Tak lama, dia berhenti, masuk ke sebuah ruangan lalu membuka buku yang tergeletak di sebuah meja. Dia mengambil pulpen lalu dengan amat terburu-buru menulis di buku itu. Entah dia menulis apa, sungguh cepat, sangat cepat, terlihat seperti membabi buta. Terlihat seperti orang gila.
Aku hanya bisa mengintip dari balik jendela ruangan itu. Suara hujan yang semakin lebat memenuhi telingaku. Dan aku masih menatap orang itu, namun pria itu terlihat sangat aneh.
Perlahan hujan terus melebat.
Pria itu seperti orang kesakitan, tangannya tidak berhenti menulis. Sesekali mengusap hidungnya yang mulai berdarah. Atau mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca. Namun, pria itu terlalu bersemangat menulis, hingga darah dari hidungnya dan air matanya tumpah begitu saja ke buku yang sedang ia tulis.
Lalu ia berhenti menulis, ia terkejut melihat bukunya yang tertetes darah dan air matanya. Air mukanya tiba-tiba seolah mendidih, kesal, amat kesal. Ia menengadah sambil terisak-isak. Lalu dia melempar pulpen di tangannya ke sudut ruangan. Badannya bergoyang seperti orang tengah tersengal-sengal, dia membanting bukunya dan berteriak kesal.
Saat itu, aku beranjak memasuki ruangan itu dengan penuh ketakutan. Membuka pintu dengan amat pelan, alih-alih agar tidak menjadi perhatiannya. Aku terus melangkah, semakin dekat dan semakin dekat. Panas tubuhnya bisa kurasakan. Begitu pun kesedihannya.
Tiba-tiba, pria itu menoleh ke arahku.
Aku terkejut, kebingungan.
Pria itu lantas menghampiriku dan memelukku. Aku, hanya bisa meneteskan air mata.
Aku bisa merasakan, pada pria itu. Sebuah rasa kesepian yang amat mendalam.
***
Untuk sesuatu yang terpendam, bicaralah sedikit, agar sedikit tahu, maksud hati.
Dan terima kasih untuk setiap orang yang bertanya. "Ada apa? Coba cerita." Ada beberapa, atau mungkin banyak sekali yang ingin mendengarkan kata itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu