Hidup dan Mati hanya berjarakan kabut. Hidup dan Mati lama waktunya hanya sedebit.
*
Hari ini hidup dan mati benar-benar menjadi pikiranku. Hari ini sahabat baikku Dhieka Prasetyo akhirnya tepat 23 tahun terlahir di dunia ini. Sementara itu nenekku hari ini tepat 63 tahun di dunia. Entah sampai kapan mereka berlangsung, sungguh mereka sangat berarti untukku.
Seperti pada umumnya, orang silih berganti mengucapkan selamat umurnya berkurang dan semoga semakin lebih baik. Dhieka, sahabat smpku dan sampai saat ini kita masih mengklaim kalau kita sahabat. Bahkan jika kita main ke rumah satu sama lain, kita seperti saudara karena sudah saling kenal semua.
Ini foto aku dan dhieka, diambil waktu ulang tahun abil, zaman masih SMA |
Rasanya mungkin menggembirakan, terkadang kita ingin dimana suatu hari kita jadi pemeran utama dan dipedulikan semua orang, mungkin terkadang ketika waktu lahir inilah kita ingin merasa spesial, kita ingin semua ingat kapan kita lahir dan semoga bersyukur atas kelahiran kita di muka bumi ini.
Begitulah hidup. Begitu juga dengan nenekku, aku baru tahu bahkan kalau nenekku memiliki tanggal lahir yang sama dengan Dhieka. Waktu ummi telponan sama nenekku, nenekku bilang. "Bilang ke Hilmy, jangan lupa tanggal 30 ya." Ummiku pun menyampaikannya kepadaku.
Nenek yang sudah 63 kali melewati hari kelahirannya pun ingin diinget, dimengertiin, dipedulikan, dispesialkan, dan tidak ada alasan untuk tidak memberikan semua itu, tentu saja dalam koridor Islam. Tidak, kami tidak merayakannya, aku hanya menelponnya dan mendengar cerita-ceritanya, kalian pasti tahu, siklus manusia hanya berputar, dari kecil yang ingin sekali didengar dan diperhatikan terulang lagi ketika sudah tua, apalagi hidup seorang diri tanpa suami. Bukankah kita semua butuh kasih sayang dan peduli? Bukankah itu sangat berarti?
Setelah berbincang senda gurau dengan nenekku, aku rasanya akan sangat-sangat sedih jika beliau tidak lagi diberi umur panjang. Tapi, aku harus paham, aku tidak boleh menyalahkan perpisahan, aku tidak boleh menyalahkan kematian. Jika aku menyalahkan, bukankah yang lebih pantas adalah pertemuan? kehidupan? Bukankah mereka penyebab adanya perpisahan dan kematian itu?
Tapi, tentu saja kita tidak boleh menyalahkan ketetapan Allah yang sudah tidak bisa kita ikut campur. Biarlah itu terjadi dan menjadi rahasia Ilahi, kita hanya butuh, semua siap ketika suatu waktu orang disekeliling kita tidak ada.
Begitulah hidup, lalu mati.
Hari ini, tidak hanya cerita tentang kehidupan dua orang terdekatku, sangat dekat, bahkan satu lagi nenekku yang merawatku dari kecil hingga SMA. Sungguh aku bersyukur karena Allah telah memberikan kehidupan kepada mereka hingga detik ini dan mengisi hari-hariku.
Tapi, cerita kehidupan itu harus dibersamai dengan kematian. Begitupun kematian, ini tentang orang terdekatku, tidak begitu dekat, tapi pantas untuk disematkan, orang berpengaruh dalam hidupku. Dosen Pembimbing Kehidupan.
Namanya Bapak Mohamad Syahrul Mubarok, lulusan S1 Telkom dan lulusan S2 di Finlandia. Dosen yang mengagumkan. Perawakan pendek dengan rambut klimis belah pinggir, hidung lancip tidak terlalu mancung seperti orang india, mengenakan kacamata kotak, dan yang terpenting dari dia adalah, selalu tersenyum.
Sebutannya Pak Milo, aku pernah menulis ketika aku baru tahu Pak Milo sakit kanker hati. Itu saja sudah membuatku tidak habis pikir, dan sekarang, aku benar-benar terdiam mengdengar kabarnya. Pantas saja rasanya ada seseorang yang aku cari ketika di Masjid kampus kemarin minggu, ternyata aku kehilangan seseorang yang selalu menyapaku dan bersenda gurau kepadaku saat di Masjid atau berjalan menuju Masjid.
Pak Milo terkenal sebagai dosen AI (Artificial Intelligence). Dia dosen yang sangat baik, ketika aku diajarnya (sebenarnya aku sengaja mencari kelas yang diajar oleh dirinya), aku terkenal dengan tidur di kelas, dia selalu menegurku. Hingga akhirnya Pak Milo sering menyapaku setiap berpapasan, dan selalu lupa lantas bertanya. "Siapa namanya? Saya lupa lagi."
Dan hal itu terjadi beberapa kali hingga dia benar-benar hafal namaku. Aku tidak pernah bertemu dosen yang selalu berusaha mengingat nama anak muridnya. Tidak hanya diriku, dia memperlakukan itu ke semua anak kelasnya.
Mungkin berita duka ini juga menyelimuti Gedung E. Gedung E adalah tempat lab-lab dan ruang dosen berada, disana--Gedung E--pak milo, aku, dan penguhni lab lainnya sering menginap. Tiada dosen yang sering menginap selain Pak Milo. Tak ada dosen yang lebih lama di Gedung E, tiada dosen yang selalu sering berjalan dari Gedung E ke Masjid selain Pak Milo. Jika aku ukur dengan seringnya Pak Milo di kampus, terutama Gedung E, mau hari kerja atau hari libur, aku yakin Pak Milo pemenangnya daripada dosen siapapun.
Biasanya setiap aku ke Bandung setelah lulus, aku berjumpa dengannya dan selalu menyapa. "Hayo ngapain ke Bandung? Mau ketemu calonnya ya?" Godanya.
Dan sebelum aku lulus dia selalu menggodaku. Perjalanan dari Gedung E ke Masjid adalah saksinya. Terkadang isinya berupa aku curhat tentang Tugas Akhirku kepadanya, dia yang selalu bertanya kepadaku kapan aku sidang? Dan perlu kalian tahu, ketika bertanya, tatapannya benar-benar seperti sedang bersungguh dan penuh harap agar aku segera sidang. Terkadang Pak Milo juga suka menggodaku untuk segera lulus dan menikah, menggodaku untuk mau membantu mencarikan calon, dan banyak lagi kisah-kisah perbincangan kita. Tapi, belum aku bisa menikah dan mengundang Pak Milo, rupanya Allah berkehendak lain, dan aku tidak akan pernah bisa mengundang Pak Milo diacara pernikahanku.
Terkadang aku mendapati Pak Milo selepas isya masih memberikan bimbingan ke anak bimbingannya, membantu kodingan anak bimbingannya, menjadi pembina lab yang menyenangkan, curhat seputar kuliah diluar negeri, curhat tentang kehidupan. Aku tahu, Gedung E pasti merindukan Pak Milo, aku tahu itu, pasti Gedung E benar-benar merasakan kehilangan.
Ketika aku di Masjid kampus minggu kemarin, entah kenapa aku seperti mencari-cari seseorang. Dan ternyata orang yang aku cari sedang berjuang melawan maut, dan pada akhirnya ia dipulangkan, ke tempat yang abadi. Aku tidak menemukannya di Masjid, dan semoga aku dan Pak Milo dipertemukan di surga, bersama-sama. Tentu saja, semoga kita semua. Aamiin.
Boleh aku minta doanya untuk Pak Milo yang selalu menyenangkan itu? Semoga amalan Pak Milo diterima di sisi-Nya, dosa-dosannya diampuni, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan. :(
Anaknya Pak Milo masih kecil. Semoga bisa menjadi Pak Milo atau lebih di masa depan. Istrinya pun cantik dan terlihat baik. Pasti kalian beruntung telah menjadi bagian hidup Pak Milo, begitupun sebaliknya.
Terkadang berpikir, apakah Pak Milo benar-benar sudah menikah? Karena dia selalu terlihat di kampus seperti masih seorang bujang. Dan pengorbanan itu ternyata berakhir seperti ini. Bukan akhir yang buruk, karena semua mahasiswa--terutama Informatika--pasti mengetahui betul betapa baiknya bapak yang satu ini.
***
Hidup dan Mati itu, terlalu dekat, bahkan seperti samar. Sudah seberapa siap kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu