Jumat, 11 November 2016

Ketika Kita Merasa Sesuatu Hal Terlalu Sepele

"Yang menyakitkan itu bukan kesalahan yang besar, tapi kesalahan kecil yang bisa menghancurkan senyuman indahmu."

***

  Jika aku duduk dan mengingat jalan-jalanku beberapa minggu lalu, aku akan termenung sejenak dan bertanya-tanya, kenapa sesuatu hal yang begitu besar, mudah dilihat, tapi tak sedikit pun aku sentuh? Tak sedikit pun aku menyadarinya? Seolah Tuhan telah menutup mataku, mungkin ini disebut takdir.

  Perjalananku ke kampus tetangga kali ini sama seperti tahun lalu, hanya saja kali ini, dengan dalih yang besar, dengan rasa optimis yang besar, dan keyakinan yang luar biasa, aku dan timku berjalan dengan penuh percaya diri kesana-kemari hingga akhirnya tiba di kampus UI.

  Disana kami masih penuh gairah dan bersemangat, kita pun begitu yakin akan semua yang kita kerjakan. Aku membayangkan berbulan-bulan aku terjebak oleh rasa takut dan kekhawatiran dicampur kekesalan harus dibalas dengan hadiah yang setimpal. Tapi, nyatanya usaha kami belum ada apa-apanya.

  Tidak sedikit pun berarti. Ternyata usaha kami terlalu arogant, ternyata kami terlalu menyepelekan sesuatu hal, bahkan tak pernah kami sadari sedikit pun sampai akhirnya hari presentasi tiba. Ya, hari itu adalah hari penghukuman atas semua yang kami lakukan, atas semua yang kami sombongkan.

 Sebenarnya aku ingin menulis kisah kami yang bagiku cukup mengesankan sebagai anak informatika yang membuat animasi, tapi, nyatanya, rasa sakit ini lebih pantas untuk diceritakan, karena dari sini, aku mendapatkan banyak hikmah yang bisa dipetik, terlebih penyesalann yang aku dapatkan.

  Baik, sehari sebelum presentasi di mulai, malamnya kami benar-benar mengupas habis segala kemungkinan kami akan ditanyakan oleh para juri. Kami mencari celah-celah sedetail mungkin, bahkan aku sudah menghapal banyak sekali hal-hal baru yang sudah kusiapkan untuk melawan para juri.

  Tapi, hidup itu terkadang lucu. Semua persiapanku seolah dimentahkan oleh sebuah kata, ya, hanya sebuah kata. Seorang juri tanpa perlu berpikir untuk bertanya apa, dia langsung bertanya perihal, Tema. Ya, perihal Tema.

  Bukankah itu sesuatu yang seharusnya pertama kali kita lihat bukan saat mengikuti suatu lomba? Aku menahan tawaku, aku benar-benar ingin tertawa saat itu. Tapi, apa daya, presentasi dan tanya jawab sedang berlanjut.

  Aku berusaha memberi jawaban perihal Tema yang sama sekali tidak masuk ke dalam animasi yang kami buat. Seorang juri lainnya sangat menyesali tidak ada satu scene saja yang menunjukkan penggunaan teknologi untuk society (tema lomba). Juri ketiga berbicara lain, dia cukup memuji kami, tapi tidak membantu kamu dalam menjawab tema.

  Setelah presentasi yang memalukan itu, dari 12 menit tayangan, hanya satu perkara yang mengganjal. Ya, tema. Dan itu membuat kamu runtuh, mental kami runtuh, kami benar-benar sudah pesimis. Akhir cerita ini tidak bahagia seperti drama di televisi, tapi kami benar-benar tak berdaya.

  Jika kami boleh membandingkan, karya kami sudah cukup terbaik. Tapi, kesombongan dan keangkuhan kami yang tanpa sadar meruntuhkan kami. Kami terlalu tenggelam dalam hal besar, tapi melupakan hal kecil yang cukup besar. Tema, ya tema.

  Walau di buku panduan, tema hanay memakan 10 persen, tapi jika sesuatu hal yang sakral saja salah, pasti sisa perjuangan kami adalah kesalahan. Walau kami terus bertanya-tanya, kenapa kami lolos? Sementara kami sudah salah tema dari awal.

  Mungkin ini adalah kedua kalinya aku mendapati apa yang kuucapkan menajadi sebuah kenyataan. Saat itu ketika aku bertanding futsal, aku berkata, kita kalah nggak apa-apa, kita kalah nggak apa-apa, dan akhirnya kami benar-benar sial, benar-benar kalah. Bayangkan, selama pertandingan futsal berlangsung, seolah keberuntungan adalah musuh kami, kami terus mengenai tiang dan badan lawan. Saat disitu, aku menjaga perkataanku dalam sebuah ambisi.

  Tapi, ternyata usahaku untuk menenangkanku selama jalan-jalan kemarin menjadi kenyataan. Sebelum kami ke UI, kami berpikir, kami hanya ingin jalan-jalan, dan foto-foto. Semau itu terkabul, dan benar-benar terkabul. Kami hanya mendapatkan itu. Ya, walau ada pengalaman, dan pengalaman ini paling menyahat hati dan sangat berarti bagiku.

  Sejak saat itu, aku merasa harus menampar diriku dan berkata. "Kecil bukan tak berarti, tapi semua berawal dari yang terkecil. Saat memulai dari yang kecil saja salah, maka seterusnya akan salah." Dan disitulah semua terjadi.

  Terima kasih, pengalaman ini tidak akan terlupakan.