Selasa, 31 Maret 2015

Nama Yang Tertukar

  Ada yang menarik selama aku kuliah di sini. Ya, pasti kalian semua tahu namaku, Hilmy. Begitu orang memanggil diriku. Namaku sederhana, dan memiliki hati yang cukup dalam. Dan aku bangga menggunakan nama itu. Tapi, semenjak aku berkenal dengan temanku. Seolah namaku ini mirip dengan namanya.

  Yang anehnya, nama kami tidaklah mirip. Mari perkenalkan temanku, Willy. Ya, apakah ada miripnya namaku dan namanya? Hilmy? Willy? Oke, mungkin karena ada i dan ada y nya, sehingga nyaris semua orang yang kenal kami berdua sering terbalik memanggilnya.

  Tapi, jika ditilik lebih jauh. Aku dengan Willy mungkin, kata banyak orang terlihat mirip. Ya, walau jelas kerenan dia. Aku akui itu. Selain kami terlihat mirip, postur kami juga sama, cuman di sini, aku lebih tinggi, dia lebih gemuk. Kami sama-sama agak sipit. Dan serunya lagi kami satu UKM dan sama-sama suka basket.

  Mungkin dari situlah banyak orang tertukar memanggil aku atau dia. Kita memang banyak hal yang bisa dibilang sama, walau garis besar Willy hanya unggul di Musik. Hahahaha... Ya, kami sama-sama suka Basket, suka futsal, desain, satu jurusan, sama-sama suka game, sama-sama koordinator di UKM, sama-sama... Banyak lagi deh.

  Ya, sehingga sering kami ditukar-tukar, walau menjengkelkan, aku terkadang suka tertawa jika aku dipanggil dengan nama Willy, dan Willy dipanggil dengan namaku. Lebih seringnya aku di panggil "Will", sementara Willy dipanggil "My".

  Tapi, lama-kelamaan kami menjadi biasa, walau terbit jengkel sesaat. Walau kami sering tertukar, tapi aku adalah Hilmy dan dia adalah Willy. Kami berbeda, dia lebih sering di php-in. Ya, dia pria yang malang sebenarnya.

  Biarkan aku cerita sedikit dengan orang yang namanya sering ditukar dengan namaku atau sebaliknya. Willy memang satu jurusan denganku, tapi dia lebih sering skip daripada aku. Dia sebenarnya anak baik-baik, tapi tidurnya tak tertahankan. Jika berjanji dengannya, pastikan dia tidak tidur. Jika tidak, maka kau akan merasakan jengkelnya di tinggal tidur.

  Willy asli dari pulau yang jauh, Sulawesi. Dia tidak terlihat orang Sulawesi, pertama kali melihatnya dia terlihat seperti orang cina, nayatanya dia juga keturunan Jawa. Nama depannya Willy, kupikir dia bukan beragama sama denganku, tapi nyatanya tidak. Dia seagama denganku. Nama lengkapnya sungguh membuatku merasa canggung, ya namanya adalah Willy Suyanto. Kalau tidak salah seperti itu.

  Dia sering menjadi pesaingku, walau aku selalu lebih unggul. Kecuali soal musik. Dia pandai bermain gitar, tapi dia selalu di php-in seperti yang kubilang. Dia memang sering disukai banyak wanita, tapi pada akhirnya dialah korbannya. Terkadang menyedihkan mendengarkan curhatannya. Tapi itulah dia.

  Kami sering bersama, terutama jika aku pergi ke sekre. Dia sering menjadi teman untuk cerita dan ngobrol-ngobrol tentang berbagai hal. Terkadang dia polos, namun suka kepolosan. Tapi, itu dia Willy. Seorang pemain basket yang nggak jago-jago meski latihan terus, dan seorang yang namanya dengan namaku sering tertukar.

  Dan akhir-akhir ini, dia ulang tahun serta lolos seleksi Lab, ya, semoga saja dia tobat dari dunia perskipan kuliah. Aamiin.

Rabu, 25 Maret 2015

Niat Jahat

  Terkadang setiap kali aku ingin berbuat jahat, aku selalu berpikir. Bagaimana jika orang yang aku jahati itu adalah aku? Bagaimana jika aku diposisi yang akan dirugikan itu? Bagaimana jika semua itu aku? Aku yang menderita?

  Dari situlah, aku terkadang mengurungkan niat jahatku. Karena aku takut, jika itu terjadi pada diriku--kejahatan yang ingin aku lakukan. Pada akhirnya aku tak melakukan itu dan melakukan yang sekiranya kelak akan menguntungkanku juga tanpa merugikan orang lain.

  Tapi, percayalah, tak semuanya berpikir seperti itu. Ada juga mencegah perbuatan jahat dengan pemahaman lainnya. Ya, ada banyak alasan untuk mencegah berbuat jahat. Tapi, ada berjuta alasan untuk berbuat jahat pula.

  Di zaman yang sudah semakin mengerikan, tak perlu jauh-jauh mencari alasan untuk berbuat jahat. Sungguh banyak alasan untuk berbuat jahat. Di situlah terkadang manusia diuji, di situlah bagaimana Tuhan mengamati kita, apa yang kita percayai, apa yang kita pelajari, apa yang kita pahami, semua diuji disitu. Seberapa takutnya kita akan Tuhan, seberapa dekatnya dengan Tuhan.

  Tapi, begitulah hidup. Terkadang manusia gila akan dunia yang fana, dan melupakan habitat yang kekal itu. Dan tanpa berdosa melakukan kejahatan, lantas tak peduli akan apa yang dirasa orang yang ia jahati.

  Kurang lebih seperti itulah kejahatan. Dan pada pagi yang membuatku kedinginan ini, aku terkejut. Sangat terkejut. Biar sedikit kuceritakan kisah ini. Ya, aku mempunyai teman di kosanku ini. Namanya Rizal, biasa dipanggil faggot.

  Dia orang yang baik, sangat baik, itu menurutku. Tidak baiknya saat ia menjadi seeder atau mendownload film dan mengganggu koneksi di kosan. Itu saja. Tapi, keseluruhan dia mahasiswa kupu-kupu yang baik.

  Tapi, pada pagi yang dingin itu. Justru pria baik itulah yang ternyata merasakannya. Sebuah kejahatan yang tak kenal kasihan. Pada pagi hari itu, motornya lenyap begitu saja. Ya, semua terkesiap. Seluruh teman-temanku, termasuk aku yang pertama kali mencari tahu dimana motornya, setelah ada kisah bahwa pagi itu satu motor hilang.

  Jadi, setelah tahu motor Rizal hilang, dua motor hilang di pagi itu. Gembok yang menyegel pagal sudah tidak berfungsi, dan begitu rapih tak ada rusak pada gembok itu kecuali fungsinya. Dan dua motor hilang lalu dua motor lagi ternyata sedang ingin mereka ambil tapi kepergok oleh ibu-ibu.

  Tepatnya kurang lebih sekitar subuh, mungkin para penjahat itu tahu, sudah sangat tahu keadaannya. Disaat subuh, bapak penjaga mungkin sibuk ke masjid, dan saat itu semua lengah. Dan di saat itu juga aku tahu gunanya bangun subuh.

  Sungguh, kegelapan itu mengerikan. Entah itu pagi atau malam, kegelapan itu memang mengerikan. Terselip rasa takut yang terus menyebar, kegelapan itu menggiring para penjahat melakukan aksinya. Walau sepertinya kesempatan itu sulit di dapat.

  Dan suasana di kosan semakin wanti-wanti. Sudah tak aman lagi, dan benar-benar tak aman. Bayangkan saja, pintu yang tergembok rapi, dengan mudahnya terbobol. Lalu dua motor hilang. Persetan dengan para penjahat itu.

  Sungguh, seandainya mereka berpikir jika mereka ada di posisi temanku, Rizal, mungkin mereka akan enggan melakukannya. Sayangnya kegelapan itu telah hinggap dihatinya, rasa takutnya sudah lenyap. Tuhan pun tak mereka percaya, kupikir begitu.

Minggu, 15 Maret 2015

Pemimpi Disegani dan Pohon Rindang

Kesedihan yang tersimpang akan menjadi benalu
Kebencian yang tertanam akan menjadi benalu
Keraguan yang diucapkan akan menjadi benalu
Kebodohan yang dipikirkan akan menjadi benalu

Banyak hal yang dilakukan
Banyak hal yang harus dipikirkan
Banyak hal yang harus ditanggung jawabkan
Banyak hal yang harus dipertimbangkan

Banyak hal yang akan menjadi benalu
Tidak! Jika kita tak melakukannya
Dari semua benalu, terkutuklah kalian
Yang menyerah sebelum asa datang

Kesedihan, kebenciaan, keraguan, kebodohan tak lain kerisauan hati
Hati yang kotor tak akan memudahkan kita
Melakukan banyak hal tak semudah membalikkan telapak tangan
Terlebih mimpi yang masih menjadi angan

Alam semesta dan segalanya terus menyaksikan
Benalu-benalu itu lebih sering dilakukan
Dibanding berupaya banyak hal
Berupaya menjadi pemimpi yang disegani

Pohon-pohon rindang, tak begitu saja terjadi
Sungguh sejuk dan menenangkan
Tapi sekali lagi, pohon rindang tak begitu saja terjadi
Mereka berproses, melawan segala guncangan badai, hujan dan hingga akhirnya mereka tiba

Pohon rindang tak begitu saja terjadi
Langit-langit dan matahari terus mendoakannya
Berupayalah yang ia lakukan, pohon rindang itu begitu
Dan mereka tiba, menjadi rindang dan lantas menyejukan serta menenangkan

Pemimpi yang disegani tak pernah tahu
Apa yang terjadi selanjutnya
Karena itu kuasa Illahi
Tapi, yang pemimpi segani tahu usaha tak pernah mengkhianatinya

Ketidaktahuan itu yang akan bicara
Dari hasil jerih payah
Sang pemimpi yang disegani tak pernah lelah, karena ia tahu
Ketidaktahuan itu memaksanya terus menjadi yang terbaik

Pelajaran dari sang pemimpi yang disegani
Ia tak pernah peduli dengan benalu
Meski benalu itu hinggap direlung jiwanya
Ia selalu tersenyum dan terus menghembuskan napas terhebatnya

Terus berjuang, hingga pohon rindang pun segan melihatnya
Memberikannya tempat tersejuk dan menangkan hatinya
Pada akhirnya segala benalu itu seolah menjadi angin bagi pohon rindang
Terlampaui, hingga ia rindang

Sang pemimpi yang disegani pun melakukan banyak hal
Dan disana pohon rindang selalu menjadi tempat berpulang
Memberikan ketentaraman
Sebelum pemimpi yang disegani kembali berpetualang

Di dunia yang perkasa
Di dunia yang dipenuhi ketidakpastian
Di dunia yang diselimuti ketidaktahuan
Sang pemimpi yang disegani selalu melakukan banyak hal tak pernah peduli benalu

Karena, pohon rindang selalu menjadi tempat peristirahatannya

Selasa, 10 Maret 2015

Genap Setahun

  Sudah setahun semenjak kepergian kakek. Rasanya masih tak terbayang. Waktu berputar begitu cepat, dan aku terkadang merasa sedih. Mungkin sedih yang dirasa adalah kepergian kakekku, tapi lebih sedih lagi aku tak bisa menjadi apa yang kakek ingin waktu beliau masih ada.

  Sudah setahun, waktu itu kakekku menaruh harapan kepada cucu pertamanya ini. Ya, sebagaimana orang tua biasanya. Selalu ingin anaknya menjadi yang terbaik. Selalu ingin yang terbaik untuk anaknya.

  Kakekku selalu ingin aku menjadi bocah yang membanggakan, seperti kebiasan kakekku. Dia sangat suka membanggakan anak-anaknya. Terlebih kepada orang lain. Walau itu terdengar sedikit jelek, tapi begitulah kakekku. Dia orang tempo dulu yang pandai sekali berbicara.

  Dia ingin aku menjadi pelajar hebat seperti orang-orang yang belajar kepadanya. Dia ingin aku menjadi seorang yang berprestasi, seperti berita-berita tentang mahasiswa hebat lainnya. Tapi, beginilah aku sekarang. Genap setahun, aku hanya menjadi saksi sejarah. Bukan si pembuat sejarah itu.

  Di situlah terkadang kenapa aku menjadi seorang yang begitu berambisi. Aku ingin sekali membuat bangga kakekku, layaknya orang-orang hebat dikampus ini. Menjuarai kompetisi atau melakukan hal hebat dan unik lainnya.

  Itu tak mudah, tapi kakekku selalu percaya kepadaku. Darimana kutahu? Mudah saja, sebagaimana beliau selalu mendukungku. Entah secara emosional, material, atau apapun yang selama ini aku dapatkan.

  Tapi, bukan berarti aku masih menjadi saksi sejarah dan menyerah begitu saja. Hidup ini mungkin masih panjang. Karena aku tak tahu hingga kapan, kupikir terus berusaha dan mencanangkan impian masih menjadi hal yang harus dilakukan.

  Segala upaya yang baik aku lakukan, tapi aku terus berpegang teguh terhadap usaha yang kuat akan menghasilkan sesuatu yang hebat. Jadi, kegagalan yang selama ini terjadi, aku pikir adalah usaha yang biasa aja.

  Tapi, setidaknya aku sempat membuat kakekku merasa dia sukses mendidik anaknya atau cucunya ini. Ya, ketika adikku menerbitkan banyak buku karena diasuh bapak dan ibuku. Lantas aku tak tinggal diam, aku melakukannya juga. Dan aku melihat betapa senangnya kakekku ketika bukuku terbit.

  Kakekku yang begitu menyeramkan dari segi paras wajah adalah pria yang begitu kurindu saat mengingat senyumannya yang jarang terlihat kecuali saat meledeki saat sepulang tour dua tahun sekali dahulu.

  Dan sejatinya kuberharap kakekku masih ada lantas melihat kesuksesanku. Tapi, apa daya, aku hanya bisa berharap nenekku yang bisa tersenyum dan menemaniku saat wisuda nanti. Oh ya, masuk ke kampus ini saja menurutku sudah membuat kakekku merasa begitu bangga.

  Kakekku sejatinya orang tempo dulu yang polos, polos akan teknologi. Setidaknya ketika aku bisa mengajarkan dia sebuah teknologi terbaru, dia sudah bangga memiliki cucu sepertiku. Sederhana bukan? Semoga di alam yang berbeda, dia masih bisa melihat segala jerih payahku dan hasil yang kelak aku yakin membanggakan dia, tentu saja jika dia masih ada.

Sabtu, 07 Maret 2015

Malam dan Berpikir

  Setelah membaca tentang otak kanan dan otak kiri sekilas. Di sana menceritakan otak kiri contohnya menulis atau penulis. Sementara otak kanan contohnya melukis atau pelukis. Sementara lagi, aku suka keduanya. Apa otakku seimbang? Tapi, banyak orang bilang aku tak punya otak. Tentu saja ketika mereka sedang kesal akut denganku.

Terima Kasih Dariku

  Saat ini aku harus berterima kasih untuk orang yang telah menemukan kwetiau goreng. Sungguh luar biasa disaat tak ada pilihan makanan.

Minggu, 01 Maret 2015

Negeri Sakit

  Akhir-akhir ini Negeri ini menjadi lucu. Begitu lucu, sampai aku tak habis pikir. Begitu mudahnya tren bermunculan di negara ini. Entah apa yang terjadi di sini, entah kenapa semua bisa jadi begini? Tapi, aku bilang sekali lagi. Ini begitu lucu.

  Tak pernah kuhabis pikir, ya, fenomena dan bomingnya batu akik. Entah kenapa aku tergelak tak henti-henti, apalagi ketika melihat beritanya, dan bahkan di Bandung terdapat festival batu akik. Terkejut pertama kulihat pinggir jalanan yang biasanya kosong namun sekarang dikunjungi ramai-ramai pengunjung. Aku penasaran saat itu, dan kulihat di sana pedagang batu akik dengan gagahnya menawarkan berbagai macam jenis batu akik.

  Dahulu, rasa-rasanya jarang sekali para pemakai batu akik. Ada memang, tapi tak seheboh sekarang. Bahkan remaja-remaja sekarang pun tak mau ketinggalan untuk mengenakan batu akik. Aku tak pernah bilang itu salah, tapi, entah kenapa bagiku itu sedikit lucu.

  Berikutnya. Aku mungkin tak tahu banyak tentang satu ini, karena aku jarang menonton berita. Mungkin baca berita iya, tapi itu juga berita bola. Ya, akhir-akhir ini perang antara polisi dengan kpk kembali berlanjut. Apakah ini menjadi tren lagi?

  Banyak dukungan dari dua kubu, dan banyak juga yang mulai bingung. Siapa yang kita dukung? Sesama pembela kebenaran ini justru saling beradu, lantas siapa yang harus dipercaya? Siapa yang benar? Siapa yang hanya berpura-pura benar?

  Aku tak tahu benar-benar, aku hanya melihat dari mata orang yang buta akan hal tersebut. Setelah tren polis versus kpk. Sekarang entah kenapa menjadi hal yang lazim akan berita tentang begal. Ya, sekarang diseluruh berita ribut akan hal tersebut.

  Begal memang mengerikan, aku ingat waktu pulang larut lewat desa di sekitaran Bekasi, orang-orang menyuruhku untuk mencari jalan yang lebih ramai, karena takut dibegal. Aku kira itu hanya guyonan, tapi misalkan iya, setidaknya tak semarak sekarang ini.

  Ya, sekarang seolah-olah begal menjadi sebuah hal lazim dan keren. Di daerah-daerah banyak sekali terjadi begal. Tak pandang lawan, sang pembegal bisa menghajar dengan segala cara. Lebih menyedihkannya, ia hingga membunuh dan membakar.

  Tak pernah kuhabis pikir, semudah itukah membunuh orang? Apa tak ada rasa takut dalam hatinya? Begal sungguh mengerikan. Apalagi jika itu dijadikan tren banyak orang. Hingga akhirnya menjadi hal yang lazim dan tak pernah diusut lagi, karena sudah lazim.

  Begal benar-benar meresahkan warga. Terkadang banyak orang pergi sendirian dan itu membuat yang ditinggalnya menjadi ketar-ketir. Apa sebenarnya masalah semua ini? Aku tak tahu, kekacauan seolah terjadi begitu saja. Dan baru-baru kudengar, ada adek tukang begal yang membalas dendam karena kakaknya--tukang begal--diamuk masa.

  Entah itu benar atau tidak, katanya adek tukang begal itu akan menghajar siapa saja yang pergi sendirian. Oh tidak, kasihani para jomblo wahai adek tukang begal. Sungguh ironi jika ditilik, sementara para penegak hukum sendiri masih asik saling tuduh dan tangkap.

  Dan menariknya lagi, berita tentang gubernur Jakarta. Tentang apa? Kalian bisa mencarinya sendiri. Sudah cukup negara ini terluka, dan sekarang tak hanya prilaku para koruptor yang meresahkan warga, kalangan biasa pun mulai muak dengan semuanya dan menjadikannya lebih mengerikan.

  Negeri ini sakit tampaknya. Saat heboh dengan batu, asyik membegal, dan menonton drama para penegak hukum. Negeri ini begitu sakit. Obat apa yang tepat untuknya? Aku tak tahu, seandainya ada dokter yang merawat satu Negara, mungkin ia akan memvonis negara yang sakit ini menjadi sekarat.

  Tentu itu hanya gurauan, kuharap semua menjadi lebih baik. Kebenaran selalu ada, permasalahannya ada yang memperjuangkannya atau tidak? Seberapa kuat dia bertahan di jalan itu? Waktu yang akan membawanya pada kebenaran itu. 

Phobia Senin

  Waktu yang menyebalkan adalah minggu malam, rasanya tak tenang seolah ingin mengulang waktu. Sungguh minggu malam begitu menjengkelkan. Terus terbayang senin yang akan datang. Jika orang berkata, senin adalah MONster DAY(baca: Monday).

  Tapi, mungkin itu bagi para pekerja rutin dan anak sekolah yang merasa senin begitu berat selepas minggu santai mereka. Ya, tapi aku pun begitu ternyata. Besok dengan jadwal kuliah yang padat dan tugas yang menumpuk tak terkira akan segera tiba.

  Minggu malam ini pun aku tak bisa santai, selepas beberapa pertandingan dota, sebuah tugas rutin mingguan selalu menemani. Tak ada yang salah, cuman entah kenapa semangat juang ini mulai terkuras. Kurasa ingin tiba di kamis malam, jumat yang tenang karena senin masih dua hari lagi.

  Sabtu yang santai, karena senin satu hari lagi. Masih ingin kembali ke waktu-waktu itu. Namun, apa daya, sekarang hari minggu. Tepatnya menjelang minggu malam. Dan esok adalah senin. Selamat tinggal leha-leha, dan kujemput rasa lelah yang terus menghinggap.

  Jika orang berkata, ini harus penuh dengan semangat. Tak sembarang semangat, semangat serta syukur yang melekat. Oh tidak, besok adalah senin. Aku merasakan syndrome dengan hari senin. Atau minggu? Mereka sama, sama-sama menjengkelkan.