku.

Aku bisa menjelajah waktu dan tempat dimana serta kapanpun.

Jumat, 16 November 2018

Numpang Tidur

Nonton tadi selepas maghrib mengingatkan aku pada setiap nonton-nonton selama di Bandung dengan anak-anak kosan. Mereka pasti bakal bilang kepadaku.

"Ah ini mah paling Hilmy cuman pindah tempat tidur aja dari kosan ke bioskop."

"My, malam ini mau nonton, tidur dulu ya sebelumnya."

"Hilmy mah banyak duit, ke bioskop cuman numpang tidur."

Ya begitulah mereka selalu mengingatkan. Karena hampir setiap nonton bareng anak kosan pasti aku ketiduran. Dan begitu pun tadi, harap-harap CGI tingkat tinggi ditambah cerita yang menarik, tapi alur ternyata berjalan lambat dan tubuh lelah alhasil tidur pun pulas... Sayang uangnya ya... pfft.

Tidak hanya di bioskop, biasanya kalau lagi nonton rame-rame di kamar Erik pasti semua melihat gerak-gerikku, kalau aku sudah rebahan atau nempel kasur atau bantal pasti ada yang bilang. "Yah, ini mah tidur." Dan benar saja, pasti aku bangun tengah malam, kamar Erik udah sepi, bahkan lagi pada tidur semua, lalu aku pun kembali ke kamarku.

Sebenanrya perkara tertidur pas nonton itu alasannya sederhana, kalau nggak aku kecapekan, ceritanya tuh terlalu lambat dan kurang action. Karena setiap ke bioskop yang kuharapkan adalah CGI yang menawan dan suara yang menggema sehingga feelnya terasa, maka dari itu aku males nonton drama di bioskop, rasanya sayang aja. Kecuali memang ramean.

Akhir

(Dan) Pada akhirnya perpisahan tidak bisa terelakkan.

Mungkin dengan sedikit tawa dan kenang yang tersimpan.

***

Mungkin ini tulisan terakhir tentang perpisahan.

Kamis, 15 November 2018

Ketidakpentingan yang Ingin Kuceritakan #3

Persimpangan, sesuatu yang membosankan
Alih-alih banyak pilihan nyatana tidak
Aku hanya terjebak dari pengelihatan dan perasaan
Alih-alih penuh harap nyatanya gelap

***

Sudahan mungkin main gamenya, atau kurangin
Saatnya mencari uang
Karena bisa jadi menikah lebih cepat
Agar amplopku siap, memasuki tamu undanganmu

***

Tadi melihat foto temen yang tidak tahu kabarnya
Teman mungkin pertama kali baca tulisan mentahku dan membantu membenahinya
Teman yang menemani saat berbulan kakekku sakit
Teman yang mengajarkan aku kalkulus, fisika, dan AI
Teman yang tak pernah tegur sapa
Dan kurasa dia semakin gendutan

***

Kumerasa tidak profesional sekali belakangan ini, rasanya enggan sekali bekerja, enggan melakukan apapun, entah apa-apa yang kurasa ini, entah apa-apa yang ingin aku kejar ini. Aku seolah sedang tak peduli apa-apa.

***

Umi harus mengakui hasil nasi buatanku, bahkan pas ditaruh di bekal nasina menjadi seperti ketupat. Umi harus mengakuinya.

***

Aku membeli baju, celana, dan makanan cepat saji hanya dengan 30 ribu, itu adalah pencapaian terhebatku tahun ini. Terima kasih ya Allah atas rizkinya. Semoga barokah.

***

Selalu ada yang tak suka dengan kita, entah bagaimana caranya, mereka selalu menemukan cara terbaik untuk melakukan itu. Membosankan.

***

Kau tahu? Bagiku, semua yang aku lakukan adalah untuk bersosialisasi, dan tepat sekali aku dikaruniai berbagai macam kemampuan. Aku bisa lebih dekat dengan berbagai macam orang dengan cara yang berbeda, dari bermain game, olah raga, cara berpikir, membuat proyek, dan banyak lagi. Terkadang pembicaraan baku terlalu palsu, kita butuh yang saling membutuhkan, yang membuat kita penting satu sama lain sehingga semua berjalan begitu saja.

***

Tadi mbak Novi ngechat di grup underground kantor, dia heran kok dikantor cuman 3 orang, apa jangan-jangan ada prank? Apa jangan-jangan tanggal merah? Aku tertawa membacanya.

***


Bagian sebelumnya



Kenapa Harus Berpisah?

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Bukankah itu menyedihkan? Menyisakan luka atau kenang, itu tidak penting, permasalahannya adalah bukankah jika berpisah tidak bisa membuat kenang atau luka itu sendiri?

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Setelah berlama-lama bersama, menjalin sebuah kisah atau bahkan merajut sebuah mimpi, saling berpikir, bagaimana semua itu akan berhasil, mimpi-mimpi yang tengah dirajut. Bukankah itu menyenangkan?

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Bukankah rindu itu tidak mengenakan? Bukankah rindu itu menyayat hati? Apalagi rindu yang tak mungkin terbalaskan lagi, perpisahan itu mengkebirinya. Bukankah itu yang tidak kita inginkan?

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Bukankah segala masalah bisa dibicarakan baik-baik? Bukankah masalahanya yang harus diselesaikan? Bukan perpisahan yang harus diadakan. Bukankah masalah itu akan terus ada? Apa perpisahan itu menyelesaikannya?

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Bukankah bersama-sama itu bisa saling menyemangati? Bisa saling memberi, bisa saling menertawakan, bisa saling bertukar pikiran, bisa saling menceritakan, bisa saling memikirkan.

Kenapa? Kenapa orang-orang ingin berpisah? Bukankah luka itu selalu ada? Bukankah masalah itu memang selalu ada? Bukankah kepahitan itu selalu ada? Bukankah memang begitu kehidupan? Lantas kenapa harus berpisah?

Kenapa? Kenapa perpisahan itu ada? Kenapa? Ah, aku tidak ingin membencinya, karena pertemuanlah penyebabnya. Tapi, kenapa? Kenapa begitu mudah dan begitu saja? Atau mungkin aku yang tidak tahu, betapa beratnya, betapa sulitnya, berpisah. Tidak, tidak semudah yang aku lihat, perpisahan itu memang selalu sulit.

***

Ada dua kisah yang teringat dikepalaku. Dua kisah ini tentang perceraian. Kisah pertama, di sebuah negara afrika, ada tradisi dimana ketika mereka mau bercerai, mereka harus melakukan perceraian dengan menggunakan pakaian pernikahan mereka dan... Banyak dari mereka akhirnya tidak melanjutkan perceraian mereka karena teringat awal mereka bertemu menjadi satu.

Kisah kedua, ada sebuah cerita seorang wanita meminta untuk digendong ke kamar tidurnya selama 30 hari sebelum melakukan perceraian seperti pertama kali mereka menikah. Sang suami pun melakukannya, selama melakukan itu ia merasa sedih dan teringat berbagai macam kenangan yang telah berlalu. Akhirnya pun sang suami tidak jadi bercerai dengan istrinya.

Rabu, 14 November 2018

2 untuk 1

Ternyata jalan menurun dari al fauzen itu indah
Melihat horizontal dibingkai oleh pepohonan rindang
Ditengahnya langit-langit terlihat awan membubuh tinggi
Warnanya kebiruan, bulan menyinarinya dengan temaram

Perjalanan itu turun
Dengan lembut
Pepohonan yang membingkai silih berganti dengan tersayup
Awan-awan tergerak mendayu

Aku termenung melewatinya
Terkadang tersenyum merekah atau sekadar tersenyum
Rasanya tenang
Apa lagi membayangkan hal-hal yang indah

Tentram
Mungkin itu juga kata yang bisa mewakili
Walau beberapa hari ini seperti rollercoaster
Tapi, ini sungguh menentramkan

Kapan-kapan aku akan menikmati ini lagi
Sepertinya akan setiap hari
Karena Allah memintaku pulang
Kepersembunyian malam

***

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, waktu akan terus berlalu, cepat atau lambat, semua akan terjadi, kuat atau lemah, semua akan terjadi, optimis atau pesimis, semua akan terjadi.

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, waktu akan terus berlalu, sedih atau senang, kita akan mengalami, menyerah atau menang, kita akan mengalami, harap atau kecewa, kita akan mengalami

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, waktu akan benar-benar berlalu, tidaklah bijak kamu mengukit yang dulu-dulu, tidaklah jua bijak kecewa akan mimpi buruk dahulu, dan tentu saja tidaklah pantas kamu menyerah dengan masa-masa itu.

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, waktu akan berlalu, biarkan senang jadi sendu, atau sebaliknya, temu jadi rindu, atau sebaliknya, asa jadi payah, atau sebaliknya. Biarkan semua itu dirasakan, agar-agar kita tahu, ini hanyalah kehidupan.

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, sedihmu tak akan merubah apapun, tapi bersedihlah, karena itu kenikmatan. Bahagiamu tak akan merubah apapun, tapi berbahagialah, karena itu kenikmatan. Rasa itu adalah kenikmatan, lalu kenapa kita harus menahan-nahannya?

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, waktu telah berlalu, dan kita harus segera pergi. Melupakan apa-apa yang tak tercapai dimasa lalu, untuk menjunjung masa depan yang orang bilang, akan segera terwujud.

Untuk yang tertinggal dan ditinggalkan, terima kasih atas segala kesempatan. Itu adalah kehormatan berharga.



Kenapa?

Kenapa?
Kenapa begitu cepat harus berpisah?
Padahal baru saja sepersekian detik yang lalu kita berjumpa
Kenapa?

Selasa, 13 November 2018

Banyak yang Tidak Bisa

Rasanya banyak, banyak yang ingin aku ceritakan, tapi tidak bisa. Selain tertahan, memang tidak bisa. Banyak yang ingin diskusikan, tapi tidak bisa. Selain tertahan, memang tidak bisa. Banyak yang ingin kudengar, tapi tidak bisa. Selain karena terdiam, memang tidak bisa. Banyak yang ingin kutertawakan, tapi tidak bisa. Selain tak ada canda, memang tidak bisa.

Sejauh perjalanan ini, tampaknya banyak hal yang memang tidak bisa. Selain tertahan, memang tidak bisa semua itu terjadi.

Senin, 12 November 2018

Hari Ayah

Ternyata sekarang hari ayah.
Sebenarnya sudah lama banget ingin buat tulisan tentang seorang ayah dan tulisan untuk abi karena merasa abi jarang sekali disinggung disetiap kisah-kisahku. Tapi apa boleh buat, malas begitu mengikat, akhirnya aku hanya bisa nulis ini.

Sebenarnya tidak tahu kenapa hari ayah bertepatan hari ini, terpenting adalah peran ayah yang tak terlihat itu sungguh hebat. Mungkin seorang ayah tidak begitu saja memberikan kasih sayang sebagaimana seorang ibu, tapi mereka punya cara-cara unik sendiri untuk menyampaikan kasih sayang.

Kalau mendengar kisah mas Salingga tentang Ayyash, sebenarnya aku tidak sabar untuk menjadi seorang ayah walau aku tahu pasti sangat rumit. Tapi mendengar Ayyash mau ujian taekwondo di Bandung dan Mas Salingga bilang. "Ini ujian kehidupan pertama buat Ayyash, biarin aja, biar berani dia." aku merasa memang anak harus diberikan kesusahannya sendiri, tidak selalu diberikan rasa nyaman, tapi dia perlu merasakan sakit, sedih, terluka, kesusahan, dan lainnya agar dia kuat kelak. Karena hidup terkadang manis terkadang pahit bukan, Ayyash?

Gara-gara bahas taekwondo, aku semakin ingin jadi seorang ayah melihat video ini...


Tapi mungkin ayah zaman sekarang sedikit berbeda dengan ayah zaman dulu. Ayah zaman sekarang lebih mudah memperlihatkan rasa kasih sayangnya sebagaimana seorang ibu. Seperti beberapa ayah yang aku temui, sekarang mungkin seorang ayah mulai sadar bahwa perannya sangat penting dalam membangun karakter seorang anak.

Ya semua keinginan itu hanya masih keinginan karena jika dilihat sekarang, aku masih menikmati menjadi seorang anak yang suka bermain dan terus melihat-lihat bagaimana seorang ayah-ayah yang akan mendatang.

***

3 Hari ini abi ikut workshop menulis buku anak dari pemerintahan setelah kemarin berhasil menyabet juara 3. Abiku memang unik, tidak begitu menonjol, tapi penuh kejutan. Dan ceritanya seperti mimpi-mimpi yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi. Begitulah jika Allah mengizinkan, semoga Allah pun meridhai segala ikhtiar Abi.

Hari Panjang

Sebenarnya, bukan banyaknya manusia di bumi yang membuat kerusakan ini. Tapi otak-otak (pemahaman berpikir) dibalik manusia itu lah yang membuat bumi ini rusak.

*

Fitnah itu bukan berarti tuduhan. Dala Alquran memiliki banyak makna, salah satunya adalah memalingkan dari agama Allah.

Jadi selama ini aku salah paham. Dan mungkin bisa diartikan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan adalah lebih baik dibunuh dalam keadaan Islam daripada dipalingkan dari agama-Nya.

Sama halnya seperti silaturahmi atau silaturahim, sebenarnya itu untuk saudara senasab saja.

Kata-kata Alquran memang dahsyat, jika dikaji maknanya seperti mata air. Banyak ilmu terkucur dari sana.

*

Dapet cerita tentang peta pertarungan pergerakan kelas elite, wah ternyata semakin seru. Dan ternyata benar-benar aku tak tahu apa-apa.

Tentang pencarian dan hanya menerima. Ah aku sedang malas menulis lengkap.

Tentang ujian sebentar lagi dan aku bersama pak Suratman optmis dua periode! hahaha hiks.

Terpenting tentang muamalah yang ternyata belakangan ini menyita pikiran... Wah ternyata rumit juga ya urusan beginian... pffftt

*

Terima kasih atas para penjual dan pemberi diskonan hari ini, aku nyatakan sangat puas atas kinerja kalian, semoga kalian sukses selalu dan diberi keberkahan. Terima kasih membuat aku khilaf juga...

*

Kepantasan.
Ustadz Zamroni bercerita.
Jika seorang pria ingin punya istrinya sudah jago bahasa arab, maka pemikiran itu salah. Jika wanita sudah jago bahasa arab pasti nyarinya ingin yang minimal bisa juga, intinya standardnya berbeda. Begitupun juga sebaliknya.
Maka (ini cerita klise) fokus saja dengan diri kalian lalu terima yang diberikan, jika nanti dapet yang belum bisa, nah kan itu bisa jadi prestasi buat kita kalau pada akhirnya kita ajarin dan pasangan kita jadi bisa juga.

Aku jadi terpikir, setiap perubahan level orang pasti merubah standard orang itu juga. Sama kayak kisah orang gaji kecil sama gaji besar, ketika gaji besar beli barang mahal, gaji kecil kritik buang-buang uang, padahal bagi gaji besar itu sudah barang paling murah. Hal itu terjadi karena sudut pandangan standard mereka berbeda.

Atau dari cara berpikir tingkat kesusahan, waktu sd mikir integral pasti hal yang menjijikan (walau kuliah juga) atau bahkan sd asing sekali, ya karena memang sd belum ditahap untuk mengerjakan itu sehingga terasa amat sulit. Tapi ketika anak sd itu sudah di level untuk integral itu, beda lagi mungkin tanggapannya.

Sama kayak mikirin orang lain, wih kok dia bisa kelarin (sesuatu) segitu menjlimetnya ya. Ya, karena kita berbeda level atau berbeda jalur, kita akan terus melihatnya seperti itu.

Ya intinya gitu, ini ngomong apa sih.
Intinya kalau kita pantas, kita didapatkan apa yang kita usahakan. Usaha juga itu kemungkinan dari bahasa arab. Ada ayatnya. Ah aku lupa. Intinya ayat itu bagus tentang kesanggupan dan usaha.

Minggu, 11 November 2018

Bahagia Dulu Eh

Aku tidak bisa menunda untuk menulis ini.
Dan sekarang aku menulisnya sambil tersenyum-senyum.
Setelah berhasil mendapatkan barang yang diingkan saat flashsale, Septian memberikan kabar gembira yang... ah asem lu sep mendahulukan pffft, tapi aku turut bahagia mendengarnya hahahahahaha...

Kalau Dhieka? Kemaren dia sempat tanya-tanya soal sesuatu, wah, mereka-mereka harus menunggu lulus dulu tapi luar biasa semangatnya... Semoga dipermudah kalian gais. Kusangat senang mendengarya hohoho

Masih senyum-senyum ngebayanginnya.... :D

Sabtu, 10 November 2018

Stres

Mulut bisa berbohong, tapi badan tidak.

Rasanya sering banget nulis kata-kata diatas, tapi  memang begitu adanya. Terkadang kita berusaha semua baik-baik saja, tapi gejala-gejala pada badan tidak menyatakan seperti itu. Seperti hari ini, entah kenapa kambuh lagi badan pegal-pegal dan bawaannya ingin buang air kecil terus, intinya tidak tenang sekali hidup tuh.

Hal serupa sering terjadi ketika mengerjakan pekerjaan yang butuh kedetailan dan ketelitian, makanya aku paling anti mengerjakan hal yang perlu ngecek berulang-ulang, aku bisa mendapatkan gejala seperti diatas dan tidak tenang sekali. Hal sederhananya saja waktu ujian yang menggunakan ljk lalu dibulatkan dengan pensil, saat-saat ngisi di nomor-nomor terakhir, badan kambuh dan rasanya tidak tenang sekali. Terkadang aku sampai mengakalinnya dengan mengerjakan duluan nomor-nomor belakangan.

Selain pekerjaan yang perlu detail, gejala ini juga sering hadir ketika mau tidur hingga menyebabkan insomnia, aku benar-benar tidak bisa tidur, badan sangat-sangat tidak nyaman. Aku pun belum tahu apa penyebab seperti itu, singkat cerita aku menyimpulkan itu kondisi aku sedang stres.

Biasanya ketika terjadi itu, aku seperti sedang tegang sekali, rasanya badan pegel-pegel kaku hingga akhirnya aku olahraga atau minta dipijitin agar badan rasanya rileks, dan terakhir biasanya minum air hangat. Semua itu terkadang berhasil ketika rileks, terkadang juga tidak terjadi apa-apa.

Mencoba googling pun bingung keywordnya apa. Atau mungkin aku harus tes darah untuk memastikan tidak ada penyakit yang mengakibatkan hal-hal diatas? Entahlah. Aku seperti tidak bisa bernapas saat itu, rasanya ingin meledak tak karuan.

Rasa gelisah, semua menjadi serba salah.

Jumat, 09 November 2018

Dialog Penuh Makna

"Semua sudah berakhir."

"Tidak semudah itu Ferguso." Jawab Esteban.

"Apa ini rencana Allah selanjutnya Esteban?"

"Bisa jadi, Ferguso. Kamu harus optiimis!"

"Baik Esteban, aku akan berusaha sekali lagi."

"Ini baru Ferguso!"

Kamis, 08 November 2018

Merasakan Kenikmatan

Tidak begitu merasakan nikmatnya terang tanpa gelap pekat menyelimuti
Tidak begitu merasakan nikmatnya kehangatan tanpa dingin yang membekukan
Tidak begitu merasakan nikmatnya cinta tanpa kebencian mengakar
Tidak begitu merasakan nikmatnya sehat tanpa rintihan kesakitan
Tidak begitu merasakan nikmatnya pertemuan tanpa rindu yang tak tersampaikan
Tidak begitu merasakan nikmatnya kenyang tanpa lapar yang membusung
Tidak begitu merasakan nikmatnya pintar tanpa kebodohan yang memberatkan
Tidak begitu merasakan nikmatnya kenyataan tanpa usaha yang jerih

Tidak, terkadang kita tidak tahu nikmat itu begitu besar sebelum kita merasakan kehilangannya.
Dan tak ada alasan untuk tidak bersyukur setiap detiknya.


***

Terinspirasi dari sebagian rumah yang mati listriknya dan menikmati beberapa bagian rumah itu dengan lilin... Melihat bayang-bayang...

Rabu, 07 November 2018

Lambat Waktu

Kau tahu? Lambat waktu aku benar-benar tidak peduli siapa yang mau mendengarkan cerita-ceritaku, bahkan rasanya cerita kepada mereka mulai terasa sia-sia. Bukannya aku takut atau kecewa karena ceritaku diabaikan, tapi aku mulai malu dan merasa hal yang ingin aku ceritakan tidaklah penting, tidak perlulah mereka sampai memperhatikan seksama dan mencari-cari solusinya. Kurasa tidak perlu.

Lambat waktu, aku merasa lebih baik diam dan mendengarkan, bukan aku tidak ingin berbagi, tapi aku mulai sadar diri ceritaku lebih baik kutulis sendiri atau kubagi sendiri tanpa ada yang peduli siapa yang mau membacanya, siapa yang mau melihatnya, siapa yang mau mempedulikannya aku tidak akan memaksa orang-orang. Aku hanya tidak ingin ceritaku membuat waktu kalian terbuang.

Lambat waktu, aku hanya menikmati bibir yang terbuka-terkatup, gemetar dan menganga. Mata tak menatap, tapi sesekali menatap, sesekali melepar pandangannya entah ke atas atau ke mana alih-alih agar tidak grogi, atau-atau yang benar-benar berani menatap.

Lambat waktu, aku hanya menikmati orang di sekelilingku bergerak semau mereka dan melihat mereka menyeringai atau menyengir, tersenyum atau cemberut, usil atau serius. Aku hanya ingin belajar menjadi penonton saja, syukur-syukur jadi tim pembantu, mungkin atau mungkin memang begitu harus sekarang. Aku hanya berusaha menerimanya.

Hari Terindah

Hari-hari terindahku adalah hari-hari dimana aku tidak mengingat gadget sedikit pun. Berhamburan di indahnya kehidupan nyata, bercengkrama sana-sini berbagi tawa, mendengarkan kisah-kisah yang dapat dipetik hikmahnya, saling menasehati akan kehidupan yang kian menipis, menggaungi hari dengan serangkaian aktivitas bermanfaat, dan saling memberi semangat. Itu benar-benar indah.

Senin, 05 November 2018

Menjelajahi Dunia

Bagiku tak perlu keliling dunia untuk menjelajahi dunia, cukuplah keluar rumah bercengkrama dengan orang lain dan mendengarkan ceritanya. Bagiku, aku sedang menjelajahi dunia.

***

Jodoh Tak Kemana

Padahal tidak ada niat untuk ke kantor lama, tapi karena di kantor lama satunya lagi pada sibuk ngebahas kerjaan, aku pun akhirnya berniat mengambil susu yang sudah dibookingin sama temen. Pas mau masuk, jeng jeng jeng, keluarlah Mas Salingga. Padahal sebelumnya kantor ini sepi sekali karena pada nelayat temen kantor ibunya ada yang meninggal (ya Allah kenapa kematian terasa semakin dekat sekali...) Tapi, Mas Salingga ternyata baru balik dari nelayat.

Padahal baru seminggu doang gak ketemu sama sekali tapi rasanya kayak lama banget. Terus tradisi Mas Salingga yang suka memberi hug, aku karena merasa bersalah tidak ke kantor lama pun mengiyakan, kita berpelukan~ (kita nggak homo, ini pelukan ukhuwah hehe).

Tapi kita harus berpisah karena Mas Salingga harus pulang. Namun namanya jodoh tak kemana, kita ketemu lagi di Masjid dan bisa bercerita sedikit tentang kehidupan baru kita-kita. Ya, begitulah, tidak menyangka bakal ketemu Mas Salingga. hehe semoga Ayyash dan Hana sehat terus yaaa...

Taubat Sambel

Hampir setiap minggu sehabis makan geprek aku selalu berkata. "Ah, nggak lagi deh." Niatku karena perut selalu sakit sekarang karena nggak kuat pedas.

Lalu minggu depannya lagi. "Ah geprek enak juga."

Lalu setelah itu. "Ah, nggak lagi deh." Perutku sakit lagi.

Dan begitu minggu depannya lagi dan depannya lagi dan lagi.

Aku harus sayang sama ususku.

Kamis, 01 November 2018

Ala-ala Fiksi Mini

Tulang Punggung Sakit

Sepertinya dia tidak bisa menjadi ayah yang baik lagi.

*

Parfum Habis

Belatung itu mulai bermunculan, dirinya tidak bisa mengelak lagi.

*

Membawa Bekel Sendiri

Demi bisa menikah mewah, dia memakan mulai dari kulit jemarinya.

*

Headset Rusak

Untuk kedua kalinya aku harus ganti kupingku, agar ku tidak perlu mendengar suara-suara bising itu.

*

Menjaga Hati

Aku tancapkan paku untuk mengukungnya, ku borgol dirinya, dan kujahit mulutnya.

*

Hidup

Kamu belum merasakannya, karena kamu belum mati.

*

Menyimpan Rasa

Dia membuka kulkas dan memberikan manis dikehidupan pahitnya.