Rabu, 29 Juni 2016

Datang dan Pergi, Bahagia dan Sedih Secukupnya

  Siapa yang tahu detik berikutnya, menit berikutnya, sejam berikutnya akan terjadi apa? Beginilah hidup, penuh teka-teki. Tiada yang pernah tahu, tiada yang bisa memperkirakan pasti. Kecuali satu, ya, Allah SWT.

  Yang aku alamin ini benar-benar unik bagiku, oh tidak, hidup itu memang selalu datang dan pergi. Terkadang kamu bersedih di tinggal pergi, terkadang bahagia didatangi. Hidup tak jauh dari perputaran itu, datang dan pergi, sedih dan bahagia.

  Begitu pula yang terjadi hidupku. Semua itu pasti pernah kualami, dan menariknya, waktu itu aku kehilangan laptopku, seperti yang sering kuceritakan sebelum-sebelumnya. Ya, aku benar-benar tidak punya laptop. Hingga aku harus pinjam sana-sini, bahkan berbulan-bulan menginap di lab agar bisa memanfaatkan fasilitas yang ada.

  Menjelang aku magang, aku dipaksa harus memiliki laptop untuk magang. Well, aku minta bantuan sana-sini. Orang tuaku tidak bisa membantuku, aku terpaksa meminta omku. Alhamdulillah omku bersedia membantuku.

  Well, tak lama, setelah memilih-milih laptop. Akhirnya pada minggu pagi aku membeli laptop bekas. Dan kalian tahu? Aku sangat bahagia akan kedatangan laptop itu. Benar-benar bahagia, setelah sekian lama tidak memegang laptop. Akhirnya aku memilikinya lagi.

  Menariknya tak sampai situ, tiba-tiba jelang berapa jam setelah aku beli laptop, aku mendapatkan kabar laptopku yang diservis telah selesai juga setelah diinap-inap lamanya di tempat service. Pada akhirnya, begitu saja aku memiliki dua laptop dalam sekejap. Benar-benar sekejap, orang tuaku tidak menyangka, aku pun tidak menyangka.

  Sekarang aku memiliki dua laptop dengan berbeda fungsi. Aku sangat menikmatinya, tapi kupikir itu mubazir, maka aku menjual laptop lamaku. Belum terjual laptopku, aku pun dikasih smartphone lama oleh omku, ya, aku tidak menolaknya, sudah lama juga aku tidak punya ponsel.

  Setelah aku memiliki semua itu, selang berapa minggu, tiba-tiba tab yang kupunya mendadak mati-mati. Aku pikir itu perihal biasa ternyata, ada yang harus diganti, dan lumayan harganya untuk orang tak penghasilan tetap bagiku.

  Dan, beberapa minggu setelahnya lagi, saat aku ingin memulai belajar akan coloring dan ilustrasi dengan style berbeda, pen drawing padku rusak. Semudah itu datang dan semudah itu pergi. Ya, walau begitu kedua benda yang rusak itu kubilang wajar, karena itu benda sudah kurang lebih lima tahun menemaniku berkarya dan berkomunikasi.

  Mungkin yang bisa kupikirkan adalah, jangan cepat bahagia, jangan cepat bersedih. Bersyukur adalah sebuah nikmat yang sering kali terlewatkan. Disaat mereka datang, bahagia secukupnya, saat pergi, bersedih secukupnya. Karena tidak ada yang tahu apa yang terjadi beberapa detik, menit, jam berikutnya.

  Sekarang aku harus memperbaiki itu semua entah darimana uangnya. Terlebih pen drawing pad itu. Dan satu lagi uniknya, saat Tab ku rusak, kucari tahu alasannya, saat kudapati, saat kujumpai forumnya, ternyata, banyak juga yang terkena masalah seperti tabku.

  Tak lain juga terjadi pada drawing padku. Saat aku mencari-cari pen untuk penggantinya, ternyata banyak orang yang juga ikutan mencari penggantinya. Sepertinya dua benda yang rusak itu sudah waktunya diperbaiki. Semoga masih bermanfaat dan menghasilkan karya yang menarik lainnya.

Selasa, 28 Juni 2016

Jatuh Cinta itu Anugerah

  Halo para pemuda yang dimabuk asmara. Aku ingin tertawa sendiri rasanya. Cinta oh cinta, sebuah hal yang tak asing bagi kita semua. Cinta pun banyak macamnya, pada orang tua, guru, sahabat, rekan kerja, atau cinta pada Rasul dan Allah SWT.

  Terlebih para pemuda, ya, termasuk aku juga bisa dibilang. Cinta terkadang tak bisa dikelakan, kalau kata-kata orang-orang cinta tuh anugerah. Ya, aku tidak pernah membantahnya. Saking serunya persoalan cinta tak sedikit anak-anak seusiaku menjalin hubungan mengatas namakan cinta.

  Aku tertarik dengan kisah mereka. Ada yang melakukan pacaran, ada juga yang keren udah siap menikah, orang tuanya sudah tahu sama lain, tinggal menunggu lulus dan menikah saja. Aku pun siap menerima undangannya, ya, wala teman-temanku sudah banyak yang menikah, satu pun belum pernah kudatangai pernikahan mereka.

  Tidak, bukan karena tidak ada pasangan untuk datang kesana. Tapi terlebih waktu dan tempat yang tidak pas. Mungkin yang pas saat pernikahanku nanti. Aku lagi-lagi ingin tertawa jika membahas ini. Tapi yasudah, kita lanjutkan.

  Pada seusiaku, dibawahny, atau diatasnya--usiaku 21 tahun--tak sedikit dari mereka terus bicara tentang cinta dan cinta, tapi pembahasan itu memang menarik sih. Sangatlah menarik bagi kami, bagaimana ketertarikan dua ingsan yang awalnya tak saling kenal hingga begitu dekat.

  Sejauh aku melihat, lama-lama teman-teman yang berhubungan itu sering ledek-ledekan di grup-grup chat tentang pernikahan. Wow, aku merasa tersindir. Apadaya jomblo sepertiku. Dengan topik itulah aku iseng bertanya pada teman-temanku yang saling menjalin hubungan.

  Aku bertanya pada mereka. "Kedepannya kalian bakal nikahkan?"

  Mereka mengernyitkan dahi mereka dan menjawab seperti samar-samar. Aku terkejut saat itu, benar-benar terkejut. Begini, mereka saling mencintai, mereka saling care, ibarat tinggal resmiin aja gitu. Tapi, mendengar pertanyaan itu mereka bingung. Lalu tujuan mereka itu apa?

  Aku hanya menggidik bahuku membayangkannya, apa yang salah? Saat semua sudah saling menyukai dan saling tahu, bahkan mereka saling menjalin hubungan. Tapi, bicara pernikahaan, mereka bingung, mereka tak yakin.

  Ya, jodoh mah siapa yang tahu. Dan mereka yang sedang berpasangan sebelum menikah pun, mungkin belom jodohnya kali ya? Walau, ya, rada bingung dengan perihal ini sih. Apa, apa yang mereka pikirkan dan inginkan? Padahal mereka tinggal finishing lah istilahnya.

  Aku tidak mau berpikir terlalu jauh, berarti kesimpulannya menjalin hubungan sedini mungkin belum berarti berakhir dengan dirinya. Ya, hubungan tanpa ikatan itu. Berarti, itu bukan cara yang tepat, menurutku, dari pandanganku, setelah semua jawaban kebingungan itu.

  Mungkin sekarang bagusnya kejar cita-cita kali ya? Jangan kejar doi dulu, belum tentu doi jodohmu. wleek.

  Jatuh cinta itu anugerah, sekarang sisanya semua ada pada kita dengan seperti apa kita menyikapinya.

Senin, 27 Juni 2016

Momen Penting Yang Hampir Punah

  Percaya atau tidak, pasti jika kalian bertanya pada orang yang bekerja di bidang seni atau semacamnya, pasti pernah mendengarkan cerita mereka dalam mendapatkan inspirasi untuk karyanya. Dan yang tidak asing, terkadang mereka bercerita mendapatkan inspirasinya dari sebuah toilet.

  Ya, aku sering kali mendengarkan kisah itu. Percaya atau tidak percaya, aku pun mengalaminya. Tak usah jauh-jauh, tulisan ini pun buah karya semedi di toilet. Tapi, momen ini nyatanya akan punah. Apa yang terjadi? Karena bersemedi di toilet pun sudah mulai tergantikan.

  Baik, aku ingin cerita dahulu kenapa orang suka mendapatkan inspirasi di dalam toilet. Ya, mereka di dalam toilet biasanya hendak membuang air besar. Apa hubungannya membuang air besar dengan inspirasi? Ini sih menurutku dan dari beberapa sumber yang lupa kubaca dari mana, tapi bagiku buang air besar di toilet dapat memberikan ide, karena pada proses kita mengeden, disaat itu kita memaksakan sesuatu dan layaknya meriam, ketika sesuatu itu keluar, maaf kalau terbaca sedikit menjijikan, tapi saat keluar, seolah ide itu kepulan asap dari meriam itu. Dia pun hendak keluar.

  Ya, masa-masa mengeden seperti membuyarkan pikiran untuk sesuatu hal yang entah darimana datangnya tapi sangatlah membantu kita dalam mencari inspirasi untuk karya kita. Lalu, hal kedua adalah ketika kita buang air besar, biasanya kita hendak bingung untuk melakukan apa. Disaat itu kurasa kita pun berpikir sesuatu hal yang menurut kita mentok, dan disaat kekosongan itu, saat berpikir itu, kita pun dipaksa mencari segala jalan dari segala arah untuk menemukan jalan keluarnya, hingga akhirnya jalan keluar itu muncul saat kita semedi di toilet.

  Kalian boleh tidak percaya, karena ini bukanlah sebuah riset atau hal ilmiah yang sudah valid. Tapi, itu lah momen penting bagiku saat ideku sudah diujung tanduk. Disaat aku hendak mencari jalan keluar. Tapi, tentu saja momen itu tidak bisa dipaksakan, semua seolah sudah menjadi takdir Tuhan.

  Namun, seiringnya perkembangan teknologi, momen penting itu nyaris punah, kenapa? Ya, dizaman yang sudah semakin canggih, telpon genggam atau ponsel atau smartphone sudah tidak lepas lagi dari tangan kita. Dan... tidak sedikit orang yang membawanya disaat hendak buang air besar.

  Ketika hal itu terjadi, maka kedua proses semedi dalam menggapai inspirasi itu pun tidak terjadi. Orang sibuk dengan smartphonenya, entah chating, lihat video, atau stalking mantan. Aku pun, kuakui pernah melakukan itu, karena smartphone benar-benar tidak bisa jauh dari kehidupanku.

  Tapi, aku merasakan seperti kehilangan sesuatu yang penting, dan sekarang aku benar-benar kepikiran. Dan terkadang, sialnya ketika kita sudah semedi lama-lama di toilet, sudah mendapatkan inspirasi, sudah menemukan jalan keluar yang luar biasa, dan ketika semua sudah di otak. Lalu, kita keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan buang air besar, tiba-tiba inspirasi dan semua ide itu hilang.

  Ya, aku pernah merasakan itu, dan betapa kesalnya diriku. Saat itu rasanya aku mau membawa note, atau laptopku untuk menulis ideku dengan segera. Well, disitulah menurutku diujinya kita menahan daya ingat yang penting.

  Aku tidak tahu tulisan ini berguna atau tidak, tapi, maaf jika agak jorok. Kuharap momen ini tak pernah hilang, hingga karya-karya terbentang nan indah untuk dinikmati hal layak.

Minggu, 26 Juni 2016

Investasi untuk diri sendiri

  Jika bicara perihal uang, itu merupakan polemik dunia yang tidak ada habisnya. Selalu kurang, selalu kurang, bahkan para pejabat yang punya uangnya tak ketolongan, masih aja merasa kurang. Apalagi rakyak kecil sepertiku?

  Aku terbilang paling hati-hati dengan mengeluarkan uang, maka dari itu terbilang aku jarang liburan seperti teman-temanku yang udah pada naik gunung, berjemur dipantai, dan keliling Indonesia yang menakjubkan itu.

  Aku tak bilang itu semua buang-buang uang, mereka punya kesukaan sendiri, mereka tahu uangnya digunakan untuk apa. Dan jika itu termasuk hobi atau pekerjaan mereka, itu menurutku invenstasi diri.

  Terkadang aku tidak pernah kepikiran yang namanya investasi diri, tapi dari dahulu aku selalu menggunakan uangku untuk diriku sendiri, maksudku yang bisa kugunakan, mungkin karena aku tidak terlalu addict jalan-jalan atau makan enak. Jadi aku lebih suka mempergunakan uangku untuk membeli sebuah barang.

  Entah itu barang berbau teknologi, atau olahraga, atau pun seni. Menurutku, yang bisa kugunakan untuk membuat diriku bahagia dan nyaman, maka aku beli dengan uang yang ada. Dan tanpa kusadari, nyatanya aku sedang berinvenstasi pada diriku sendiri.

  Ya, aku terus membeli barang yang menunjang aku bekerja, tak lain merupakan hobiku juga. Dengan semakin banyak barang yang membuat aku semakin mudah dan merasa lebih baik, maka itu adalah investasiku untuk diriku yang mungkin hasilnya nanti dimasa mendatang, entah dari hasil karya, atau dapat pekerjaan dengan kemampuan yang ku kuasai selama ini.

  So, jangan pelit untuk berinvestasi diri. Terkadang kita terlalu memaksa diri untuk memakai seadanya untuk menunjang pekerjaan atau hobi kita yang mana akan menghasilkan. Mungkin terkesan manja, tapi teknologi dan kehidupan terus berkembang, jika kita memakai sesuatu yang itu-itu saja, tak jamin dimasa depan akan terpakai juga.

  Maka investasi untuk diri sendiri itu penting. Semakin diri trampil, maka harga jual diri di perusahaan atau pekerjaan maka semakin besar juga. Semua itu tak lain berkat berinvestasi pada diri sendiri. Jangan takut kehabisan uang, jika kamu membelinya untuk menghasilkan uang.

Satu untuk Semua? Semua untuk Satu?

  Bulan puasa ini memang penuh berkah. Dimana kita harus berpikir jernih ditengah tantangan dalam menahan segala hal yang bersifat buruk, termasuk menahan emosi. Saat puasa entah kenapa emosi itu gampang sekali lahir, mungkin karena hawa lapar yang menyudutkan tubuh dan pikiran ini.

  Layak halnya waktu itu, aku dan teman kelasku sudah merencanakan buka puasa bersama di sebuah tempat yang cukup jauh. Tapi, seperti biasanya, ketika janjian untuk berkumpul, layaknya istilah untuk jam Indonesia, ialah jam karet.

  Saat berkumpul, ada beberapa anak yang benar-benar telat hingga kami terpaksa mengundur jam keberangkatan. Dan parahnya lagi, sudah nyaris sejam kami menunggu, dan satu orang lagi belum juga tiba. Padahal dalam pesan terakhirnya, dia bilang untuk balik ke kosan sebentar.

  Well, kata sebentar membuat kami menunggu. Benar-benar menunggunya. Tapi, sebentarnya nyatanya tak kunjung datang dan memaksa kami semua terus menunggu. Pada akhirnya, temanku menceletuk. "Dah, yuk, kita berangkat." Katanya dengan optimis. Dalam pikiranku, kok jahat sih orang ini ninggalin temannya, tapi semua dalam pikiranku langsung terbantahkan oleh perkataan selanjutnya. "Kita menunggu untuk satu orang membuat semua orang jadi telat berangkatnya." Aku terdiam, dan berpikir kembali.

  Apa yang dikatakannya benar, di Indonesia ini menurutku, setidaknya diriku, memiliki pola pikir yang keliru. Terkadang, ketika mengadakan rapat, aku bilang, tunggu yang lain dulu, padahal waktu janjiannya sudah berlalu. Dan itu pun dimana kita berpikir menghargai yang telat, dan melupakan yang sudah tepat waktu. Pada akhirnya, seperti kita menyalamatkan satu orang, untuk membunuh semua orang.

  Dan itu yang terus terjadi, semakin itu terus terjadi. Orang bakal berpikir untuk lebih baik telat, toh ditunggu ini sama yang lain. Lalu bagaimana nasib yang tepat waktu? Yasudah, mereka hanya menunggu hingga yang telat tiba.

  Begitulah, aku dapat pencerahan setelah itu. Dan aku terus berpikir, benar juga apa kata dosenku. Pola pikir menunggu yang telat hanyalah membuat kemalasan adalah suatu yang bagus, dan ketepatan atau kerajinan adalah hal yang biasa. Semua ini kebalik.

  Mungkin, sekarang kita harus merubah pola itu. Menghargai yang tepat waktu, bagaimana? Tentu saja, dengan mengabaikan yang telat. Atau menghukum yang telat. Jika kita menunggu yang telat, berarti kita menghukum yang tepat waktu dengan menunggu yang telat.

  Setelah hari itu, ketika aku membuat janji aku akan berkata. "Kalau aku tidak dateng di waktu yang dijanjikan, tinggalin saja." Ya, jangan menunggu satu orang, ini bukan masalah persahabatan atau apa, ini masalah disiplin. Negara ini sudah jauh dari kata disiplin. Sangatlah jauh, terkadang aku sendiri kesal dengan orang yang seenaknya tidak tepat waktu. Apalagi tanpa konfirmasi, mereka pikir waktu 24 jam hanya untuk menunggunya?

  So, teman-teman. Waktu itu sangat penting, persahabatan juga penting, tapi jika sudah berjanji, usahakan perjanjian itu ditegakkan, jika perjanjian sering kali diabaikan, walau sepele sekali pun. Bukan tak mungkin, di masa yang mendatang, perjanjian hanyala sebuah simbolis.

  Yuk, kita datang tepat waktu, dan menghukum yang telat. Apresiasi orang yang berbuat baik, Indonesia ini miris akan apresiasi pada orang baik. Indonesia ini agak terbalik, orang jahat di apresiasi, orang baik diabaikan. Dari situlah timbul, lebih baik jahat karena diagungkan, daripada baik terabaikan.

Jumat, 24 Juni 2016

Mengarang Bukan Sembarang Mengarang

Malam itu aku dan teman-temanku diskusi di chating room, saat itu kami sedang berpikir dan berbagi ide. Temanku bercerita tentang idenya, dia menjelaskannya, lalu seusai ia bercerita aku menemukan ke ganjalan, kok permasalahan sama solusinya kok kurang nyambung.

Setelah bertanya-tanya lagi, dia akhirnya berkata. "Gue nggak jago ngarang." Lalu aku tersentak saat itu, bukankah mengarang hanyalah mengarang? Kita bebas mengarang, bercerita, itu hak kita, itu karangan kita. Tapi, ternyata mengarang itu tidak semua orang bisa tidak semua orang suka akan mengarang, walau itu bebas sesuka kita sekali pun.

Dari kecil kita pasti selalu diajarkan mengarang, terutama dalam menulis karangan setelah liburan. Pasti kalian tidak lupa bukan? Dimana setiap pelajaran bahasa Indonesia memaksa kita mengarang tentang liburan kita.

Aku sangat senang akan hal itu, aku pikir aku bisa menulis apa aja pada lembaran itu. Itu terserah padaku, guru tidak akan menyalahkan kisahku. Tapi, ternyata tugas yang menurutku bebas itu dan santai itu tidak semudah teman-temanku bayangkan.

Aku bahkan bisa memenuhi tulisanku yang buruk (Secara pengelihatan) di kertas itu bahkan dua lembar sekalipun. Sementara teman-temanku satu lembar sudah ngos-ngosan. Begitu pun berjalan hingga aku kuliah.

Beruntung ada pelajaran yang mengharuskan kita mengarang, dan di saat itu tanganku tidak berhenti untuk menulis apa yang aku pikirkan, apa yang aku karangkan. Tapi, semakin besar, permasalahan dalam mengarang bertambah.

Semakin dewasa, mengarang tidak sembarang mengarang, mengarangnya memiliki konteks, terkadang konteksnya tidak semudah yang dipikirkan, terkadang suatu hal yang cukup rumit. Maka dari itu mengarang di masa dewasa cukup susah.

Mengarang sekarang harus berpikir lebih keras, bagaimana kata-kata sesuai konteks, bagaimana dari awal sampai akhir harus konsisten, bagaimana karangan kita menarik pula, dan mengarang di masa dewasa pun bakal dipertanggung jawabkan, karena karangan kita harus memiliki pesan yang disampaikan dan pesan itu yang ditanyakan, padahal itu, pesan itu, karangan kita, pendapat kita, sesuka kita, tapi tetap saja, itu harus dipertanggung jawabkan.

Jadi apakah mengarang itu mudah? Aku harus menghembus napas panjang tentang mengarang sekarang, bahkan membuat novel pun aku bisa uring-uringan jika ceritanya sudah panjang, terkadang aku merasa karanganku tidaklah sekompleks karangan novel best seller di luar sana, dan mengarang di dalam novel tidak semudah menulis kisah liburan, harus ada makna, harus ada konflik yang kita buat sendiri, penyelesaiannya sendiri, rasanya seperti bikin dunia sendiri dalam pikiran kita yang ditumpahkan ke kata-kata.

Mengarang itu pun pada akhirnya merupakan sebuah keilmuan, menurutku. Karena kita perlu melatihnya, kita perlu berpikir, dan banyak keilmuan lain yang akan bercampur dalam melakukan sebuah task yang bernama mengarang.

Tapi, bukan berarti mengarang tidak dapat ditakluki. Menurutku mengarang itu pun bisa dikuasai, ada berbagai macam cara, pertama, menurutku dan yang pasti kita harus memahami atau membaca buku atau karangan seseorang yang kecerdasannya lumayan untuk mengasah pemahaman kita dari suatu kesatuan karangan.

Kedua, menurutku adalah setelah mendapatkan ilmu-ilmu umum yang kita kuasai, kita harus melatih tata bahasa kita, mengarang tidak bicara isi, tapi penyampaian, terkadang penyampaian yang salah membuat orang yang memahami karangan kita tidak pernah mengerti.

Ketiga? Tentu saja, lakukan itu berulang kali. Itu secara garis besarnya, aku tidak tahu bagaimana harus dirincikannya.

Well, sekarang kalian harus menghargai karangan orang lain. Karena effort dalam sebuah karangan itu tidak mudah, bahkan karangan anak kecil pun tentang tamasyanya bersama orang tua. Bagaimana dia harus berpikir ceritanya harus saling berhubungan dan orang merasa mengerti pada maksud karangan kita..

So, selamat mengarang, mumpung lagi liburan panjang bukan?