Jumat, 07 Maret 2014

Arti Februari

  Jika ini sebuah irama, mungkin ini irama yang begitu fales. Begitu serak, begitu hancur tak membentuk sebuah irama yang banyak orang bilang, merdu. Ini irama yang mengerikan, bahkan lagu-lagu pengisi soundtrack horor saja kalah seramnya.

  Bukan sebuah bulan yang indah dengan mudah dijalani sepenuh hati dengan senyum terukir di bibir dan pipi menggelembung merekah menceritakan kisah indahnya. Bukan pula sebuah perjuangan penuh darah, penuh luka, penuh sendu.

  Februari kali ini terasa seperti permukaan lantai yang dilihat dari beberapa sudut sebuah jajaran yang saling terhubung dan datar. Beginilah, Februarinya datar, walau dari kesatuan cerita seolah berhubungan dan memberikan sebuah tanda.

  Kalau bisa disebut, pahit. Februari ini pahit. Tak seperti obat, tapi mungkin saja ini lebih mujarab. Entah apa esensinya, tapi aku percaya sebuah hal di balik semua ini. Sebuah kisah di balik kisah. Hah, entahlah aku bukan cenayang.

  Semua berawal dari kakek. Bukan kakek yang menjadi sumber masalah, tapi kakek yang sedang mengalami masalah. Penyakitnya semakin parah, bahkan hingga sekarang beliau tak bisa membuka mata, apalagi bicara. Hanya mendengkur di tengah baringannya.

 Lalu, betapa pahitnya ketika kehilangan sendal satu-satunya, bukan karena sendal itu mahal, bukan. Bukan juga hilang pas shalat jum'at. Entah bagaimana ceritanya, ketika sendal di sektretariat masjur, sendal lenyap begitu saja.

  Setelah merana karena kehilangan sendal, hingga sekarang aku pun nggak punya sendal. Ini bukan masalah uang sekali lagi, entah kenapa untuk beli sendal saja rasanya males minta ampun. Apa lagi kuliah? Ya belakangan ini aku pun merasa tak bersemangat untuk kuliah.

  Tak berhenti di sendal, kini bola basket tiba-tiba lenyap. Dengan tempat kejadian yang sama seperti sendal. Entah takdir apa, sepertinya mereka mencoba untuk melarikan diri dari aku. Oke, itu masih belum terlalu bermasalah.

  Paling besar dan menyedihkan adalah kehilang harddisk eksternal. Satu hal yang sama, tempat kejadiannya. hanya butuh selang berapa waktu untuk semu itu terjadi. Rasanya sedih minta ampun, bagaimana tidak? Semua file serta semua foto kenangan musnah begitu saja.

  Tapi, kalau kata orang harus syukuri. Mungkin ada maksud dari semua ini, aku masih mencoba sabar. Tapi, untuk kehilangan yang terakhir ini. Ya, kehilangan semangat untuk kuliah. Rasanya membuat pikiran buyar berkeping.

  Sesaat aku berpikir bahwa aku orang yang cukup beruntung hingga bisa kuliah sejauh ini. Bisa menjalani sebaik ini. Tapi, jika menilik beberapa hari lagi mau UTS. Rasanya lebur bukan main. Rasanya ingin minta seseorang untuk hancurin kepala ini, oke itu memang lebay.

  Setelah runtutan semua itu, ada satu hal yang hilang lagi di bulan februari ini. Ya, kehilangan semangat nulis. Walau sempat datang ke roadshownya #KampusFiksi tapi seolah semua tak menegur hati ini untuk menulis sesuatu. Bahkan setelah banyak hal terjadi, baru sekarang aku mencoba untuk menuangkannya di sini.

  Entah apa maksud arti Februari ini. Aku tetap peduli, semua memang terjadi cepat. Tapi, semua pasti memiliki esensi yang memuat arti dan kebaikan di lain waktu. Ya, harus percaya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu