Jumat, 02 Desember 2016

Allahu Akbar

Begitu mudahnya air mata ini menetes
Begitu mudahnya jiwa ini bergetar
Mungkin semua melihatnya sesuatu yang lemah
Tapi, Engkau, Ya Allah Maha Pembolak-balikan hati hamba-Mu

Aku bersyukur
Seseorang membangunkan cahaya yang telah redup
Cahaya yang selalu dianiaya
Cahaya yang selalu didzalimi dunia

Dunia mungkin pernah terdiam
Saat Agama-Mu diolok-olokkan
Saat Agama-Mu menjadi tempat fitnah
Saat semua hati tak bersatu

Tapi, Aku bersyukur
Terima kasih ya Allah, Engkau telah membangunkan kami
Manusia yang tak luput dari kesalahan
Engkau bangunkan kami, dengan kejadian ini

Semua tersadar, ada yang tak beres dengan dunia ini
Umat-Mu akhirnya terbangun dan berteguh
Tak perlu mereka berpikir apa keuntungan dari semua ini
Mereka bergerak, Berjalan dari seluruh penjuru untuk satu

Untuk membela Agama-Mu Ya Allah
Maafkan hamba-hamba-Mu yang sering lalai ini
Maafkan hamba-Mu baru tersadar dengan kerusakan ini
Walau dunia menghalangi, hati ini sudah bergetar

Berjalan dari ujung ke ujung
Bersatu dan bertakbir
Semua begitu mudah
Sangatlah mudah untuk meneteskan air mata ini

Sekali lagi, terima kasih untuk seseorang
Yang telah membuat semua bersatu dan sadar
Agama Allah adalah Agama yang Benar
Tak perlu ditilik dari mananya, cukup saksikan apa yang sedang terjadi

Saat umat muslim bersatu
Itulah ketakutan para kafir
Dan saat itulah, Islam kembali kejayaannya
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Jumat, 11 November 2016

Ketika Kita Merasa Sesuatu Hal Terlalu Sepele

"Yang menyakitkan itu bukan kesalahan yang besar, tapi kesalahan kecil yang bisa menghancurkan senyuman indahmu."

***

  Jika aku duduk dan mengingat jalan-jalanku beberapa minggu lalu, aku akan termenung sejenak dan bertanya-tanya, kenapa sesuatu hal yang begitu besar, mudah dilihat, tapi tak sedikit pun aku sentuh? Tak sedikit pun aku menyadarinya? Seolah Tuhan telah menutup mataku, mungkin ini disebut takdir.

  Perjalananku ke kampus tetangga kali ini sama seperti tahun lalu, hanya saja kali ini, dengan dalih yang besar, dengan rasa optimis yang besar, dan keyakinan yang luar biasa, aku dan timku berjalan dengan penuh percaya diri kesana-kemari hingga akhirnya tiba di kampus UI.

  Disana kami masih penuh gairah dan bersemangat, kita pun begitu yakin akan semua yang kita kerjakan. Aku membayangkan berbulan-bulan aku terjebak oleh rasa takut dan kekhawatiran dicampur kekesalan harus dibalas dengan hadiah yang setimpal. Tapi, nyatanya usaha kami belum ada apa-apanya.

  Tidak sedikit pun berarti. Ternyata usaha kami terlalu arogant, ternyata kami terlalu menyepelekan sesuatu hal, bahkan tak pernah kami sadari sedikit pun sampai akhirnya hari presentasi tiba. Ya, hari itu adalah hari penghukuman atas semua yang kami lakukan, atas semua yang kami sombongkan.

 Sebenarnya aku ingin menulis kisah kami yang bagiku cukup mengesankan sebagai anak informatika yang membuat animasi, tapi, nyatanya, rasa sakit ini lebih pantas untuk diceritakan, karena dari sini, aku mendapatkan banyak hikmah yang bisa dipetik, terlebih penyesalann yang aku dapatkan.

  Baik, sehari sebelum presentasi di mulai, malamnya kami benar-benar mengupas habis segala kemungkinan kami akan ditanyakan oleh para juri. Kami mencari celah-celah sedetail mungkin, bahkan aku sudah menghapal banyak sekali hal-hal baru yang sudah kusiapkan untuk melawan para juri.

  Tapi, hidup itu terkadang lucu. Semua persiapanku seolah dimentahkan oleh sebuah kata, ya, hanya sebuah kata. Seorang juri tanpa perlu berpikir untuk bertanya apa, dia langsung bertanya perihal, Tema. Ya, perihal Tema.

  Bukankah itu sesuatu yang seharusnya pertama kali kita lihat bukan saat mengikuti suatu lomba? Aku menahan tawaku, aku benar-benar ingin tertawa saat itu. Tapi, apa daya, presentasi dan tanya jawab sedang berlanjut.

  Aku berusaha memberi jawaban perihal Tema yang sama sekali tidak masuk ke dalam animasi yang kami buat. Seorang juri lainnya sangat menyesali tidak ada satu scene saja yang menunjukkan penggunaan teknologi untuk society (tema lomba). Juri ketiga berbicara lain, dia cukup memuji kami, tapi tidak membantu kamu dalam menjawab tema.

  Setelah presentasi yang memalukan itu, dari 12 menit tayangan, hanya satu perkara yang mengganjal. Ya, tema. Dan itu membuat kamu runtuh, mental kami runtuh, kami benar-benar sudah pesimis. Akhir cerita ini tidak bahagia seperti drama di televisi, tapi kami benar-benar tak berdaya.

  Jika kami boleh membandingkan, karya kami sudah cukup terbaik. Tapi, kesombongan dan keangkuhan kami yang tanpa sadar meruntuhkan kami. Kami terlalu tenggelam dalam hal besar, tapi melupakan hal kecil yang cukup besar. Tema, ya tema.

  Walau di buku panduan, tema hanay memakan 10 persen, tapi jika sesuatu hal yang sakral saja salah, pasti sisa perjuangan kami adalah kesalahan. Walau kami terus bertanya-tanya, kenapa kami lolos? Sementara kami sudah salah tema dari awal.

  Mungkin ini adalah kedua kalinya aku mendapati apa yang kuucapkan menajadi sebuah kenyataan. Saat itu ketika aku bertanding futsal, aku berkata, kita kalah nggak apa-apa, kita kalah nggak apa-apa, dan akhirnya kami benar-benar sial, benar-benar kalah. Bayangkan, selama pertandingan futsal berlangsung, seolah keberuntungan adalah musuh kami, kami terus mengenai tiang dan badan lawan. Saat disitu, aku menjaga perkataanku dalam sebuah ambisi.

  Tapi, ternyata usahaku untuk menenangkanku selama jalan-jalan kemarin menjadi kenyataan. Sebelum kami ke UI, kami berpikir, kami hanya ingin jalan-jalan, dan foto-foto. Semau itu terkabul, dan benar-benar terkabul. Kami hanya mendapatkan itu. Ya, walau ada pengalaman, dan pengalaman ini paling menyahat hati dan sangat berarti bagiku.

  Sejak saat itu, aku merasa harus menampar diriku dan berkata. "Kecil bukan tak berarti, tapi semua berawal dari yang terkecil. Saat memulai dari yang kecil saja salah, maka seterusnya akan salah." Dan disitulah semua terjadi.

  Terima kasih, pengalaman ini tidak akan terlupakan.


  

Selasa, 04 Oktober 2016

Permasalahan dan Kehidupan

Senangnya hatiku, jika berhasil menyelesaikan satu
Permasalahan demi permasalah terkadang merepotkan
Mereka pikir mereka siapa?
Seenaknya membuat kehidupan menjadi berantakan

Begitulah terkadang aku ingin berteriak
Hanya saja, tak ada sempat kuperbuat
Permasalahan kembali hadir dan hadir
Jika aku adalah sebuah hero di game, mungkin levelku sudah benar-benar tinggi

Berjalan dan berpikir di layaknya malam
Menepi dan berhenti di keringnya siang
Hanya untuk satu penyelesaian
Masalah demi masalah yang merepotkan

Aku mungkin bisa dikatakan pahlawan
Karena aku selalu berjuang dalam hidupku
Walau terkadang salah atau disalahkan
Tapi, kehidupan akan baik-baik saja jika semua terlampaui

Bukankah itu hal yang biasa?
Peduli mereka berkata apa
Aku adalah pahlawan
Karena aku berjuang bukan?

Walau tak hanya pahlawan yang berjuang
Tapi, masalah ini layaknya momok para penjajah
Ingin kuterjang dengan bambu-bambu runcing
Hanya saja, lapar malam bisa menjadi masalah

Secuil dan secuil
Lama menjadi bukit
Sampah dan sampah
Sampah banyak menjadi permasalahan

Begitu mudahnya permasalahan hadir karena sesuatu yang kecil
Begitu sulitnya menyelesaikan karena yang kecil membesar
Hidup adalah sesuatu yang kecil, langkah demi langkah, nafas demi nafas
Tapi, karena hidup dan hidup menjadi kehidupan, maka kehidupan amatlah besar.

Terima kasih permasalahan dan kehidupan, kalian adalah pembelajaran terindah.

Jumat, 16 September 2016

Awal dan Akhir

Awal dan akhir itu sama, hanya sebuah titik
awal dan akhir itu sama, hanya sebuah cerita
awal dan akhir itu sama, hanya sebuah landasan sejarah
awal dan akhir itu sama, sama-sama menjadi beban pikiran.

Perbedaan mereka adalah motivasi
perbedaan mereka adalah keinginan
perbedaan mereka adalah tahapan
perbedaan mereka adalah pembuat beban pikiran semakin dalam

Saat melangkah untuk awal
berpikir akhir hanyalah langkah demi langkah
saat berdiri di tengah perjalanan
akhir adalah neraka tersamarkan

Jalan menuju penyiksaan
jalan penuh atas dan bawah
sakit dan bahagia
tak sedikit sampai diakhir

Apakah awal dan akhir semudah itu?
aku hanya akan hancur jika memikirkan mereka berdua
awal dan akhir benar-benar mengerikan
walau mereka hanya sebuah cerita kelak

Rabu, 07 September 2016

Positif Negatif

  Jika berbicara kehidupan, mereka selalu positif dan negatif. Mereka selalu menarik lalu mengulur. Mereka selalu maju dan mundur. Mereka selalu diatas dan dibawah. Itulah kehidupan. Tak akan ada hal layaknya berdiri terus diatas langit.

Senin, 01 Agustus 2016

Dunia Mulai Mengerikan

  Entah kenapa aku ingin bilang zaman ini sudah menggila. Benar-benar gila dan aku tak habis pikir. Gara zaman ini menggila terkadang aku malas untuk membuka portal berita atau semacamnya, kenapa?

  Setiap kali aku membuka portal berita, bahkan bukan di portal berita, hanya beranda facebook, setiap harinya berita kejahatan terus menerus bertambah dan lebih menyedihkannya, seolah kejahatan itu sudah hal biasa.

  Kejahatannya pun bervariasi, dari pencurian remeh-temeh, hingga pencurian uang negara. Terkadang ingin sekali aku memaki mereka dengan kata tolol atau tidak punya atau orang gila. Betapa mudahnya mereka melakukan kejahatan itu, dan benar-benar tak pernah berpikir dampaknya.

  Mungkin penyebab orang berbuat jahat berbeda-beda, tapi dampaknya satu. Merugikan orang lain. Itu seperti pasti, setiap kejahatan pasti merugikan seorang atau suatu organisasi atau bahkan mengerikannya negara atau dunia.

  Terkadang, aku berpikir, ketika ingin berbuat jahat akan sesuatu, aku pasti berpikir, bagaimana jika aku diposisi orang yang sedang aku jahati. Lalu aku membayangkan, jika aku benar-benar dijahati oleh seseorang. Aku benar-benar murka tentunya dan ingin membalasnya.

  Well, aku harus berpikir berkali-kali untuk berbuat sebuah kejahatan. Tapi, mungkin tidak untuk orang-orang yang telah melakukannya. Mungkin peringatan akan dosa tidak lagi mempan pada mereka, tentu saja, bagi mereka dosa tak terlihat, siapa yang peduli?

  Dan mengerikannya ketika tiba suatu masa kejahatan adalah hal yang lumrah atau maklum, dan kebaikan adalah sebuah kejahatan yang harus dimusnahkan. Jika itu terjadi, aku berharap benar-benar tidak hidup di zaman itu. Atau sekarang sudah tiba?

  Apakah mereka tidak pernah berpikir ketika memperkosa seseorang? Bagaimana jika wanita yang diperkosa itu adalah ibunya, atau anak perempuannya, atau saudaranya? Betapa murkanya pasti dia. Bagaimana juga misalkan seorang koruptor hanyalah rakyat jelata yang katanya akan mendapatkan bantuan, sementara bantuanna diambil oleh seorang koruptor?

  Berharap jika hari kebalikan spongebob benar-benar terjadi, atau tidak suatu waktu mereka merasakan apa yang telah mereka lakukan. Ya, walau itu pasti, mungkin tidak di dunia, akhirat telah menunggu mereka, tapi tetap saja mereka sungguh menjengkelkan.

  Aku akan terus misuh-misuh melihat seperti ini, walau terkadang diri banyak salah, tapi, ah, aku lebih baik baca berita bola saja sepertinya. Media pun semakin tak karuan, kepercayaan mulai dirusak, sulit menemukan suatu media yang dapat dipercaya, bahkan media berita bola sekalipun.

  Dunia mulai mengerikan.

Rabu, 29 Juni 2016

Datang dan Pergi, Bahagia dan Sedih Secukupnya

  Siapa yang tahu detik berikutnya, menit berikutnya, sejam berikutnya akan terjadi apa? Beginilah hidup, penuh teka-teki. Tiada yang pernah tahu, tiada yang bisa memperkirakan pasti. Kecuali satu, ya, Allah SWT.

  Yang aku alamin ini benar-benar unik bagiku, oh tidak, hidup itu memang selalu datang dan pergi. Terkadang kamu bersedih di tinggal pergi, terkadang bahagia didatangi. Hidup tak jauh dari perputaran itu, datang dan pergi, sedih dan bahagia.

  Begitu pula yang terjadi hidupku. Semua itu pasti pernah kualami, dan menariknya, waktu itu aku kehilangan laptopku, seperti yang sering kuceritakan sebelum-sebelumnya. Ya, aku benar-benar tidak punya laptop. Hingga aku harus pinjam sana-sini, bahkan berbulan-bulan menginap di lab agar bisa memanfaatkan fasilitas yang ada.

  Menjelang aku magang, aku dipaksa harus memiliki laptop untuk magang. Well, aku minta bantuan sana-sini. Orang tuaku tidak bisa membantuku, aku terpaksa meminta omku. Alhamdulillah omku bersedia membantuku.

  Well, tak lama, setelah memilih-milih laptop. Akhirnya pada minggu pagi aku membeli laptop bekas. Dan kalian tahu? Aku sangat bahagia akan kedatangan laptop itu. Benar-benar bahagia, setelah sekian lama tidak memegang laptop. Akhirnya aku memilikinya lagi.

  Menariknya tak sampai situ, tiba-tiba jelang berapa jam setelah aku beli laptop, aku mendapatkan kabar laptopku yang diservis telah selesai juga setelah diinap-inap lamanya di tempat service. Pada akhirnya, begitu saja aku memiliki dua laptop dalam sekejap. Benar-benar sekejap, orang tuaku tidak menyangka, aku pun tidak menyangka.

  Sekarang aku memiliki dua laptop dengan berbeda fungsi. Aku sangat menikmatinya, tapi kupikir itu mubazir, maka aku menjual laptop lamaku. Belum terjual laptopku, aku pun dikasih smartphone lama oleh omku, ya, aku tidak menolaknya, sudah lama juga aku tidak punya ponsel.

  Setelah aku memiliki semua itu, selang berapa minggu, tiba-tiba tab yang kupunya mendadak mati-mati. Aku pikir itu perihal biasa ternyata, ada yang harus diganti, dan lumayan harganya untuk orang tak penghasilan tetap bagiku.

  Dan, beberapa minggu setelahnya lagi, saat aku ingin memulai belajar akan coloring dan ilustrasi dengan style berbeda, pen drawing padku rusak. Semudah itu datang dan semudah itu pergi. Ya, walau begitu kedua benda yang rusak itu kubilang wajar, karena itu benda sudah kurang lebih lima tahun menemaniku berkarya dan berkomunikasi.

  Mungkin yang bisa kupikirkan adalah, jangan cepat bahagia, jangan cepat bersedih. Bersyukur adalah sebuah nikmat yang sering kali terlewatkan. Disaat mereka datang, bahagia secukupnya, saat pergi, bersedih secukupnya. Karena tidak ada yang tahu apa yang terjadi beberapa detik, menit, jam berikutnya.

  Sekarang aku harus memperbaiki itu semua entah darimana uangnya. Terlebih pen drawing pad itu. Dan satu lagi uniknya, saat Tab ku rusak, kucari tahu alasannya, saat kudapati, saat kujumpai forumnya, ternyata, banyak juga yang terkena masalah seperti tabku.

  Tak lain juga terjadi pada drawing padku. Saat aku mencari-cari pen untuk penggantinya, ternyata banyak orang yang juga ikutan mencari penggantinya. Sepertinya dua benda yang rusak itu sudah waktunya diperbaiki. Semoga masih bermanfaat dan menghasilkan karya yang menarik lainnya.

Selasa, 28 Juni 2016

Jatuh Cinta itu Anugerah

  Halo para pemuda yang dimabuk asmara. Aku ingin tertawa sendiri rasanya. Cinta oh cinta, sebuah hal yang tak asing bagi kita semua. Cinta pun banyak macamnya, pada orang tua, guru, sahabat, rekan kerja, atau cinta pada Rasul dan Allah SWT.

  Terlebih para pemuda, ya, termasuk aku juga bisa dibilang. Cinta terkadang tak bisa dikelakan, kalau kata-kata orang-orang cinta tuh anugerah. Ya, aku tidak pernah membantahnya. Saking serunya persoalan cinta tak sedikit anak-anak seusiaku menjalin hubungan mengatas namakan cinta.

  Aku tertarik dengan kisah mereka. Ada yang melakukan pacaran, ada juga yang keren udah siap menikah, orang tuanya sudah tahu sama lain, tinggal menunggu lulus dan menikah saja. Aku pun siap menerima undangannya, ya, wala teman-temanku sudah banyak yang menikah, satu pun belum pernah kudatangai pernikahan mereka.

  Tidak, bukan karena tidak ada pasangan untuk datang kesana. Tapi terlebih waktu dan tempat yang tidak pas. Mungkin yang pas saat pernikahanku nanti. Aku lagi-lagi ingin tertawa jika membahas ini. Tapi yasudah, kita lanjutkan.

  Pada seusiaku, dibawahny, atau diatasnya--usiaku 21 tahun--tak sedikit dari mereka terus bicara tentang cinta dan cinta, tapi pembahasan itu memang menarik sih. Sangatlah menarik bagi kami, bagaimana ketertarikan dua ingsan yang awalnya tak saling kenal hingga begitu dekat.

  Sejauh aku melihat, lama-lama teman-teman yang berhubungan itu sering ledek-ledekan di grup-grup chat tentang pernikahan. Wow, aku merasa tersindir. Apadaya jomblo sepertiku. Dengan topik itulah aku iseng bertanya pada teman-temanku yang saling menjalin hubungan.

  Aku bertanya pada mereka. "Kedepannya kalian bakal nikahkan?"

  Mereka mengernyitkan dahi mereka dan menjawab seperti samar-samar. Aku terkejut saat itu, benar-benar terkejut. Begini, mereka saling mencintai, mereka saling care, ibarat tinggal resmiin aja gitu. Tapi, mendengar pertanyaan itu mereka bingung. Lalu tujuan mereka itu apa?

  Aku hanya menggidik bahuku membayangkannya, apa yang salah? Saat semua sudah saling menyukai dan saling tahu, bahkan mereka saling menjalin hubungan. Tapi, bicara pernikahaan, mereka bingung, mereka tak yakin.

  Ya, jodoh mah siapa yang tahu. Dan mereka yang sedang berpasangan sebelum menikah pun, mungkin belom jodohnya kali ya? Walau, ya, rada bingung dengan perihal ini sih. Apa, apa yang mereka pikirkan dan inginkan? Padahal mereka tinggal finishing lah istilahnya.

  Aku tidak mau berpikir terlalu jauh, berarti kesimpulannya menjalin hubungan sedini mungkin belum berarti berakhir dengan dirinya. Ya, hubungan tanpa ikatan itu. Berarti, itu bukan cara yang tepat, menurutku, dari pandanganku, setelah semua jawaban kebingungan itu.

  Mungkin sekarang bagusnya kejar cita-cita kali ya? Jangan kejar doi dulu, belum tentu doi jodohmu. wleek.

  Jatuh cinta itu anugerah, sekarang sisanya semua ada pada kita dengan seperti apa kita menyikapinya.

Senin, 27 Juni 2016

Momen Penting Yang Hampir Punah

  Percaya atau tidak, pasti jika kalian bertanya pada orang yang bekerja di bidang seni atau semacamnya, pasti pernah mendengarkan cerita mereka dalam mendapatkan inspirasi untuk karyanya. Dan yang tidak asing, terkadang mereka bercerita mendapatkan inspirasinya dari sebuah toilet.

  Ya, aku sering kali mendengarkan kisah itu. Percaya atau tidak percaya, aku pun mengalaminya. Tak usah jauh-jauh, tulisan ini pun buah karya semedi di toilet. Tapi, momen ini nyatanya akan punah. Apa yang terjadi? Karena bersemedi di toilet pun sudah mulai tergantikan.

  Baik, aku ingin cerita dahulu kenapa orang suka mendapatkan inspirasi di dalam toilet. Ya, mereka di dalam toilet biasanya hendak membuang air besar. Apa hubungannya membuang air besar dengan inspirasi? Ini sih menurutku dan dari beberapa sumber yang lupa kubaca dari mana, tapi bagiku buang air besar di toilet dapat memberikan ide, karena pada proses kita mengeden, disaat itu kita memaksakan sesuatu dan layaknya meriam, ketika sesuatu itu keluar, maaf kalau terbaca sedikit menjijikan, tapi saat keluar, seolah ide itu kepulan asap dari meriam itu. Dia pun hendak keluar.

  Ya, masa-masa mengeden seperti membuyarkan pikiran untuk sesuatu hal yang entah darimana datangnya tapi sangatlah membantu kita dalam mencari inspirasi untuk karya kita. Lalu, hal kedua adalah ketika kita buang air besar, biasanya kita hendak bingung untuk melakukan apa. Disaat itu kurasa kita pun berpikir sesuatu hal yang menurut kita mentok, dan disaat kekosongan itu, saat berpikir itu, kita pun dipaksa mencari segala jalan dari segala arah untuk menemukan jalan keluarnya, hingga akhirnya jalan keluar itu muncul saat kita semedi di toilet.

  Kalian boleh tidak percaya, karena ini bukanlah sebuah riset atau hal ilmiah yang sudah valid. Tapi, itu lah momen penting bagiku saat ideku sudah diujung tanduk. Disaat aku hendak mencari jalan keluar. Tapi, tentu saja momen itu tidak bisa dipaksakan, semua seolah sudah menjadi takdir Tuhan.

  Namun, seiringnya perkembangan teknologi, momen penting itu nyaris punah, kenapa? Ya, dizaman yang sudah semakin canggih, telpon genggam atau ponsel atau smartphone sudah tidak lepas lagi dari tangan kita. Dan... tidak sedikit orang yang membawanya disaat hendak buang air besar.

  Ketika hal itu terjadi, maka kedua proses semedi dalam menggapai inspirasi itu pun tidak terjadi. Orang sibuk dengan smartphonenya, entah chating, lihat video, atau stalking mantan. Aku pun, kuakui pernah melakukan itu, karena smartphone benar-benar tidak bisa jauh dari kehidupanku.

  Tapi, aku merasakan seperti kehilangan sesuatu yang penting, dan sekarang aku benar-benar kepikiran. Dan terkadang, sialnya ketika kita sudah semedi lama-lama di toilet, sudah mendapatkan inspirasi, sudah menemukan jalan keluar yang luar biasa, dan ketika semua sudah di otak. Lalu, kita keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan buang air besar, tiba-tiba inspirasi dan semua ide itu hilang.

  Ya, aku pernah merasakan itu, dan betapa kesalnya diriku. Saat itu rasanya aku mau membawa note, atau laptopku untuk menulis ideku dengan segera. Well, disitulah menurutku diujinya kita menahan daya ingat yang penting.

  Aku tidak tahu tulisan ini berguna atau tidak, tapi, maaf jika agak jorok. Kuharap momen ini tak pernah hilang, hingga karya-karya terbentang nan indah untuk dinikmati hal layak.

Minggu, 26 Juni 2016

Investasi untuk diri sendiri

  Jika bicara perihal uang, itu merupakan polemik dunia yang tidak ada habisnya. Selalu kurang, selalu kurang, bahkan para pejabat yang punya uangnya tak ketolongan, masih aja merasa kurang. Apalagi rakyak kecil sepertiku?

  Aku terbilang paling hati-hati dengan mengeluarkan uang, maka dari itu terbilang aku jarang liburan seperti teman-temanku yang udah pada naik gunung, berjemur dipantai, dan keliling Indonesia yang menakjubkan itu.

  Aku tak bilang itu semua buang-buang uang, mereka punya kesukaan sendiri, mereka tahu uangnya digunakan untuk apa. Dan jika itu termasuk hobi atau pekerjaan mereka, itu menurutku invenstasi diri.

  Terkadang aku tidak pernah kepikiran yang namanya investasi diri, tapi dari dahulu aku selalu menggunakan uangku untuk diriku sendiri, maksudku yang bisa kugunakan, mungkin karena aku tidak terlalu addict jalan-jalan atau makan enak. Jadi aku lebih suka mempergunakan uangku untuk membeli sebuah barang.

  Entah itu barang berbau teknologi, atau olahraga, atau pun seni. Menurutku, yang bisa kugunakan untuk membuat diriku bahagia dan nyaman, maka aku beli dengan uang yang ada. Dan tanpa kusadari, nyatanya aku sedang berinvenstasi pada diriku sendiri.

  Ya, aku terus membeli barang yang menunjang aku bekerja, tak lain merupakan hobiku juga. Dengan semakin banyak barang yang membuat aku semakin mudah dan merasa lebih baik, maka itu adalah investasiku untuk diriku yang mungkin hasilnya nanti dimasa mendatang, entah dari hasil karya, atau dapat pekerjaan dengan kemampuan yang ku kuasai selama ini.

  So, jangan pelit untuk berinvestasi diri. Terkadang kita terlalu memaksa diri untuk memakai seadanya untuk menunjang pekerjaan atau hobi kita yang mana akan menghasilkan. Mungkin terkesan manja, tapi teknologi dan kehidupan terus berkembang, jika kita memakai sesuatu yang itu-itu saja, tak jamin dimasa depan akan terpakai juga.

  Maka investasi untuk diri sendiri itu penting. Semakin diri trampil, maka harga jual diri di perusahaan atau pekerjaan maka semakin besar juga. Semua itu tak lain berkat berinvestasi pada diri sendiri. Jangan takut kehabisan uang, jika kamu membelinya untuk menghasilkan uang.

Satu untuk Semua? Semua untuk Satu?

  Bulan puasa ini memang penuh berkah. Dimana kita harus berpikir jernih ditengah tantangan dalam menahan segala hal yang bersifat buruk, termasuk menahan emosi. Saat puasa entah kenapa emosi itu gampang sekali lahir, mungkin karena hawa lapar yang menyudutkan tubuh dan pikiran ini.

  Layak halnya waktu itu, aku dan teman kelasku sudah merencanakan buka puasa bersama di sebuah tempat yang cukup jauh. Tapi, seperti biasanya, ketika janjian untuk berkumpul, layaknya istilah untuk jam Indonesia, ialah jam karet.

  Saat berkumpul, ada beberapa anak yang benar-benar telat hingga kami terpaksa mengundur jam keberangkatan. Dan parahnya lagi, sudah nyaris sejam kami menunggu, dan satu orang lagi belum juga tiba. Padahal dalam pesan terakhirnya, dia bilang untuk balik ke kosan sebentar.

  Well, kata sebentar membuat kami menunggu. Benar-benar menunggunya. Tapi, sebentarnya nyatanya tak kunjung datang dan memaksa kami semua terus menunggu. Pada akhirnya, temanku menceletuk. "Dah, yuk, kita berangkat." Katanya dengan optimis. Dalam pikiranku, kok jahat sih orang ini ninggalin temannya, tapi semua dalam pikiranku langsung terbantahkan oleh perkataan selanjutnya. "Kita menunggu untuk satu orang membuat semua orang jadi telat berangkatnya." Aku terdiam, dan berpikir kembali.

  Apa yang dikatakannya benar, di Indonesia ini menurutku, setidaknya diriku, memiliki pola pikir yang keliru. Terkadang, ketika mengadakan rapat, aku bilang, tunggu yang lain dulu, padahal waktu janjiannya sudah berlalu. Dan itu pun dimana kita berpikir menghargai yang telat, dan melupakan yang sudah tepat waktu. Pada akhirnya, seperti kita menyalamatkan satu orang, untuk membunuh semua orang.

  Dan itu yang terus terjadi, semakin itu terus terjadi. Orang bakal berpikir untuk lebih baik telat, toh ditunggu ini sama yang lain. Lalu bagaimana nasib yang tepat waktu? Yasudah, mereka hanya menunggu hingga yang telat tiba.

  Begitulah, aku dapat pencerahan setelah itu. Dan aku terus berpikir, benar juga apa kata dosenku. Pola pikir menunggu yang telat hanyalah membuat kemalasan adalah suatu yang bagus, dan ketepatan atau kerajinan adalah hal yang biasa. Semua ini kebalik.

  Mungkin, sekarang kita harus merubah pola itu. Menghargai yang tepat waktu, bagaimana? Tentu saja, dengan mengabaikan yang telat. Atau menghukum yang telat. Jika kita menunggu yang telat, berarti kita menghukum yang tepat waktu dengan menunggu yang telat.

  Setelah hari itu, ketika aku membuat janji aku akan berkata. "Kalau aku tidak dateng di waktu yang dijanjikan, tinggalin saja." Ya, jangan menunggu satu orang, ini bukan masalah persahabatan atau apa, ini masalah disiplin. Negara ini sudah jauh dari kata disiplin. Sangatlah jauh, terkadang aku sendiri kesal dengan orang yang seenaknya tidak tepat waktu. Apalagi tanpa konfirmasi, mereka pikir waktu 24 jam hanya untuk menunggunya?

  So, teman-teman. Waktu itu sangat penting, persahabatan juga penting, tapi jika sudah berjanji, usahakan perjanjian itu ditegakkan, jika perjanjian sering kali diabaikan, walau sepele sekali pun. Bukan tak mungkin, di masa yang mendatang, perjanjian hanyala sebuah simbolis.

  Yuk, kita datang tepat waktu, dan menghukum yang telat. Apresiasi orang yang berbuat baik, Indonesia ini miris akan apresiasi pada orang baik. Indonesia ini agak terbalik, orang jahat di apresiasi, orang baik diabaikan. Dari situlah timbul, lebih baik jahat karena diagungkan, daripada baik terabaikan.

Jumat, 24 Juni 2016

Mengarang Bukan Sembarang Mengarang

Malam itu aku dan teman-temanku diskusi di chating room, saat itu kami sedang berpikir dan berbagi ide. Temanku bercerita tentang idenya, dia menjelaskannya, lalu seusai ia bercerita aku menemukan ke ganjalan, kok permasalahan sama solusinya kok kurang nyambung.

Setelah bertanya-tanya lagi, dia akhirnya berkata. "Gue nggak jago ngarang." Lalu aku tersentak saat itu, bukankah mengarang hanyalah mengarang? Kita bebas mengarang, bercerita, itu hak kita, itu karangan kita. Tapi, ternyata mengarang itu tidak semua orang bisa tidak semua orang suka akan mengarang, walau itu bebas sesuka kita sekali pun.

Dari kecil kita pasti selalu diajarkan mengarang, terutama dalam menulis karangan setelah liburan. Pasti kalian tidak lupa bukan? Dimana setiap pelajaran bahasa Indonesia memaksa kita mengarang tentang liburan kita.

Aku sangat senang akan hal itu, aku pikir aku bisa menulis apa aja pada lembaran itu. Itu terserah padaku, guru tidak akan menyalahkan kisahku. Tapi, ternyata tugas yang menurutku bebas itu dan santai itu tidak semudah teman-temanku bayangkan.

Aku bahkan bisa memenuhi tulisanku yang buruk (Secara pengelihatan) di kertas itu bahkan dua lembar sekalipun. Sementara teman-temanku satu lembar sudah ngos-ngosan. Begitu pun berjalan hingga aku kuliah.

Beruntung ada pelajaran yang mengharuskan kita mengarang, dan di saat itu tanganku tidak berhenti untuk menulis apa yang aku pikirkan, apa yang aku karangkan. Tapi, semakin besar, permasalahan dalam mengarang bertambah.

Semakin dewasa, mengarang tidak sembarang mengarang, mengarangnya memiliki konteks, terkadang konteksnya tidak semudah yang dipikirkan, terkadang suatu hal yang cukup rumit. Maka dari itu mengarang di masa dewasa cukup susah.

Mengarang sekarang harus berpikir lebih keras, bagaimana kata-kata sesuai konteks, bagaimana dari awal sampai akhir harus konsisten, bagaimana karangan kita menarik pula, dan mengarang di masa dewasa pun bakal dipertanggung jawabkan, karena karangan kita harus memiliki pesan yang disampaikan dan pesan itu yang ditanyakan, padahal itu, pesan itu, karangan kita, pendapat kita, sesuka kita, tapi tetap saja, itu harus dipertanggung jawabkan.

Jadi apakah mengarang itu mudah? Aku harus menghembus napas panjang tentang mengarang sekarang, bahkan membuat novel pun aku bisa uring-uringan jika ceritanya sudah panjang, terkadang aku merasa karanganku tidaklah sekompleks karangan novel best seller di luar sana, dan mengarang di dalam novel tidak semudah menulis kisah liburan, harus ada makna, harus ada konflik yang kita buat sendiri, penyelesaiannya sendiri, rasanya seperti bikin dunia sendiri dalam pikiran kita yang ditumpahkan ke kata-kata.

Mengarang itu pun pada akhirnya merupakan sebuah keilmuan, menurutku. Karena kita perlu melatihnya, kita perlu berpikir, dan banyak keilmuan lain yang akan bercampur dalam melakukan sebuah task yang bernama mengarang.

Tapi, bukan berarti mengarang tidak dapat ditakluki. Menurutku mengarang itu pun bisa dikuasai, ada berbagai macam cara, pertama, menurutku dan yang pasti kita harus memahami atau membaca buku atau karangan seseorang yang kecerdasannya lumayan untuk mengasah pemahaman kita dari suatu kesatuan karangan.

Kedua, menurutku adalah setelah mendapatkan ilmu-ilmu umum yang kita kuasai, kita harus melatih tata bahasa kita, mengarang tidak bicara isi, tapi penyampaian, terkadang penyampaian yang salah membuat orang yang memahami karangan kita tidak pernah mengerti.

Ketiga? Tentu saja, lakukan itu berulang kali. Itu secara garis besarnya, aku tidak tahu bagaimana harus dirincikannya.

Well, sekarang kalian harus menghargai karangan orang lain. Karena effort dalam sebuah karangan itu tidak mudah, bahkan karangan anak kecil pun tentang tamasyanya bersama orang tua. Bagaimana dia harus berpikir ceritanya harus saling berhubungan dan orang merasa mengerti pada maksud karangan kita..

So, selamat mengarang, mumpung lagi liburan panjang bukan?

Selasa, 17 Mei 2016

Sariawan

Kamu tahu rasanya sariawan?
Ya, serba salah
Mau makan salah
Nggak makan juga salah

Rasanya perih jika dipaksa
Tapi, jika tidak dipaksa
Mati rasanya
Dan aku terbingung olehnya

Berbagai cara kuobati
Dari memakan buah
Hingga aku memakai obat tetes
Kamu tahu rasanya apa? Perih, sangat perih

Sejak itu, aku mulai membenci sariawan
Sariawan tidak pernah menguntungkan
Uniknya terkadang ia terjadi karena kesalahanku yang tanpa sengaja
Terkadang sariawan hadir karena tergigit

Dan saat itu terjadi
Aku mencerca diriku sendiri
Dasar bodoh
Bisa-bisanya ruang di rongga mulutku seluas itu mengenai bibir atau lidahku

Lalu sariawan hadir
Aku mulai kesal
Aku serba salah
Dan aku mulai bodo amat

Sariawan tidak pernah tahu
Betapa bencinya aku dengannya
Betapa tidak inginnya aku dengannya
Dan kuharap sariawan dapat mengerti, sedikit saja.

Minggu, 15 Mei 2016

Perjalanan 6 Tahun.

Tak terasa sudah nyaris enam tahun blog ini ada, dari bahasanya gue menjadi aku. Dari isinya cerita gokil sampai ngegalau. Dari yang ramai hingga sekarang penghuni blog sudah berhijrah semua. Ya, dari aku dulu suka menulis fiksi dan sejenisnya, sekarang dipaksa menulis romansa.

Dan tanpa sadar bulan ini juga menandakan buku pertamaku terbit, dan rasanya, entahlah, aneh. Aku butuh 3 tahun untuk memulai karierku di dunia penulisan, aku butuh berapa bulan untuk naskahku diterima, tapi tiga tahun baru terbit, dan butuh sebulan lebih untuk buku kedua, dan aku butuh enam tahun untuk ngeblog, dan aku sekarang bukanlah apa-apa.

Aku masuk kuliah, dan semua tertelan begitu saja. Ambisiku lenyap, dan aku sedang asyik bermain Dota. Pernyataan yang aku tanamkan dan keputusan yang aku ambil semasa SMA untuk tidak bermain game lagi luntur begitu saja. Sekarang aku kerajingan bermain Dota.

Well, sudah banyak hal yang aku lalui. Dari aku yang cuek menulis cinta, sekarang terus berbicara cinta-cinta. Waktu adalah waktu, dan semua berubah seiringnya. Begitu pun tulisan, dari yang teguh untuk satu kali buat naskah untuk menyelesaikannya, dan hei, lihat aku memiliki tiga naskah berbeda yang tidak selesai sedikit pun padahal mereka sudah seperempat perjalanan.

Aku sebenarnya sudah tidak peduli berapa banyak naskah yang ditolak, yang aku pedulikan sekarang adalah naskah TA ku tidak ditolak dan lulus sesegera mungkin. Aku sudah mulai muak dengan sekitar, terkadang. Mereka melulu berbicara cinta, aku yang berusaha cuek pun seolah terseret. Hei, biarkan aku hidup tenang seperti dahulu.

Bagaimana aku menulis cerita dipagi hari adalah ketenangan, ditemani secangkir teh manis hangat yang kemudian membuat perutku kesakitan. Lalu aku harus segera berlari ke kamar mandi setelah melepas headset dari telingaku.

Dahulu waktu luang adalah surga bagiku, bagaimana aku selalu serius membaca perkata-kataan dengan alur penuh misteri. Bagaimana aku menghabiskan satu novel dalam satu hari. Bagaimana aku harus menunggu beratus halaman agar tahu cerita ini ternyata menarik.

Dan sekarang, aku tidak ada apa-apanya. Aku hilang. Sementara adekku terus melebarkan sayapnya.  Apa aku menyesal? tidak, satu yang baru kupelajari setelah aku merasa kesal dengan semua kemampuanku. Ya, aku harus melakukan yang terbaik. Lakukan yang terbaik. Terbaik! Tidak peduli seberapa kemampuanmu, kalau lakukan yang terbaik, usaha selalu berbanding lurus. Begitulah hukum fisika berlaku dan dunia menerimanya.

Kamis, 05 Mei 2016

Kesakitan

Menulis adalah pelampiasan kesakitanku
Sekarang aku merasa sakit
Amatlah sakit
Hati ini seperti berkeping, dan aku menulisnya

Menulis kesakitan adalah kehormatan bagiku
Tak mudah kita bercerita kepada seorang pun
Biarkan saja ia tertera
Di atas kertas atau di dalam layar digital

Menulis tentang kesakitanku adalah keindahan murni
Bagaimana rasa jujur tercurah
Bagaimana keputusasaan terucap
Bagaimana sikap akan bertindak

Kesakitanku sudah menusuk seluruh hidupku
Saat cinta mulai membawaku ke kebahagiaannya
Saat itulah cinta dan putus asa tak ada bedanya
Sekarang aku putus asa dan ingin melupakan segalanya

Terima kasih, telah memberi waktunya
Tapi kesakitan ini tanpa kau sadari
Telah membuatku diam
Diam dengan hati hancur berkeping

Aku sekarang harus jujur
Di tengah lagu cinta yang sebelumnya menggairahkan
Sekarang aku mulai muak
Menggantinya dengan lagu keputusasaan

Kesakitan itu terus bergerak
Dari kepala hingga ujung kakiku
Dan kini detik-detik terakhir
Jemariku menekan tuts keyboard untuk menulisnya

Kesakitan dari keputusasaan
Cinta yang berulah
Cinta yang salah
Lupakan saja, biarkan berlalu, walau itu sunggu amatlah berat.

Jumat, 22 April 2016

Berpuisi Untukmu

Berpuisi untukmu adalah sebuah candu
Candu yang terkumpul dari rasa kesal dan rasa rindu
Berpuisi untukmu perlu berjuta kali
Merangkai kata, merangkai irama, dan makna

Berpuisi untukmu adalah sebuah emosi
Terkadang kamu tak mau tahu
Terkadang kamu hanya ingin dirindu
Membuatku lelah, ingin menyerah, tapi ku tak bisa

Kamu tahu? Berpuisi untukmu merupakan bahagia
Saat kamu membaca dan mencoba mencerna
Saat kamu mengangguk dan tersenyum
Saat itu, aku merasa berpuisi untukmu begitu mengikat

Sehari aku tak melakukannya
Candu itu terus menggerogoti otak
Hati, tawa, bahagia, mereka terenggut
Berpuisi untukmu adalah sebuah anugerah

Tapi, selalu saja terjadi
Kamu tak mau mengerti
Kamu tidak memahami apa maksud
Maka dari itu, mungkin berpuisi untukmu perlu berjuta kali atau lebih

Hingga aku lelah
Hingga aku kehabisan kata
Hingga aku tahu, aku harus melangkah menjauh
Menghindarimu, dan terdiam bersendu melihat puisi yang pernah kubuat untukmu

Sabtu, 12 Maret 2016

Badai Yang Akan Datang

  Aku percaya, dan aku memahami bahwa awal tahun ini sungguh berat. Aku sudah berupaya, segala waktuku sudah kuluangkan. Segala doaku, dan juga semua keringat ini sudah kuupayakan. Tapi, nyatanya kehidupan terkadang membawa ke sisi yang lain.

  Upaya demi upaya sudah kulakukan. Berbagai cara, aku merasa yakin saat itu sampai akhirnya aku terhempas. Semakin banyak upayaku, semakin banyak hempasan yang menerpaku. Aku merasa terpuruk, apalagi orang-orang di luar sana sudah jauh berjalan. Bahkan, aku selangkah pun tak terasa.

  Bagai menerpa badai salju di kutub utara. Tak ada celah, aku rasa kedinginan dan sangat payah. Aku merasa ingin menyerah, walau aku tahu rasa lelah itu belum seberapa. Tapi, saat melihat orang sudah beranjak amatlah jauh. Aku tidah tahu, pikiranku kalut. Aku merasa tak ingin melihat dunia luar. Tidak, itu sungguh menyaktikan.

  Berbagai cara kulakukan, berbagai cara juga badai menerpaku. Semakin unik, semakin unik juga. Seolah kehidupan berkata. Upayamu adalah badaimu. Kamu melakuakan upaya seperti itu, badai akan menerpamu layaknya upayamu.

  Oh, tidak, aku tidak tahu melakukan apa. Aku masih berusaha terus tersenyum, walau aku merasa hampa. Aku tidak tahu apa yang terjadi di depan. Apa kah aku harus masih berupaya? Sementara cerita ini begitu mengerikan, bisa saja membuatku trauma mendalam. Beruntung banyak orang bijak berkata, kegagalan adalah pelajaran paling berharga. Aku harap aku masih bisa memahami kata-kata itu, walau rasa sesak terus menyesakkan dada.

  Terima kasih yang telah berjuang bersama, terkadang asa kita berbuah pahit, kadang juga manis. Segala hal dilakukan hanya satu tujuan, kita bisa mempelajari namanya proses yang berhaga. Baiklah, aku berusaha menghibur diriku. Dan semoga orang-orang diluar sana yang sudah jauh melangkah atau sedang melawan badai. Kudoakan semua terbaik untuk kalian. Menyedihkan memang, karena pemenang hanya seorang. Walau terdapat berbagai macam waktu untuk menjadi pemenang. Dan berbagai macam kesempatan. Tapi, badai dan badai itu tetap datang.

Rabu, 27 Januari 2016

Menulis Berbulan-bulan

  Ketika aku menulis berbulan-bulan, lalu terhenti dalam jangka waktunya begitu lama. Kemudian aku mulai malas melanjutkannya, dan disaat itulah aku merasa sia-sia dalam berbulan-bulan yang aku lalu sebelumnya. Sial.

  Tapi, apa boleh buat. Saat merasa tidak enak, daripada membuatnya menjadi sebuah kejahatan. Lebih baik berhenti dan membuat yang lain, entah kenapa aku percaya, semua ini akan berlalu dan berakhir bahagia. Semoga saja. Tapi, tetap saja itu menjengkelkan.

Jumat, 22 Januari 2016

Adikku Disleksia dan Aku Bangga Padanya

  Sekiranya libur hari raya idul fitri tahun kemarin, ketika itu aku diajak oleh temanku Salim jalan-jalan di kota Solo. Ya, Salim orang solo, tapi ia tinggal di wilayah Sragen, tidak jauh katanya. Hanya perlu setengah jam.

  Tapi, hari itu, aku tidak hanya berdua dengan Salim. Adikku yang kecil ikut denganku. Usianya sekitar enam tahun, namanya Ahmad Dieno Mustaniro, panggilannya Ahmad. Ya, akhirnya aku bertiga bersama Salim dan Ahmad keliling kota Solo yang indah dan cukup sejuk saat itu.

  Tak jauh perjalanan kami, pada akhirnya berlabuh ke sebuah Gramedia yang cukup besar di Solo. Aku lupa letaknya dimana, bagiku, ketika bertemu Gramedia, seolah menemukan banyak harta karun di sana. Tidak hanya aku yang senang saat itu, tanpa di sadari Ahmad begitu ceria dan ambisius.

  Sesampainya kami di sana, kami lihat buku masing-masing sesuai minat. Tak terkecuali Ahmad, dia hilir mudik ke sana kemarin dan akhirnya dia berkata padaku. "Mas, ada komik Naruto mas." Ucap dia sambil menunjuk-nunjuk. "Ada Avengers dan yang lain juga, Mas." lanjutnya sembari menyengir.

  Saat itu aku tidak membelikannya, ya karena aku tahu, dia tidak bisa membaca. Lalu aku berkata. "Nanti, kalau kamu sudah bisa baca, nanti mas belikan." Saat itu, aku menyadari aku tidak tahu apa-apa tentang adikku. Yang aku tahu bahwa di usia enam tahun ia masih belum bisa baca. Dan ibuku biasa saja menanggapinya.

  Tak lama, setelah kejadian komik Naruto itu. Ayahku yang aktif di sosial media bercerita, ya, ternyata adikku menderita disleksia. Kalian bisa cari tahu sendiri apa itu disleksia, intinya ia sulit mengingat sebuah tulisan atau sejenisnya.

  Dan saat aku tahu itu, aku merasa, aku benar-benar bukan kakak yang tepat untuknya. Aku tertawa sendiri. Tapi, bagaimana ia tahu mengenali itu komik naruto itu komik avengers atau lainnya? Bahkan untuk mengeja huruf saja ia kesusahan.

  Apalagi sebelumnya, tanpa ia membaca sedikit pun kata--karena ia tidak bisa membaca. Ia sudah sangat pandai sekali berbicara, jangan salah. Bahkan bukan bahasa Indonesia sehari-hari saja ia pandai. Bahasa Indonesia yang baku sampai Bahasa Malaysia saja ia bisa ucapkan dengan fasih.

  Bagaimana mungkin? Padahal dia belum bisa membaca apa-apa. Ya, seperti pribahasa-pribahasa umumnya. Dibalik kekurangan ada kelebihan. Saat Ahmad kesulita dalam memahami tulisan. Nyatanya ia sangat pandai menyerap kata-kata yang ia dengar. Dan ia paham dengan kata-kata yang dimaksud.

  Contoh saja bahasa melayu yang ia sering katakan, dari mana ia mendapatkannya? Kalian pasti tahu Upin dan Ipin kan? Ya, Ahmad sangat hobi menonton film kartun anak-anak itu. Dari situlah ia menyerap bahasa melayu. Ia bahkan hafal dan tahu penggunaan kata-katanya.

  Tak hanya bahasa melayu, ia pun cepat menghafal lagu-lagu yang ia dengar. Padahal ia tidak tahu liriknya. Itulah Ahmad, adik terakhirku yang tak pernah aku tahu seunik itu dia. Ia belajar dari apa yang ia dengar. Ia belajar dari apa yang ia lihat, bukan membacanya tapi melihatnya.

  Bagaimana aku tahu? Begini ceritanya, waktu bulan puasa aku pulang ke Jakarta. Waktu itu, aku sedang ingin menamatkan film Lord of The Rings. Film buatan luar negeri tersebut tentu saja memerlukan subtitle untuk mengerti alur ceritanya.

  Waktu itu aku nonton sendirian, lalu, Ahmad meminta untuk menontonnya. Akhirnya kami nonton berdua. Ahmad seperti anak kecil lainnya, bertanya-tanya ini itu. Lalu, tak lama, mengejutkannya, ia tahu alur cerita yang terjadi, ia tahu ini memiliki masalah dengan ini. Lalu sedikit berusaha mengasumsikan apa yang terjadi.

  Padahal, ia tidak bisa membaca subtitlenya, tapi dengan khidmat ia menonton tanpa teralih fokusnya. Ia menonton dan bahkan aku tidak perlu lagi menjelaskan cerita kepadanya. Seolah-olah dengan gerak-gerik dari film itu, ia sudah bisa membaca alur cerita yang sedang terjadi. Walau tidak sesempurna yang kalian bayangkan, tapi menurutku itu menakjubkan.

  Bahkan, ketika aku ketiduran menontonnya, ia masih menontonnya terus hingga jatuh tertidur. Esokannya, ia bilang ceritanya seru. Entah itu hanya dibuat-buat, atau ia memang mengerti ceritanya? Aku saja jika tidak ada subtitlenya malas untuk menonton film yang cukup rumit. Tapi, ia dengan khidmat menontonnya tanpa peduli bahasanya. Ia menikmati gambarnya.

  Dan kenyatannya begitulah, dia kesulitan membaca. Tapi, dari usia ia bisa berbicara, kata-katanya sudah sepadan dengan ucapan orang dewasa. Ia selalu membuatku rindu rumah. Kata-kata bijak di usianya itu membuatku tertawa dan tersenyum-senyum. Dan kurasa, aku perlu membelikannya komik Naruto. 

Kamis, 07 Januari 2016

Komik Strip Sapimen

  Aku mudah sekali bosannya, sekarang bagaimana jika kalian menikmati diriku dari sisi lainnya? hmm, maksudku, ya, aku sekarang lagi belajar membuat komik strip. Hihi, penasaran? boleh follow Instagramnya saja, sapimen. Ya semoga kalian tidak menyesal.