Di saat kita tidak bisa melihat diri sendiri sibuk akan apa yang ingin diperjuangkan. Maka kita akan sibuk melihat orang lain berdiri tinggi di luar sana. Memberi luka, atas ketidakberdayaan kita.
*
Di zaman informasi yang begitu mudah diterima. Rasanya diri ini sangat kecil saat melihat orang-orang di luar sana dengan begitu hebatnya melakukan hal-hal yang membuat orang memandang dengan decak kagum.
Aku pernah mendengar sebuah kata-kata, kurang lebih begini. "Semua indah jika di lihat dari jauh, jika kamu dekatkan, kamu akan tahu betapa ketidakindahan itu ada."
Aku pernah melihat gunung yang indah, hijau dari jau mata memandang, menjuling tinggi nan kokoh, memberi ketenangan di hati oleh sejuknya udara. Tapi, saat mendekat ke sana, saat tiba di sana, aku melihat betapa sedihnya gunung itu. Ada beberapa ruas gunung yang di keruk pasirnya, ada yang terbakar pohonnya, ada yang runtuh tanahnya.
Atau sederhananya, tengok wajah seseorang dari kejauhan. Betapa indahnya wajah itu. Begitu bersih nan berseri. Namun ketika di dekatkan, ada jerawat, flek hitam, minyak, dan banyak lagi.
Semua terasa indah saat dilihat dari kejauhan.
Tapi, bukan berarti saat di dekatkan semua jadi buruk.
Melihat orang-orang hebat nan sukses dari kejauhan seolah melihat kesempurnaan dalam berkehidupan. Di kepala selalu berputar-putar, betapa beruntungnya orang itu di lahirkan dari keluarga itu? Betapa beruntungnya orang itu bisa berjuang di situ? Betapa beruntungnya orang itu bisa sukses di situ?
Padahal, jika kita dekatkan sedikit dari waktu ke waktu orang itu, kita akan seperti melihat gunung dari dekat. Semua tak seindah itu. Pasti perasaan yang berkecamuk, keringat yang bercucuran, dan kepala yang ingin meledak.
Lalu pertanyaanku kembali ke bagian awal. Setelah semua itu, apa yang aku perjuangkan? Kenapa aku selalu menahan-nahan dengan berbagai alasan? Kenapa tidak segera bergerak dan gagal dan coba lagi dan gagal dan coba lagi hingga Allah memberikan keyakinan kuat terhadap apa yang diperjuangkan?
