Jumat, 17 April 2015

Kesan Pertama Di Aksara

  Pertama kali menjejakan ke Bandung, tak pernah kuterpikir untuk bergelut dibidang jurnalistik. Ya, tak pernah terpikir. Yang aku pikirkan hanya menulis novel, cerpen, dan sebagainya. Setidaknya tidak perlu pertanggung jawaban besar dalam menulis.

  Ya, menurutku menulis layaknya jurnalistik berbeda tanggung jawabnya dengan menulis novel dan sebagainya. Menulis artikel berita dampaknya lebih nyata bagiku, berbeda dengan novel yang mungkin tak terlalu signifikan.

  Tapi, apa daya. Semua bermula ketika aku mengetahui Masjur, ya dahulunya Masjur, Masyarakat Jurnalistik namun sekarang diubah menjadi Aksara Jurnalistik. Pada awalnya kakak kelas bilang kepadaku, jika kamu suka menulis kamu bisa menyalurkannya disana.

  Aku setuju dengan dia, aku mencoba mengikutinya, pada akhirnya aku mencoba mendaftarkan diriku. Tapi, aku tak menyangka, yang dimaksud menulis disini bukanlah karya sastra tapi berita. Tapi, tak apa, aku pun memulai momen pertamaku dikampus, ya, wawancara.

  Mungkin aku tak tersadar jika pernah melakukan wawancara sebelumnya, tapi, menurutku, wawancara pertamaku dikampus ini adalah di Aksara, bahkan mungkin itu wawancara pertamaku seumur hidupku.

  Aku melakukan wawancara, itu momen paling menyangkan, karena kamu tak perlu berusaha untuk menunjukkan sesuatu, karena kamu disuruh menunjukkan sesuatu yang kamu miliki. Dan disitulah kau berkoar-koar.

  Awalnya, sedikit malu, lama-lama jadi asyik. Di tambah kakak kelasnya juga asyik, namanya kak Rani yang sekarang suka membantuku dalam hal menulis. Ya, dia pembaca yang baik. Waktu itu aku terus ditanyakan oleh dia, dan aku pun menajwab sesuai kenyataan.

  Pada awalnya aku kira menulis adalah hal yang biasa, tapi ketika ditanyakan tentang berapa lama waktu menulis untuk sebuah novel yang aku terbitkan, dia cukup terkejut, karena hanya memakan waktu dua bulan.

  Berbincang dan berbincang hingga akhirnya satu setengah jam lebih mungkin sudah terlampaui dan sepertinya aku mendapatkan rekor wawancara terpanjang selama wawancara masuk di Aksara. Jika ditilik ke wawancara lagi, sebenarnya wawancara kami lebih ke sesi curhat, apa daya, cerita seperti itu memang sering menyita waktu.

  Ya, kesan pertamaku adalah di wawancara, dan dari sanalah wawancara-wawancara berikutnya terjadi.

Minggu, 12 April 2015

Hawa Nafsu

  Ada berbagai hal yang membuat orang terlihat begitu hebat dan menakjubkan. Mungkin salah satunya adalah bagaimana orang itu melawan hawa nafsunya. Ya, kupikir begitu. Dan kurasa aku bukan bagian dari orang hebat itu. Melawan tantangan pada radang tenggorokan saja aku masih payah, apa lagi hawa nafsu yang lebih besar. Tandaslah aku.

  Dan sekarang, aku yang pernah berpikiran masalah urusan sakit itu belakang saja, nikmati saja dulu. Sekarang aku baru merasakan jengkelnya rasa sakit itu. Radangku yang sudah baikkan, kini seolah datang lagi dan terus mengganggu tenggorokanku.

  Sehebat apapun obat yang kuminum, jika aku terus seperti aku rasa seperti mencari ujung bumi. Tak pernah ada habis. Selalu balik lagi ketempat semula. Selalu sakit dan sakit itu tenggorokan. Mungkin pelajaran yang berarti, sebagaimana permainan yang pernah kubuat bersama teman-temanku, sebuah permainan melawan hawa nafsu atau godaan setan. Justru aku sendiri tidak kuat melawan godaan-godaan itu. Sekali lagi aku benar-benar terlihat payah.

  Aku jadi ingin tertawa, haha. Apalagi saat aku teringat terbenam di kasur rumah sakit. Rasanya sikap sombong dan sok kuatku menjadi bahan guyonan, dan terkadang aku tahu mana yang baik untukku dan mana yang buruk untukku. Tapi, sayang sekali hawa nafsu itu selalu terlihat enak namun sakit dirasa.

  Terkadang rembulan itu tak bulan, entah sabit atau setengah. Tapi, nyatanya ia bulat. Dan terkadang suara rintik yang terdengar saat menerpa atap rumah begitu keras, nyatanya ketika ditengok dari balik jendela tak begitu deras.

  Dan terbukti sudah, apa yang kulihat, apa yang kudengar tak sehebat atau sejajar dengan kenyataan yang terjadi. Hawa nafsu memang salah satu godaan tersulit, kurasa aku harus istirahat dan banyak belajar lagi. Agar kepayahan ini berkurang setidaknya.

Sabtu, 11 April 2015

Terngiang

Dan terkadang semua yang terlihat tak seperti apa yang diucap, dan terkadang semua yang terlihat tak seperti apa yang didengar.

  Aku terus terngiang akan semua itu.