Selasa, 26 Mei 2015

Bosan

  Menurutku, aku sedang dilanda kebosanan. Bukan karena tidak ada kegiatan, tapi bingung akan masa depan. Fokus yang ingin kucanangkan terkadang membuat pengorbanan yang tak terelakan. Dan itu sungguh menyedihkan.

  Jadi, aku memutuskan untuk bosan. Sekian.

Kamis, 14 Mei 2015

Manusia dan Alam

Saatku kelimpungan, aku tahu, bintang itu terang.
Saatku bahagia, aku tahu, malam itu gelap.
Saatku bersedih, aku tahu, matahari itu benerang.
Saatku terdiam, aku tahu, angin itu sungguh berisik.

Bintang itu terang, aku lantas menatapnya.
Malam itu gelap, aku enggan membuka mata.
Matahari itu benerang, aku tak kuat menatapnya lamat-lamat.
Angin itu sungguh berisik, kupikir itu irama alam yang indah.

Alam sungguh luar biasa.
Dia tahu saat yang tepat untuk merubah suasana.
Terpikir hanya, bagaimana manusia itu merasakannya.
Mereka sungguh dekat dan bersahaja, tak mengeluh selalu menghibur.

Tidak seperti manusia, hanya merusak dan penuh amarah.
Alam liar memang mengerikan.
Tapi manusia dengan segala sifat keliarannya.
Sungguh membinasakan.

Lihat bintang, namun sekarang sudah tak ada.
Semua polusilah yang menutupnya.
Lihat matahari, begitu terik.
Manusialah yang bertanggung jawab atas bumi yang melemah.

Alam sungguh memanjakan.
Manusia sungguh melunjak.
Alam tak pernah mengeluh dan merusak manusia.
Manusialah yang hobinya melakukan semua itu.

Seandainya aku dan alam bersahabat.
Atau sebenarnya kita bersahabat?
Hanya saja, sifat manusia inilah yang menutupinya.
Aku akan cerita pada alam, maafkan manusia-manusia sepertiku ini.

Manusia yang selalu terlihat bodoh.
Manusia yang lemah dan bisa menyalahkan.
Kuharap alam cukup mengerti akan semua ini.
Dan persahabatan yang tak terlihat itu menjadi sebuah tali yang kuat.

Agar satu.
Agar alam dan manusia bersatu.
Saat itu, tak ada lagi keraguan akan kehidupan yang akan datang.
Tak banyak spekulasi aneh berkeliaran.

Karena, alam dan manusia bersahabat.

Sabtu, 02 Mei 2015

Pria Melankolis

  Sudah lama kutak bercerita, namun sekarang yang tersisa hanya cerita sedih semata. Sungguh mengerikan memang, seorang adik kelas di lab ku bilang. Aku pria yang melankolis, aku pria yang mudah terbawa dengan perasaan.

  Pada saat itu aku hanya garuk-garuk kepala, tapi aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri. Ya begitulah adanya, jika ditilik sungguh mengerikan. Aku pun tidak ingin akan semua itu. Tapi, seperti sudah melekat. Aku memang pria yang melankolis.

  Terkadang berbagai masalah lebih senang kuceritakan daripada kupendam entah kemana. Ya, tentu saja aku suka bercerita. Entah orang mau mendengarkan atau tidak, setidaknya ketika aku bercerita, aku merasa seperti aliran sungai. Aku merasa tenang saat itu.

  Kuharap aku kecil kembali, dan tidak perlu memikirkan apapun. Aku ingin tertawa, dasar pria melankolis.