Rabu, 31 Desember 2014

Ia Selalu Tertawa

  Bicara soal ibu, tak banyak cerita yang kumiliki. Hanya lima tahun aku bersama ibuku. Selepas itu aku tinggal besama nenek dan kakekku. Tapi, tak menutup kemungkinan aku tahu banyak tentang ibuku.

  Yang terpasti, dia selalu ceria. Terkadang ada masalah saja, ia selalu tertawa.

Minggu, 21 Desember 2014

Kembali Ingin Berfantasi

  Lagi iseng nulis judul novel sendiri di google, dan baca ada beberapa orang yang menulis tentang novelku tersebut. Dan begitu saja merasa ingin menulis cerita fiksi lainnya. Apalagi dengan sering main dota. Sepertinya mahluk-mahluk di sana--dota--boleh diajak bercerita mengarungi dunia gelap yang siap diberantas oleh pemeran fiksi dari penduduk dunia terang. Haha.

Sabtu, 20 Desember 2014

Orang Hebat Tak Pernah Mengeluh

Orang hebat tak pernah mengeluh.

*

  Belakangan ini kerjaanku kurang lebih liat beranda facebook dari terupdate hingga yang sudah kadarluasa. Beberapa banyak hal-hal menarik. Mulai dari berbagai tautan tentang pengetahuan, tentang agama, tentang hal lucu, tentang yang terbaru, dan banyak lagi.

  Tak pelak status-status facebook yang lucu, aneh, dan sedikit alay. Ada juga yang keren, kata-katanya bagus, dan banyak lagi yang menarik untuk dilihat-lihat. Maka dari itulah, kenapa akhir-akhir ini cukup betah memantengin beranda facebook. Selain mencari info terbaru tentang perkuliahan di facebook.

  Namun, tak lama, aku membaca sebuah status facebook yang membuat aku merasa tersindir sendiri. Mungkin itu bukan tertuju untukku, tapi aku seolah merasakannya. Ya, kurang lebih seperti kata-kata diatas.

  Aku saat itu mengangguk-ngangguk. Memang aku sering sekali bercerita di blog ini, dan mungkin sebagian orang yang telah membaca isi blogku hanya keluh kesah kehidupan. Seolah aku orang yang lemah dan lekas mengeluh, mengadu ke seluruh masa dan berharap belas kasihan.

  Aku terkekeh sebentar. Itu aku lebih-lebihkan saja. Ya, tapi aku juga merasa aku seperti curhat dan mengeluh di tempat ini. Walau sebenarnya, ada beberapa hal yang kumaksud dari segala masalah yang sedang kualami.

  Ada berbagai hal menarik dari masalahku itu sehingga aku mempostingnya di blog ini. Mungkin terkesan seperti mengeluh, tapi entahlah. Mungkin bisa sekaligus. Jujur saja, aku menggunakan blog ini untuk berbagi cerita dan latihan menulis tentang hal yang telah terjadi atau yang sedang ingin terjadi atau mungkin fiksi-fiksi yang ada dalam benak ini.

  Terlalu banyak mata, terlalu banyak pikiran, terlalu banyak sudut pandang dari masing orang. Jadi semua orang bebas menganggap apa tentang isi blog ini. Tapi, aku cukup setuju tentang kata-kata di atas. Orang hebat tak pernah mengeluh.

  Ya, orang hebat tak akan mau menghabiskan waktunya hanya untuk berkeluh kesah uring-uringan meminta pertolongan, atau mungkin berharap Tuhan menurunkan malaikatnya langsung begitu saja dan menolongnyadalam waktu itu juga.

  Tapi, tak semudah itu. Orang hebat tak akan menghabiskan waktunya untuk berpikir seperti itu. Orang hebat langsung bergegas, memikirkan jalan keluar dan lekas melakukannya. Masalahnya teratasi, tanpa keluh kesah yang basi.

  Ya, itu menuruku. Tapi, sayangnya aku bukanlah orang hebat dan gemar menulis tanpa tahu efek yang terjadi. Jadi, apa boleh buat. Terserah pembaca menganggap apa tulisan ini. Tapi, aku hanya berusaha membuat blog ini menjadi saksi kehidupanku. Menjadi curahan benakku.

  Dan aku selalu berusaha menulis hal yang baik-baik, siapa tahu cukup membantu. Walau sepertinya tidak. Asal para pembaca tahu, pada awalnya blog ini digunakan untuk menulis cerita-cerita konyol di keseharianku. Berharap bisa menjadi Raditya Dika lainnya.

  Tapi, apa boleh buat, nasibnya begini, semakin ke sini. Aku punya panutan menulis, dan akhirnya tulisanku seperti ini. Berusaha mungkin menampilkan hal-hal menarik dari sebuah masalah yang sedang aku alami. Pemikiran liar ini selalu menunjukkannya. Dan kuharap para pembaca senang dengan semua yang tersaji di blog payah ini. *cheers.

Minggu, 14 Desember 2014

Malam Sebelum UAS

Niatnya sih belajar, ternyata main dota
Niatnya sih dari kemarin, ternyata malam ini juga belum
Niatnya sih mendapatkan IP gede, tapi usaha saja malas-malasan
Niatnya makan cokelat sambil belajar, tapi isi cokelatnya kacang doang.

Udah niat sih, tapi males ngelakuinnya
Pas tahu hasilnya, niatnya mau berubah
Tapi kembali ke niat-niat sebelumnya
Basi, kayak kripik ditiup angin puting beliung
Garing!

Tapi, paling menyebalkan adalah
Makan cokelat, tapi isinya kacang sama nasi krispy semua
Bukannya cokelat bikin ceria, tapi ini ngebetein
Belajar jadi ogah, tapi niatnya besok mau UAS serius

Besok UAS, tapi baru mulai belajar
Dota memanggil, tapi berusaha menolak
Niat ini sudah bulat, tekad ini sudah di ujung tanduk
Tapi, sayangnya, cinta bisa menghapus segalanya

Melupakan realita yang ada
Semua itu bukan sebuah alasan untuk cinta
Cinta bisa melupakan akal sehat dan beralih ke dunianya sendiri
Begitulah saat kucinta pada Dota

Jadi, kupikir malam ini saatnya Dota
Ya, tapi tentu saja belajar dahulu bersama cokelat kacang nasi krispy
Persetan dengan cokelat ini
Lain kali, aku lebih baik makan es krim.


Sabtu, 13 Desember 2014

Menembus Cakrawala

  Ketika sudah beberapa tak menonton film. Setelah menonton film Lucy dan Stand By Me. Seperti ada yang hidup kembali dalam jiwa. Rasa yang tak pernah dirasa namun berdampak pada jiwa. Walau hanya melihat, seolah suasana telah kudapat. Rasa itulah yang mencuat kepermukaan saat kujajalkan mata ini dengan dua film menarik.

  Semenjak kuliah, aku rasa semua waktu telah dijadwalkan, dan tidak ada jadwal menonton film di sana. Terlebih laptopku yang rusak. Dan rasanya ada yang kurang saat aku jarang nonton sebuah film. Seperti tak masuk ke sebuah dunia yang tak pernah kita usik.

  Mungkin film hanyalah film, tapi terkadang ada beberapa film yang mampu membawa kita ke ujung fantasi tertinggi. Benar-benar merasakan apa yang diutarakan di film. Dan itulah yang membuat aku menyukai film.

  Terkadang di dunia nyata ini, aku tak mendapatkan hal yang aneh-aneh. Atau melihatnya. Di filmlah semua dapat direalisasikan menjadi tontonan yang mengasyikan serta mengagumkan. Terkadang aku suka tersentuh oleh beberapa film yang cukup menyedihkan, dan menjadi begitu senang menonton film yang menyenangkan.

  Film-film itulah yang terkadang membuat otak ini tak berhenti berpikir. Saat jenuh dirasa, film adalah pengalihan yang tepat. Saat kupikir aku harus mati untuk meninggalkan hal yang membosankan, menonton film adalah alternatif yang mengasyikan.

  Entah kenapa, rasanya aku ingin menonton film lawas. Kemarin juga sempat nonton Ada Apa Dengan Cinta. Dan itu sungguh membuatku cekikikan. Selain pemainnya yang jadul-jadul banget dibandingkan sekarang, khas cerita yang mungkin gampang ditebak, tetap saja mengasyikan. Tak repot, tapi menyenangkan.

  Hah, sepertinya aku sudah siap untuk liburan. Beberapa film sudah kutanamkan dalam-dalam ke ujung sektor harddiskku. Aku pun siap menembus cakrawala yang tak pernah ada. Sebuah rekaman yang mampu menebarkan decak kagum kepada penontonnya. Aku semakin tak sabar untuk beberapa liburan yang kuhabiskan hanya untuk menonton dan menonton. Dan aku akan terbang menuju dunia di sana.

Rabu, 10 Desember 2014

Pemikiran Pagi

Terkadang kita terlalu sibuk dengan orang lain. Sehingga lupa dengan keasyikan sendiri

dan bukan berarti kita harus

Sibuk dengan keasyikan sendiri, serta merta begitu saja lupa dengan orang lain.

Kita harus menikmati, setiap waktu yang tereleminasi.

Jadikan mereka sandaran menginspirasi, memotivasi, dan berbagi.

Jadikan diri ini sang ahli, memberi, dan tak pernah mati--dalam karya.

*

Minggu, 07 Desember 2014

Deadline Kolor

Jangan pernah membiarkan kolor yang terpakai adalah kolor terakhir. Karena itu mengerikan.

*

  Sudah nyaris seminggu cucian menumpuk, terlalu banyak alasan untuk tidak mencucinya. Pertama mungkin bisa kukatakan aku terlalu sibuk sehingga membiarkan cucian itu menumpuk. Kedua, aku sempat jatuh sakit saat itu. Ketiga, aku benar-benar malas ditengah alasan pertama dan kedua untuk mencuci pakaian.

  Ini memang sebuah kejadian ironi, mungkin pembahasan di sini sangat menjijikkan, tapi apa daya. Ini menjadi sebuah pelajaran hebat untukku. Ya, saat semua tumpukan cucian itu memenuhi plastiknya. Aku mendapati sebuah masalah. Masalah yang begitu vital.

  Jadi, waktu itu, aku benar-benar sudah kehabisan kolor. Kolor yang terakhir ku pakai sudah tak layak. Dan karena cucian yang belum kucuci, pada akhirnya penderitaan tiba. Di saat itulah, aku mulai tersadar dan mengintropeksi diriku.

  Ya, belakangan ini tanpa kusadari atau mungkin sudah kusadari tapi aku gagal memahami. Bahwa belakangan ini aku benar-benar menjadi seorang yang deadliner, terlihat dari bagaimana aku harus menunggu kolor habis sehingga memaksaku untuk mencuci pakaian.

  Selain itu, aku bisa melihatnya dari beberapa tugas yang nyaris terlewatkan. Dan itu nyaris membuat marah satu tim kelompok. Ya, entah waktuku memang benar-benar tak ada, atau aku selalu menunda-nundanya.

  Terkadang ada pemikiranku berkata, saat menjelang deadline otak bekerja lebih hebat daripada biasanya. Semangat jauh membuncah menggelora dari biasanya. Pokoknya, sebuah momen luar biasa saat deadline itu. Ya, begitu hebat dengan semua itu, bahkan bisa mengeluarkan kemampuan luar biasa. Tapi, bukan berarti bisa super saiya.

  Tapi sekali lagi, jika orang bermain di tepi jurang, jangan heran kalau ia jatuh ke jurang tersebut. Begitu juga deadliner, jika bermain dengan deadline, jangan heran apa yang sedang dibuat tidak maksimal, atau bahkan tidak jadi hingga batas deadline ditentukan.

  Jadi, entah kenapa menurutku, sehebat apapun momen saat menjelang deadline. Semua tak pernah maksimal, tak sehebat pengerjaan yang berskala, teratur, tenang, dan penuh kedisiplinan. Ya, pokoknya seperti itu.

  Walau sudah kupikir, tetap saja aku masih merasa harus menunggu deadline tiba. Ya, beginilah, mungkin aku hanya bisa berpikir untuk tidak, nyatanya aku melakukan yang sebaliknya. Butuh waktu untuk perubahan. Harus belajar menjauh dari deadline. Harus...

  Terpenting, aku sekarang selamat. Semua pakaianku berhasil tercuci dan kering. Setidaknya aku sedikit lega malam ini.

Sabtu, 06 Desember 2014

Algoritma Stack

Memang segala yang ada di kehidupan ini, bisa menjadi filosofi hidup. Begitulah setidaknya menurutku.

*

  Seperti yang sering aku ceritakan, tentu saja, aku memang doyan bercerita. Mungkin sebagian kehidupanku telah kuceritakan di sini. Ya, aku kuliah di jurusan Informatika. Jurusan yang katanya cukup sulit untuk lulus, dan blablabla lainnya.

  Memang, ketika aku menjejaki jurusan ini terasa sulit. Tapi, aku berusaha menikmati. Dan kini, aku sedang berpusing ria dengan presentasi besok. Ya, besok giliran kelasku untuk presentasi mata kuliah Algoritma Struktur Data (ASD).

  Pada pelajaran ASD sendiri terdapat sebuah algoritma yang bernama Stack. Sebuah algoritma dengan cara kerja mem-push (memasukan) dan mem-pop (membuang). Ya, sebuah data dimasukan secara menumpuk, jika ingin dikeluarkan, data terakhir yang dimasukkanlah yang dikeluarkan.

  Mungkin sulit membayanginya, itu sama saja seperti kita menumpuk batu diatas batu. Batu pertama paling bawah, lalu batu kedua di atasnya, batu ketiga diatas batu kedua. Dan seterusnya, namun jika ingin dibuang batunya, batu paling ataslah yang dibuang.

  Ya, begitulah cara kerja komputer. Multitasking, dosenku berkata, katanya komputer itu sejatinya tidaklah multitasking, ia melakukan pekerjaan itu secara bergantian. komputer menjalankan dua aplikasi itu secara bergantian dengan metode stack, dia mem-push atau mem-pop setiap aplikasi berjalan secara bergantian dalam hitungan waktu yang sulit dijangkau dengan mata telanjang.

  Begitulah katanya, pada intinya, komputer sulit atau mungkin tidak bisa menjalankan aplikasi bersamaan, entah zaman kapan mungkin bisa. Tapi, sejauh ini stack-lah cara ampuh. Dengan kecepatan diluar mata telanjang manusia, semua terlihat berjalan sempurna. Padahal nyatanya, mereka bekerja bergantian. Tidak bersamaan.

  Mungkin ini bisa menjadi hal yang terus kepikiran berminggu-minggu jika tidak ditulis. Ya, di penghujung semester ini, kesibukanku--seperti yang kukeluhkan sepanjang postingan november--begitu menggila. Sudah pasti, semua itu juga karena kemauanku. Dan bagaimana bisa aku segila itu?

  Waktu pertama kali aku ke kampus, aku sering mendengar cerita-cerita dari orang-orang besar dikalangan mahasiswa, salah satunya presiden mahasiswa. Ya, dia bercerita, katanya di semester pertama dia mempunyai 7 organisasi. Dan dia sukses menjadi sehebat ini.

  Saat itu aku terkagum, dan berpikir banyak organisasi bisa menggiring menjadi sesuatu yang hebat. Walau pemikiran itu terlalu naif, tapi aku seolah menjalinanya sekarang. Tapi, bukan alasanku menerima semua kegiatan ini.

  Selain memahami banyak organisasi bisa menjadi orang hebat, banyak organisasi pun terlihat tidak begitu rumit. Sepertinya asyik, kenal banyak orang, bisa tahu ini itu. Wah kayaknya asyik sekalilah. Aku pikir itu tak akan saling mengganggu atau bentrok dan apalah.

  Namun, semua itu berubah. Ternyata tak ada yang bisa berjalan sama-sama. Salah satu harus dikorbankan. Ini kembali lagi ke fokus dan pengorbanan. Semua tidak bisa bersama-sama. Mau di stack bagaimana pun, aku nyatanya tetap kesulitan. Mungkin men-stack dua kegiatan masih memungkinkan.

  Nyatanya, aku lebih dari itu dan benar-benar kewalahan. Stackku seolah mengadat, aku menjadi hang. Mungkin aku terlalu Geek, tapi beginilah. Aku mencoba mem-stack sebuah kegiatan dan mem-push kegiatan lain. Tapi, sayangnya kegiatan itu begitu banyak. Aku benar-benar butuh waktu, sangat butuh waktu.

  Dan sekarang aku harus mengorbankan atau menyelesaikan. Agar algoritma stack ini setidaknya masih bisa berfungsi dan tidak mematikan. Sungguh, aku merasa sedih saat tak ada hal yang dapat kulakukan. Ya, walau berbincang dengan orang yang tidak dikenal, itu sungguh menyenangkan setidaknya.

  Di tengah malam ini, aku baru saja memakan gorengan yang tak laku terjual, menjemur pakaian yang nyaris setengah hari direndem, menulis blog ini, dan belum sempat menyentuh codingan ASD yang sejatinya praktikum selepas matahari terbit dari orbitnya hari ini.

  Dan setelah matahari menampakan dirinya, sungguh benar-benar mengerikan, dua tubes, satu rapat, satu acara besar. Dan malam ini aku merasa kacau. Kuharap stack ini masih berfungsi dengan baik, entah butuh waktu berapa lama untuk mem-stack serta mem-pop.

  Paling menjengkelkan adalah, pagi ini ada pertandingan Juventus vs Fiorentina. Oh sial, aku mungkin akan ketinggalan pertandingan itu.

  

Rabu, 03 Desember 2014

Mungkin Seharusnya Ku Pulang

 Sudah berapa hari ini rasanya seperti terpendam dalam hawa panas yang tak kunjung reda. Diselimuti rasa bimbang akan kegiatan yang ada. Rasanya kepala berirama ingin membuncah. Jiwa yang sudah tak tahu arah angin yang sedang berhembus, kurasa kurindu sesuatu.

  Dahulu sewaktuku kecil, aku sering mengalami panas dalam bahkan hingga berujung step, mungkin aku pernah bercerita. Dan hal paling menarik dikala itu adalah bagaimana aku bisa kembali seolah-olah sehat saat berada dipelukan nenek dan kakekku.

  Seolah ada ikatan batin yang mengikat erat, begitu tiba dijenguk oleh nenek dan kakekku, aku seolah menemukan sebuah penawaran racun. Saat itulah dimulai aku tinggal bersama nenek dan kakekku dari kecil hingga beranjak remaja.

  Hanya tiga tahun memang berada di tangan orang tua semenjak remaja, dan seolah waktu berlalu begitu saja. Kenangan pahit, manis, asin, asem yang kurasa saat masih bocah hingga remaja. Tak terbayangkan, betapa penuh kasih sayang sang keluarga--nenek dan kakek.

  Dahulu, aku hanya seorang bocah, aku tak bisa menikmatin hal yang seharusnya bisa kunikmati. Seolah-olah aku menjadi anak satu-satunya saat tinggal bersama nenek dan kakek. Seharusnya aku bersyukur, tapi yang kuingat betapa garangnya kakekku dan betapa baiknya nenekku.

  Tapi, seiring aku remaja, kakekku tak segarang dahulu. Ia kian lama kian membaik, bahkan terlihat begitu asyik. Bahkan apa yang aku inginkan dibelikannya. Walau tetap ada batasnya. Kakekku yang garang bahkan sempat ditakuti teman-temanku, hingga akhirnya menjadi sebuah alasan untuk enggan berdolan ke rumahku.

  Kakek dan nenekku dahulu yang mengawasiku dari ketiaknya. Merunduk menatapku dengan penuh kedisiplinan. Tidur siang yang tak pernah terlewat, sikat gigi yang tak boleh absen, mandi yang perlu digebuk-gebuk hingga ditarik-tarik, dan banyak kejadian yang berkenang dikepalaku, walau sebagiannya bentuk kasih sayang seorang kakek yang terlihat garang.

  Memang, sikapnya tak jauh dengan wajahnya. Tapi, disitulah aku mengenangnya. Saat aku merasa sakit gigi, aku ingat betul petuahnya. "Rasakan nanti, pasti ngerasain sakit gigi." dan saat aku sakit gigi, aku mengangguk-ngangguk. Coba kuingat petuahnya, dan mengikuti aturannya.

  Kakekku yang garang bukan pria yang begitu paham akan agama, tapi dia begitu baik akan sesama. Walau pada akhirnya, ia berani mau belajar agama. Itu hal menyenangkan. Tentu saja itu ketika aku sudah dewasa.

  Dan kini, aku merasa demam yang tak kunjung usai. Mungkin karena aku yang tak bisa mengatur diri, bahkan kakekku pun menyemprotku jika aku sakit. "Gimana mau bisa ngatur orang lain, ngatur diri saja tidak becus, sampai sakit segala." Itu pun selalu kuingat.

  Memang benar, sakit seperti ini adalah kesalahan kusendiri, betapa buruknya memangatur waktu dan diriku. Dan sekali lagi, sekarang, aku memang mengalami demam. Mungkin aku butuh pulang. Ke momen yang pernah ada, kisah yang pernah terngiang, sebuah hal yang menyenangkan.

 Mungkin aku akan sembuh dari demam ini, jika nenek dan kakekku menjemputku untuk membawanya pulang. Rasanya aku berharap itu, walau kini yang ada hanya senyuman nenek yang terpampang dalam kenyataan.

  Kakekku bukannya menghilang atau tak ingin mengenang, ia sudah menjalankan tugasnya di dunia ini. Kebaikannya selalu ku kenang, keburukannya kuharap dimaafkan. Entah mengapa, terkadang justru aku rindu padanya. Bahkan kupikir, ia masih ada di dunia ini.

  Kuharap aku pulang sekarang, dan menyaksikan lagi. Menangisku karena kasih sayang, rinduku yang tak pernah terngiang. Bahkan cerita saja belum terukir sejarah. Aku rindu di suatu momen yang tak bisa kembali, mungkin pulangku tak bisa kulakukan.

  Betapa menyedihkannya. Tapi, beginilah kehidupan. Kau akan mengenangnya, dan tak bisa kembali. Pulang pun hanya sebatas kiasan. Kuharap aku bisa datang, di suatu momen yang ada. Entah di dunia ini, kurasa tidak, semoga saja di dunia sana--Akhirat.

Selasa, 02 Desember 2014

Mengerikan

  Di saat tak punya uang dan benar-benar mengenaskan isi dompet. Lalu mendapatkan jualan dua kotak dalam sehari. Huh, cepat-cepat liburan ya...


*

Senin, 01 Desember 2014

Satu Desember

Satu Desember
*

  Satu Desember. Ya, tepat pada hari ini. Tak pernah terasa waktu tergelincir begitu cepat. Puing-puing kenangan telah terjadi. Kalian pikir satu tahun merupakan waktu yang sebentar? Sepertinya tidak, penuh hal yang tak pernah disadari itu akan menjadi kenangan berarti. Walau baru berkisah satu tahun. Semua terjadi begitu saja, dan aku menikmatinya. Seolah hidup tak lagi sunyi, memberikan memori terbaik dalam hidup ini. Entah kenapa kupercaya itu.

  Satu Desember. Saat musim hujan tak menentu, terkadang ia mau terkadang juga ia enggan. Dimana seluruh mahasiswa disibukkan dengan tugas-tugas besarnya. Saat satu Desember inilah, semua terjadi, dan begitu saja hingga berselang setahun dan aku mungkin tersenyum tipis mengingatnya. Semua hal hebat yang pernah ada.

  Satu Desember. Dan saat ini kuterbaring lemah di kasur. Tak kuasa menahan derita badan yang terkulai begitu saja. Melihat jutaan jiwa berkeliling di dunia bagian lain lewat layar kaca. Satu Desember kali ini menceritakan, aku sepertinya butuh banyak istirahat dan pola hidup yang lebih baik.

  Satu Desember. Selamat satu Desember. Entah untuk apa. Hanya kehidupan yang tak berwujud yang tahu.