Sejak kecil aku sangat kecanduan dengan menggambar. Saat
teman-teman sebayaku masih menggambar dua gunung dengan satu jalan serta
sawah-sawah yang berhamparan. Aku sudah bisa membuat beberapa orang, ya, walau
masih terlihat amatir. Tapi, aku satu langkah di depan para temanku.
Sebenarnya, bukan
maksudku menyombongkan diri. Tapi, di sinilah awal mula kesalahanku dan mengapa
aku tak berkembang. Aku seorang maniak
kartun yang suka menggambar. Itu wajar, bukan? Tentu saja. Tak ada yang salah
di situ.
Seiringnya waktu,
sebanyak aku menggambar, aku mulai berpikir. Kenapa gambarku terasa
begini-begini saja? Tak menarik, dan menggambarnya—bentuknya—itu-itu saja.
Semenjak SMP aku
mendapati beberapa kenalan yang suka menggambar juga. Dan saat itu, aku
membenci mereka. Aku lebih suka menggambar karakter-karakterku sendiri tanpa
meniru gambar kartun lainnya, menanamkan benih benci pada temanku yang juga
suka menggambar dengan meniru gambar orang lain.
Dahulu aku sempat
bilang sama mereka, bahwa kita harus bia membuat karakter sendiri. Tidak hanya
meniru. Kalau meniru semua orang bisa. Ya, mungkin aku terlihat terlalu naif
atau sombong, atau lebih mengerikan lagi.
Dan sekarang, aku
amat menyesali semua itu. Aku memang berbeda dengan temanku, aku paling malas
meniru gambar orang. Menurutku, aku seorang pembuat, bukan peniru. Maka dari
itu, aku membuat tokohku. Namun, dalam lubuk hatiku terdalam, aku memendam iri
saat gambar tiruan mereka ternyata jauh lebih bagus dari pada gambar buatanku.
Sekarang, ya,
sekarang. Aku mengerti kenapa seorang ayah melatih anaknya untuk mengikutinya.
Kenapa orang bijak bilang, “untuk mengalahkan musuhmu, jadilah musuhmu.” Atau lakukanlah
berkali-kali hingga kau bisa.
Sebagaimana anak
bisa mengatakan ‘ayah’ atau ‘ibu’ dengan mengikuti orang tuanya yang berkata
seperti itu. Sebagaimana para iblis menjelma menjadi manusia untuk
menghancurkan manusia lainnya. Sebagaimana Thomas Alva Edison menemukan lampu.
Sejatinya, meniru
adalah bahan pembelajaran paling mudah dan berguna—efektif. Dengan meniru,
setidaknya kita tahu bagaimana melakukan itu, bagaimana membuat itu.
Mungkin meniru
terdengar kasar, tapi jika diartikan seorang yang meniru orang lain lalu
memamerkan karyanya dengan mengatas namakan dirinya, itu memang sangat kasar,
mengerikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu