Selasa, 26 Februari 2019

Basah Langit Abu-Abu

Aku menekan tuts vending machine ini, ah rasanya nikmat sekali gedung ini punya alat ini. Aku bisa kapan saja beli minuman, sungguh bisnis yang tepat.

Kleng... Kleng...

Aku mengambil minumanku. Aku menatap kaca-kaca gedung, terlihat basah langit abu-abu. Lantas duduk di sebelah temanku, sembari masih memandang basah langit abu-abu. "Hujan." Kataku dan memberi minuman yang kubeli. Aku beli dua.

"Terima kasih." Katanya dengan lembut namun masih termenung.

Cklek.

Kita sama-sama meminum minuman itu. "Ah... Sungguh nikmat." Kataku sambil mengusap mulutku. Aku menoleh ke arah temanku. "Jika kamu diizinkan menyesal, apa yang akan kamu sesali?"

Temanku menoleh, menatapku, memincingkan matanya, dan menatap ke arah kaca gedung lagi. "Berleha-leha di masa muda dan menderita sekarang." jawabnya datar.

"Oh." sahutku, meminum lagi. "Jawaban yang klise." lanjutku.

Dia meminum juga, dengan cepat lalu membalas kata-kataku. "Persetan dengan klise, tapi sekarang aku sungguh menderita. Semoga tuaku, aku bisa berleha, karena sungguh aku benar-benar menderita sekarang!" katanya dengan menahan keluhan.

Aku terbahak-bahak.

Dia menoleh menatapku heran, lalu terbahak-bahak juga.

"Aku tidak tahu, kapan kita bisa berleha-leha sehingga tak akan menyesal lagi." kataku.

Dia meminum lagi lalu ber-'ah'. "Mati, aku yakin setelah mati kita bisa berleha-leha." matanya sangat tajam kali ini, tak ada gerakan lain selain jawaban itu. Dia benar-benar serius kali ini.

"Kalau begitu, berarti seharusnya kita sekarang tidak duduk dan memandang langit abu-abu yang basah itu dengan kopi kaleng ini?"

Dia beranjak dari duduknya. "Kamu benar, kita tidak boleh buat penyesalan lagi, setelah mati."

Aku tersenyum.

***

Mungkin sebulan terakhir, oh tidak, dua bulan terakhir, atau enam bulan terakhir? Apa setahun terakhir? Atau jangan-jangan 23 tahun terakhir? Ups, itu terlalu berlebihan. Tapi, memang beberapa bulan belakangan ini membuat terpikir soal masa lalu.

Leha-leha masa lalu akan membuat derita masa kini, derita masa kini apakah akan membuat leha masa depan? Tapi, derita masa kini rupanya menjawab leha-an masa lalu. Jadi bagaimana dengan masa depan?

Sekarang, lebih hati-hati dalam memaknai hidup, dalam memilih jalan hidup, karena penyesalan itu sungguh menelan hidup-hidup, sebuah rasa. Setidaknya aku tidak mau mati karena penyesalan seperti raja Emitez.

“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” QS Al-Fajr, ayat 24

“Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” QS Al-An’am, ayat 27

*

Seorang berkomentar tentang 'Basah Langit Abu-Abu'.

"Tulus (penyanyi) keren ya, dia mau bilang hujan aja harus pake kata-kata itu (Basah langit abu-abu)."

Aku tersenyum membacanya dan mengangguk, iya-ya, dia padahal cuman mau bilang hujan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu