Rabu, 03 April 2019

Kontemplasi

Sendiri adalah tempat terbaik untuk berpikir dan berimajinasi.
Berdiskusi berarti menjelajahi belantara kisah, menyingkap dunia.
Mengamati mungkin masih malu-malu untuk ambil peran.
Bermain yaitu membuat kisah bersama-sama.

***

Entahlah, ada hal-hal sulit didefinisikan belakangan ini. Banyak fakta yang baru ku sadari. Terkadang bikin termenung sendiri, terkadang capek sendiri. Berpikir ternyata melelahkan, ku ingin masa-masa intuisi adalah ujung tombakku.

***

Tiba-tiba abi jadi melow. Entah kenapa aku sulit menerima ketika abi sangat berbahagia dan abi melow gitu. Rasanya asing, aneh, ah entahlah. Mungkin selama ini karena abi jarang menampilkan citra itu.

Beruntungnya adik-adikku bisa membantunya--abiku. Mereka--mungkin karena wanita--lebih bisa menerima bentuk kelembutan--melow--abiku. Entah bagaimana tanggapan Aufa. Bicara Aufa, ternyata dia sudah sangat besar. Aku senang mendengar kabarnya terbaru ini.

Baru-baru ini dikabari Qonita kalau dia udah beberapa kali tulisannya di muat di beberapa koran bagian opini siswa gitu. Bagaimana pun itu adalah prestasi penting, sebuah batu loncatan. Mungkin sedikit jawaban dari jeripayahnya selama ini.

***

Well, ternyata menerima sesuatu yang baik itu tidak mudah. Karena kita harus merawatnya, menjaganya, agar tetap baik. Atau mungkin jadi lebih baik lagi.

***

Masih penasaran, bagaimana bisa tiba di level menyerahkan benar-benar semuanya kepada Allah? Belakangan ini masih merasa ada keegoisan sebagai manusia untuk meminta keinginannya terwujud. Keinginan yang belum tentu baik bagi Allah.

***

Ternyata diriku amat kecil, perjuanganku masihlah kecil. Harusnya, aku sadar diri.

***

Terkadang ketika suatu kejadian buruk terjadi sekaligus bersamaan aku suka berpikir. Kenapa ya bisa langsung semua begitu? Kok rasanya kasihan banget ya, walau itu terjadi sama orang yang mungkin telah berbuat jahat.

Well, terkadang aku tiba bisa begitu saja berlepas diri dari seseorang berbuat jahat. Karena pasti dari perbuatan jahatnya ada banyak latar yang mengguncangnya sehingga ia tega melakukan kejahatan itu. Pasti banyak alasannya, jadi mungkin yang ku ibakan itu latar-latar sehingga orang itu berbuat jahat.

Tapi, tetap saja orang itu jahat. Tapi juga kasihan. Semoga Allah kuatkan dan jadi pintu hidayah serta taufik-Nya ya.

***

Ketika membahas soal peran ayah. Katanya ayah aman 60-70an itu lebih terkesan tegas dan tidak ramah dengan anak. Lalu sekarang banyak kelas parenting tentang ayah. Tentang ayah yang baik, tegas, dekat dengan anak, serta mendidik anak.

Kepikiranku justru bukan isi dari kelas parenting tentang ayah dengan segala macam yang kusebutin di atas. Tapi, bagaimana aku bisa tetap tegas ya? Sementara lihat orang nyebelin saja rasanya mau menolerir terus, kalau pun tegas paling mentok cuman diemin aja...


***

Bagaimana rasanya ketika kamu mencari seseorang yang kamu pikir seseorang itu mencari kamu tapi ternyata ketika berjumpa hanya kamu yang mencari dan orang itu sudah merelakan kamu?

Aih teu nyaho ... :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu