Sabtu, 08 Maret 2014

Melewatkan

"Runtuh semakin runtuh."

*

  Mungkin aku percaya yang namanya sugesti. Terlebih percaya yang namanya ucapan adalah doa. Ketakutan di kepala yang memaksa menjadi sebuah kenyataan. Hidup semakin berat saat semua hal yang kita takuti itu benar-benar terjadi.

  Ini hari yang berat, terlebih sebelum-sebelum ini sudah banyak hal yang bikin semua semangat serasa hambar. Dan sekarang di tambah melewatkan sebuah hal penting. Sebuah hal yang tidak tahu bagaimana mengantisipasinya.

  Awalnya, hujan lebat benar-benar menyelimuti Bandung dari segala penjuru. Terjebak di luar sana membuat celana menderita. Badan menggigil tak tertahankan, dan larut semakin menjadi. Hujan tak membiarkan celahnya terlihat, dan hingga pukul dua belas. Semua terjebak olehnya.

  Setelah benar-benar menyerah, hujan-hujanan di jalanan kota Bandung. Setiba dengan kuyup yang amat parah. Setelah mengganti pakaian, aku sempat chat dengan seseorang dan bilang kalau aku takut besok kesiangan.

  Orang itu sempat bilang, "Bagaimana kalau nggak tidur saja?"
  
  Ya, itu sebuah pilihan menarik dan nekat. Tapi, meyakinkan. Namun, apa boleh buat. Kantuk tak bisa memaksa. Aku sudah menyetel alarm sekenceng mungkin. Sudah niat untuk bangun pagi. Namun, semua terjadi diluar kendali.

  Ketakutan yang aku pikirkan benar-benar terjadi. Aku bangun pukul delapan, sementara praktikum di mulai pukul enam tiga puluh menit. Apa dikata, susulan pun sulit. Semua semakin berantakan, lebur, tak terkira.

  Jika aku cengeng mungkin aku akan nangis, ini semua karena nilai. Ya, seandainya setiap praktikum nggak langsung ke nilai. Tapi, rasanya pahit banget saat prospek ke depannya bakal lebih suram. Dan semangat yang semakin runtuh ini, benar-benar sudah menghilang. Ya, semangatnya yang menghilang.

  Dunia serasa telah selesai saat itu terjadi. Perasaan yang selalu khawatir, kekecewaan yang tak ingin tersampaikan. Mungkin saja semua ketakutan itu akan benar terjadi. Sekarang mau salahin siapa? Tak ada yang bisa disalahkan selain diri sendiri, tak ada yang bisa dilakukan selain menanti. Seolah keajaiban masih ada.

  Beginilah, rasanya ingin muntah dari dunia kuliah ini. Apalagi saat tahu praktikum jam 6.30. Seolah hidup semakin mencekik. Satu-satunya jalan untuk memperbaiki adalah berbohong. Tapi, aku pikir berbohong untuk susulan bukanlah sebuah jalan. Jika iya--sebuah jalan--itu adalah jalan yang semu, sesat.

  Mungkin keajaiban masih ada. Aku mencoba menunggunya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu