Minggu, 07 Desember 2014

Deadline Kolor

Jangan pernah membiarkan kolor yang terpakai adalah kolor terakhir. Karena itu mengerikan.

*

  Sudah nyaris seminggu cucian menumpuk, terlalu banyak alasan untuk tidak mencucinya. Pertama mungkin bisa kukatakan aku terlalu sibuk sehingga membiarkan cucian itu menumpuk. Kedua, aku sempat jatuh sakit saat itu. Ketiga, aku benar-benar malas ditengah alasan pertama dan kedua untuk mencuci pakaian.

  Ini memang sebuah kejadian ironi, mungkin pembahasan di sini sangat menjijikkan, tapi apa daya. Ini menjadi sebuah pelajaran hebat untukku. Ya, saat semua tumpukan cucian itu memenuhi plastiknya. Aku mendapati sebuah masalah. Masalah yang begitu vital.

  Jadi, waktu itu, aku benar-benar sudah kehabisan kolor. Kolor yang terakhir ku pakai sudah tak layak. Dan karena cucian yang belum kucuci, pada akhirnya penderitaan tiba. Di saat itulah, aku mulai tersadar dan mengintropeksi diriku.

  Ya, belakangan ini tanpa kusadari atau mungkin sudah kusadari tapi aku gagal memahami. Bahwa belakangan ini aku benar-benar menjadi seorang yang deadliner, terlihat dari bagaimana aku harus menunggu kolor habis sehingga memaksaku untuk mencuci pakaian.

  Selain itu, aku bisa melihatnya dari beberapa tugas yang nyaris terlewatkan. Dan itu nyaris membuat marah satu tim kelompok. Ya, entah waktuku memang benar-benar tak ada, atau aku selalu menunda-nundanya.

  Terkadang ada pemikiranku berkata, saat menjelang deadline otak bekerja lebih hebat daripada biasanya. Semangat jauh membuncah menggelora dari biasanya. Pokoknya, sebuah momen luar biasa saat deadline itu. Ya, begitu hebat dengan semua itu, bahkan bisa mengeluarkan kemampuan luar biasa. Tapi, bukan berarti bisa super saiya.

  Tapi sekali lagi, jika orang bermain di tepi jurang, jangan heran kalau ia jatuh ke jurang tersebut. Begitu juga deadliner, jika bermain dengan deadline, jangan heran apa yang sedang dibuat tidak maksimal, atau bahkan tidak jadi hingga batas deadline ditentukan.

  Jadi, entah kenapa menurutku, sehebat apapun momen saat menjelang deadline. Semua tak pernah maksimal, tak sehebat pengerjaan yang berskala, teratur, tenang, dan penuh kedisiplinan. Ya, pokoknya seperti itu.

  Walau sudah kupikir, tetap saja aku masih merasa harus menunggu deadline tiba. Ya, beginilah, mungkin aku hanya bisa berpikir untuk tidak, nyatanya aku melakukan yang sebaliknya. Butuh waktu untuk perubahan. Harus belajar menjauh dari deadline. Harus...

  Terpenting, aku sekarang selamat. Semua pakaianku berhasil tercuci dan kering. Setidaknya aku sedikit lega malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu