Sabtu, 23 Mei 2020

Aku Tak Harus Menjadi Apa

Aku selalu bertanya-tanya, kenapa banyak sekali iklan atau campaign tentang "menjadi pengusaha"? Iklan tersebut tidak sedikit, bahkan hampir setiap pengusaha selalu menyampaikan betapa nikmatnya jadi pengusaha.

Aku tahu, jika memang ingin berkembang pesat terutama materi dan pengalaman juang pengusaha memang langkah terbaik, tapi untuk mengajak semua orang jadi pengusaha, aku heran, apakah kita harus atau memang pengusaha adalah jalan terbaik setiap manusia?

*

Pada saat pandemi gini, aku merasa webinar ada dimana-mana. Dari hal yang umum hingga hal yang detail, dari gratis hingga berbayar. Aku juga tak mau kalah untuk ikutan webinar-webinar yang related sama pekerjaan atau hobiku.

Yes, tibalah aku di webinar salah seorang yang cukup berpengaruh dikancang desain produk digital. Namanya Borrys, beliau ternyata satu alumni denganku, tapi perjuangannya sungguh hebat dari yang jurusan elektro sekarang beliau menjadi salah seorang tokoh Indonesia di bidang desian produk digital.

Namun, di webinar yang beliau bawakan ternyata yang paling aku ingat adalah sebuah diskusi singkat dari seorang pertanya ke Bang Borrys.

"Bang Borrys, dengan kemampuan yang dimiliki, tidak ingin memiliki usaha atau perusahaan sendiri gitu? Biar lebih leluasa dari pada bkerja di perusahaan besar yang cukup membatasi Bang Borrys?."

Bang Borrys mendengarnya dengan senyuman kecil. Begini jawaban beliau. "Saya merasa menjadi karyawana saja waktu saya sudah banyak terpakai, jika saya menjadi seorang pengusaha atau pemilik usaha mungkin waktu saya semakin banyak terpakai, dan akhirnya saya bisa jadi terlena dengan ibadah saya, mungkin nati hanya bisa shalat saja." Bang Borrys tersenyum lagi. "Tapi, itu berdasarkan personal saya."

Aku tersenyum mendengarnya. Aku seperti mendapat nasihat penting. Kita memang yang paling bertanggung jawab pada diri kita, dan kita tahu mana yang sesuai dengan kita. Mungkin ini seolah terlihat pembenaran, tapi aku merasa ini memang balik lagi ke personal masing-masing.

Ada banyak yang merasa jadi pengusaha bisa memberikan dampak luar biasa dengan menyediakan peluang kerja, atau pekerjaannya sangat berpengaruh di masyarakat. Ya, mungkin itu memang jalannya mereka untuk memberikan dampak.

Begitu pun karyawan, mereka punya kemampuan yang memberikan dampak, walau dampaknya mungkin terlihatnya hanya di sebatas perusahaan, tapi jika perusahaan itu adalah perusahaan yang baik maka dampaknya pun menyebarluas ke masyarakat.

"Terpenting dari pekerjaan itu memberi dampak, jadi jabatan itu memang tidak terlalu diutamakan atau dituju." Kata Bang Borrys pada jawaban lainnya.

Aku setuju, kita punya role masing-masing, tinggal bagaimana role kita bisa maksimal sehingga dapat bermanfaat lebih. Kita tidak harus menjadi, tapi kita harus memberikan dampak.

Saat itu aku tersenyum gembira, karena jujur saja terkadang aku merasa terbebani oleh pikiran semua orang harus jadi pengusaha agar makmur, well memang pengusaha jalan cepat untuk makmur dari segimateri ataupun dampak. Sementara karyawan mungkin tidak terlihat, atau bahkan tidak dilihat. Tidak sedikit karyawan hanya sebuah mesin penggerak saja, bagiamana mungkin kita lihat di banyak pabrik-pabrik.

Sekali lagi, hidup ini adalah pilihan kita, dan kita yang bertanggung jawab atas pilihan kita. Lakukan apa yang mungkin sekiranya kita bisa lakukan, bukan?

Tidak lama dari Webinar Bang Borrys, aku tiba di live instagram salah seorang temanku yang berjumpa beberapa kali di sebuah momen yang sama. Namanya Rezky, dia terkenal dengan Rezky Passionwater, seperti nama julukkannya, dia sangat suka menulis, dan dia ingin menjadi partner penulis klien-kliennya.

Pada suatu livenya dia bilang, "Apapun pengkategorian rolenya, jangan terlalu dipikirkan, terpenting menulis, selama ada pikiran dan perasaan maka kita bisa menulis untuk memberikan dampak. Dan tentu saja karena ingin berkontribusi menjadi pejuang Allah." Kurang lebih itu yang kutangkap dari perkataannya.

Label, belakangan ini ku juga sempat dirisaukan dengan label. Aku yang ingin mencoba meletakkan karyaku di berbagai tempat agar mereka punya rumahnya sendiri dan dapat dinikmati orang-orang pun sempat kelabakan dengan pengelabelan. Apalagi ketika aku mencari referensi dan referensiku itu memang bikin iri, sigh... Mereka terlalu keren-keren, dengan followers ratusan hingga jutaan, dan ketenaran yang mencengangkan, mereka memang role idaman sekali untuk anak milenial sepertiku.

Akhirnya aku resah dan dipusingkan dengan semua itu, padahal tujuan utamaku melakukan ini karena hobi, karena ingin menjadi sebuah hal yang bermanfaat. Tapi melihat itu semua, aku perlahan tersilaukan.

Akun pun ingat tulisan hoeda manis, artis pun hanyalah sebuah pekerjaan, sebagaimana para petani. Ya, terkenal adalah pekerjaan mereka, sebagaimana petani mencangkul. Terkadang kita terlalu melebih-lebihkan yang sebenarnya ya itu tidak beda dengan kehidupan lainnya.

Terkadang aku menghitung-hitung berapa uang yang mereka hasilkan dengan menjadi pengusaha atau content creator, setelah aku pikir-pikir, pasti mereka juga menghabiskan modal yang banyak, pada akhirnya mungkin tidak jauh beda, yang membedakan hanyalah perasaan tidak puas yang menghinggap.

Memang masalah pekerjaan, role, dampak, harta, itu menarik sekali, siapa yang tidak ingin sukses di semuanya?

Kemarin malam aku bernostaliga dengan menonton video musisi Indonesia dan juga musisi luar yang sudah tidak lama aku ikuti. Aku melihat gitaris hebat, yang banyak orang menyebutnya Samurai Guitarist, namanya Miyavi.

Miyavi ini cara bermain gitarnya unik sekali, dia memainkan gitar seperti bermain bass. Pokoknya kalau lihat dia main itu asyik banget, menjiwai sekali, dan yang namanya ahli ya terlihat betul keluwesan bermainnya.

Aku pun berkunjung ke channel youtubenya, gitaris hebat yang sudah berkarir bertahun-tahun, mungkin udah lebih dari 15 tahun ternyata hanya memiliki subsrcribber 190rb-an dan views pada setiap videonya yang terbilang kecil sekali padahal bagus-bagus bagiku, sementara banyak sekali channel youtube yang juga bagiku--benar-benar bagiku ya--kurang berskill atau terlalu biasa aja tapi followersnya berjuta-juta.

Lalu istriku menimpali. "Ya, kan dia Musisi bukan konten kreator kayak channel youtube yang followersnya jutaan."

Aku mengangguk, bener juga, mungkin memang ada yang risau dengan angka-angka. Tapi, sebagai pecinta apa yang dia lakuin, mungkin itu tidak terlalu dirisaukan. Bagi mereka--musisi--ya bermusik yang penting, menghasilkan karya yang bagus, dan juga berdampak.

Itu juga dikuatkan oleh perkataan Anton J-Rocks pada sebuah wawancara di channel youtube--video yang membuatku bernostalgia. "Kita akan terus berkarya, membuat musik-musik, mau ada yang mendengarnya atau tidak."

Di situ, aku merasa penting sekali apa yang emang menjadi tujuan atas apa yang kita lakukan. Kalau musisi ya buat musik dan semacamnya, kalau penulis ya fokusnya menulis, kalau konten kreator ya membuat konten yang menghibur penontonnya, dan banyak lagi.

Fokus apa yang dilakukan, jangan memikirkan angka-angka yang bukan menjadi tujun utama kita.

Perjalanan ini memang panjang, terkadang kita terkecoh sama hal-hal yang bukan menjadi esensinya itu sendiri. Hingga akhirnya waktu kita yang berharga terbuang, dan larut dalam kesedihan yang berkepanjangan.

Sabtu, 16 Mei 2020

Kematian

Lihat dirimu ketika diberi tugas dengan deadline yang telah ditentukan.

Jika kamu berleha-leha di awal dan bekerja susah payah di akhir, maka bisa jadi kamu orang yang taubat di usia tua.

Sayangnya, kematian tidak diberitahu kapannya.

*

Satu-satunya yang perlu di lakukan adalah berikan yang terbaik pada setiap harinya.