Senin, 05 Mei 2014

Jika Hidup Rentetan Masalah

"Terkadang hidup hanyalah rentetan masalah."

*

  Begitulah bagaimana aku memandang, melihat, dan memahami bahwa hidup hanyalah rentetan masalah yang tak pernah ada habisnya sebelum aku membunuh diri ini atau seseorang membunuhku atau malaikat maut mencabik-cabikku dengan jijik.

  Sebenarnya tak selamanya aku menata hidup seperti itu. Semua pandangan itu hanya muncul ketika aku mengalami masalah paling berat, kalau pada sebuah konflik, ini bagian klimaks. Di mana aku seolah nggak pernah tahu apa itu kata bahagia.

  Saat konflik menuju klimaks. Emosi seperti sampah, kotor, tak guna. Bahkan lebih hina dari sampah. Sekarang harus apa? Aku nggak pernah tahu. Hanya satu yang aku tahu, aku dalam masalah yang kuyakin tak akan berakhir sampai sini, aku ada masalah-masalah berikutnya.

  Entah kenapa, akhir-akhir ini populasi masalah semakin banyak. Walau beribu cara aku membasmi, hidup ini seolah mengatakan itulah aksioma. Setiap langkah adalah pilihan. Ya, itu benar, tapi setiap pilihan itu akan memulai sebuah masalah baru.

  Jadi, bisa aku simpulkan pilihan adalah masalah. Setiap yang kita lakukan pasti akan menuai masalah. Ya, walau itu hanya pandang ketika aku sedang berada di ujung tebing tertinggi dan diberi dua pilihan. Terus di sana hingga napasmu habis, atau melompat dan merasakan kematian lebih cepat.

  Bisa dikatakan, bertahan pada masalah itu atau melarikan diri. Kalau bodohnya, bunuh diri. Ya seperti itulah sampah ini terjadi. Emosi yang beraduk, ingin sedih tapi seperti orang bodoh. Ingin marah tapi pada siapa?

  Dan sekarang itulah aku. Di ujung tebing tertinggi dan menjadi bodoh. Tapi, sepertinya ada satu jalan turun. Ya, menuruni gunung itu dengan berjalan kaki. Hanya saja, aku tak tahu ke mana arah yang harus kutuju agar tak tersesat?

  Persetan dengan masalah. Terkadang kamu diam saja kamu mendapatkan masalah. Kamu berusaha, kamu malah dapat masalah. Kamu bersyukur, kamu juga akan diberikan masalah.. Aku akan menuai tawa, masalah ini tak akan pernah habis dan saling beruntut.

  Ah, sebenarnya aku tak mau mengeluh. Hanya saja ini sepertinya cukup meluapkan apa yang kupusingkan. Mungkin setelah ini aku harus bersujud syukur. Karena aku masih bermasalah. Berarti aku masih hidup. Dan tak penting seberapa banyak masalah yang aku dapati, terpenting seberapa banyak yang aku selesaikan.

  Ya, maaf saja mencoba menghibur diri. Sujud syukur deh ya. Terkadang orang mati menyesal, ia telah mati saat ia hanya menghabiskan waktunya untuk suatu masalah dan terus mempermasalahkannya. Bukannya, menyelesaikannya.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu