Kamis, 27 Juni 2013

Kehabisan Kata-Kata

  Ada beberapa adegan dimana dalam kehidupan gue terasa sempit. Tercekik ketika menghirup nafas. Ruangan terasa menghempit tubuh. Tatapan mata orang-orang terasa menusuk-nusuk jantung. Sorakannya seperti malaikat maut baru saja merenggut nyawa.

  Pada akhirnya gue kehabisan kata-kata. Dimana saat itu gue merasa hidup gue mati seketika. Ketika lagi bicara depan banyak orang lalu kehabisan kata-kata. Pada akhirnya gue mengeluarkan kata-kata seadanya dan hal hasil kata-kata itu sangatlah berantakan dan tak begitu jelas.

  Sempat gue mengalami kejadian itu. Begitu buruk rasanya. Pengin ngulang kejadian itu dan lebih tenang untuk merangkai kata-kata. Kehabisan kata-kata rasanya itu ajaib banget. Membuat seketika menyesal telah melontarkan kata-kata aneh.

  Ternyata gue sebagai pembicara yang buruk bukan hanya kehabisan kata-kata dalam bicara depan umum. Terkadang bicara sama gebetan teman juga sering kehabisan kata-kata. Hasilnya gue cerita ngawur dan malah curhat sendiri. Gue juga agak risih sama hal itu. Apalagi temen gue?

  Selain pembicara yang buruk ternyata gue juga penulis yang buruk. Kenapa? Karena gue sering kehabisan kata-kata. Oke, jujur aja ketika gue menulis novel. Gue merasa aneh. Kenapa? Kata-kata pada tulisan gue kok ini-ini aja?

  Selanjutnya, gue merasa ketika membaca tulisan seorang dengan narasi yang panjang dan rapih gue pun sedikit ragu dengan tulisan gue. Gue coba bandingkan. Tak ada satu halaman untuk mengisi narasi, gue kehabisan kata-kata. Akhirnya buat dialog-dialog tak bermutu.

  Payahnya, kata-kata gue terus berputar. Ini lagi-ini lagi. Apa kosakata gue kurang? Atau apa yang gue pikirkan tak pernah gue detailkan secara jelas? Layaknya penulis-penulis terkenal dengan jumlah halaman novelnya mencapai 500-an?

  Ya, gue memang bukan penulis terkenal atau ahli dalam menulis. Amatir masih melekat ditubuh gue. Tapi, gue berusaha keluar dari zona itu. Mendaki sedikit walau bukit terjal yang gue hadapin. Namun, lagi-lagi gue merasa kehabisan kata-kata.

  Rasanya gue kaya menyeret-nyeret suatu hal ke tempat penyelesaian. Hasilnya yang terserat pun berantakan. Darahnya menetes membasahi permukaan, tubuhnya terkoyak-koyak bebatuan dan gue merasa ini payah. Sangat payah.

  Ketika gue mau membuat bagian klimaks, gue rasa kok jadi serasa biasa ya? Kurang menarik, kata-katanya terlalu biasa. Itu itu aja. Apa karena gue kurang baca? Gue yakin kata-kata terakhir adalah hal yang tepat.

  Tahap penyelesaian masalah, gue merasa kata-kata di dalamnya semakin berantakan. Semakin mencapai finish, semakin gue merasa terjun bebas dari bukit terjal itu. Betapa bodohnya gue mengatur semua ini. Kenapa gue sangat payah?

  Gue mencoba meneliti, setelah gue teliti. Ada yang salah dari diri gue sendiri. Apa itu? Gue terlalu terlena dengan awal melangkah. Sampai gue lupa kemana selanjutnya harus berpijak. Gue terlalu sering mengulangi kalimat-kalimat di awal kali gue membuat tuh cerita.

  Sampai akhirnya pas gue baca ulang, kalimatnya itu-itu aja. Sebenarnya gue gak pasti tentang yang gue teliti gue sendiri. Jadi ini bukan sebuah riset atau apapun. Ini bukan ilmu yang pasti. Karena, kehidupan ini tak pernah pasti.

  Satu lagi, sepertinya dalam kehidupan gue ada yang kurang. Yaitu, kurang ketenangan. Gue merasa itu kesalahan hidup gue. Gue terlalu tergesa-gesa akan ambisi gue. Gue gak bisa mengatur rencana dalam menggapai ambisi gue. Yang gue pikirin adalah sekarang lakuin sebelum gue terlambat.

  Ternyata itu taklah benar-benar benar. Memang kita harus melakukannya dengan secepat mungkin. Tapi, kita butuh rencana. Rencana setelah langkah pertama. Dari situ gue tahu kenapa gue kehabisan kata-kata. Gue selalu tergesa-gesa melangkah, tanpa memikirkan langkah berikutnya.

  Tapi, gue sempat baca novel yang alurnya benar-benar lambat. Rasanya gue baca ratusan halaman tuh isinya cuman berpuluh halaman. Namun, dia punya narasi yang panjang dan detil yang menurut gue jelas banget.

  Anehnya gue baca sampai habis dan gak ngerasa bosen, malah gergetan kok lama banget jalan ceitanya. Ketika mau ujian lagi gue bacanya. Sampai sekarang gue bingung. Isinya apa aja narasi sepanjang itu. Gue mau baca lagi, tapi kayanya biasa. Gue pun hening diselimuti keheranan.

2 komentar:

  1. Padahal, walau k Hilmy kehabisan kata2, novel k hilmy (Zero basket ball) seru bgt... Aku aja bikin novel gk beres2 -_-

    BalasHapus
  2. Haha... Semangat. Sering-sering baca biar dapat bahan novelnya. :)
    sebelumnya terima kasih telah membaca novel saya :D

    BalasHapus

komentar bagi yang perlu