Jumat, 24 Juni 2016

Mengarang Bukan Sembarang Mengarang

Malam itu aku dan teman-temanku diskusi di chating room, saat itu kami sedang berpikir dan berbagi ide. Temanku bercerita tentang idenya, dia menjelaskannya, lalu seusai ia bercerita aku menemukan ke ganjalan, kok permasalahan sama solusinya kok kurang nyambung.

Setelah bertanya-tanya lagi, dia akhirnya berkata. "Gue nggak jago ngarang." Lalu aku tersentak saat itu, bukankah mengarang hanyalah mengarang? Kita bebas mengarang, bercerita, itu hak kita, itu karangan kita. Tapi, ternyata mengarang itu tidak semua orang bisa tidak semua orang suka akan mengarang, walau itu bebas sesuka kita sekali pun.

Dari kecil kita pasti selalu diajarkan mengarang, terutama dalam menulis karangan setelah liburan. Pasti kalian tidak lupa bukan? Dimana setiap pelajaran bahasa Indonesia memaksa kita mengarang tentang liburan kita.

Aku sangat senang akan hal itu, aku pikir aku bisa menulis apa aja pada lembaran itu. Itu terserah padaku, guru tidak akan menyalahkan kisahku. Tapi, ternyata tugas yang menurutku bebas itu dan santai itu tidak semudah teman-temanku bayangkan.

Aku bahkan bisa memenuhi tulisanku yang buruk (Secara pengelihatan) di kertas itu bahkan dua lembar sekalipun. Sementara teman-temanku satu lembar sudah ngos-ngosan. Begitu pun berjalan hingga aku kuliah.

Beruntung ada pelajaran yang mengharuskan kita mengarang, dan di saat itu tanganku tidak berhenti untuk menulis apa yang aku pikirkan, apa yang aku karangkan. Tapi, semakin besar, permasalahan dalam mengarang bertambah.

Semakin dewasa, mengarang tidak sembarang mengarang, mengarangnya memiliki konteks, terkadang konteksnya tidak semudah yang dipikirkan, terkadang suatu hal yang cukup rumit. Maka dari itu mengarang di masa dewasa cukup susah.

Mengarang sekarang harus berpikir lebih keras, bagaimana kata-kata sesuai konteks, bagaimana dari awal sampai akhir harus konsisten, bagaimana karangan kita menarik pula, dan mengarang di masa dewasa pun bakal dipertanggung jawabkan, karena karangan kita harus memiliki pesan yang disampaikan dan pesan itu yang ditanyakan, padahal itu, pesan itu, karangan kita, pendapat kita, sesuka kita, tapi tetap saja, itu harus dipertanggung jawabkan.

Jadi apakah mengarang itu mudah? Aku harus menghembus napas panjang tentang mengarang sekarang, bahkan membuat novel pun aku bisa uring-uringan jika ceritanya sudah panjang, terkadang aku merasa karanganku tidaklah sekompleks karangan novel best seller di luar sana, dan mengarang di dalam novel tidak semudah menulis kisah liburan, harus ada makna, harus ada konflik yang kita buat sendiri, penyelesaiannya sendiri, rasanya seperti bikin dunia sendiri dalam pikiran kita yang ditumpahkan ke kata-kata.

Mengarang itu pun pada akhirnya merupakan sebuah keilmuan, menurutku. Karena kita perlu melatihnya, kita perlu berpikir, dan banyak keilmuan lain yang akan bercampur dalam melakukan sebuah task yang bernama mengarang.

Tapi, bukan berarti mengarang tidak dapat ditakluki. Menurutku mengarang itu pun bisa dikuasai, ada berbagai macam cara, pertama, menurutku dan yang pasti kita harus memahami atau membaca buku atau karangan seseorang yang kecerdasannya lumayan untuk mengasah pemahaman kita dari suatu kesatuan karangan.

Kedua, menurutku adalah setelah mendapatkan ilmu-ilmu umum yang kita kuasai, kita harus melatih tata bahasa kita, mengarang tidak bicara isi, tapi penyampaian, terkadang penyampaian yang salah membuat orang yang memahami karangan kita tidak pernah mengerti.

Ketiga? Tentu saja, lakukan itu berulang kali. Itu secara garis besarnya, aku tidak tahu bagaimana harus dirincikannya.

Well, sekarang kalian harus menghargai karangan orang lain. Karena effort dalam sebuah karangan itu tidak mudah, bahkan karangan anak kecil pun tentang tamasyanya bersama orang tua. Bagaimana dia harus berpikir ceritanya harus saling berhubungan dan orang merasa mengerti pada maksud karangan kita..

So, selamat mengarang, mumpung lagi liburan panjang bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu