Sabtu, 07 Juni 2014

Ketika Tahu Teman Sudah Menikah

"Sesuatu yang begitu dahsyat, hawa nafsu."

*

  Pagi-pagi setelah bermimpi yang tak jelas, dengan iseng aku buka tab dan langsung menyosor ke sosial media. Dapat kabar dari temen, bahwa temen semasa SMK sudah nikah. Dan aku tak pernah kebayang sebelumnya kalau ia bakal nikah dini.

  Terlepas dari pikiran aneh-aneh. Aku ikut senang dan terkejut pastinya. Senang karena semakin banyak teman yang sudah berkeluarga. Terkejut karena, lho, dia udah nikah toh. Nikahnya sendiri sama pacarnya sendiri. Bukan pacar orang lain. Ya kali.

  Dapat kabar itu pas cek linimasa di sosial media dan bilang tentang hamil. Aku kira itu bercanda, ternyata pas ditanya. Itu beneran. Setelah ditanya-ditanya, ternyata aku diundang ke acara pernikahannya. Kurang beruntungnya undangannya nggak sampai ke aku.

  Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama punya teman yang sudah menikah. Bahkan waktu aku duduk di bangku SMK kelas dua, temanku yang mengundurkan diri setahun sebelumnya mengundangku ke acara pernikahannya.

  Hebatnya, bukan satu orang, tapi dua orang. Semakin lama-semakin lama, pas sudah lulus, beberapa temanku juga ada yang nyusul menikah. Biasanya memang teman-teman wanita yang menikah lebih dulu dan kurang beruntungnya aku satu pun berhalangan hadir di acara tersebut.

  Bicara tentang pernikahan, itu sebuah dambaan semua orang. Karena berbagai alasan, nikah itu menjadi salah satu bentuk pencapaian. Setelah penantian lama memandangi doi tapi nggak deket-deket. Akhirnya kesampaian nikah dengannya itu seperti jackpot.

  Tapi, tidak semua beruntung dengan pernikahannya. Adakalanya mereka bermasalah. Tapi setidaknya bermasalah dalam pernikahan. Ternyata ada yang lebih buruk lagi, bermasalah di luar pernikahan. Mungkin agak ambigu, kita sebut saja kecolongan.

  Tidak sedikit juga mendapati teman yang kecolongan. Pastinya yang wanita. Terkadang aku sempat terkejut mendapati orang itu-orang itu ternyata begitu. Bahkan ketika pas aku masih duduk di bangku sekolah tingkat terakhir, ada salah satu temen jauh yang ternyata sudah mengandung lima bulan. Dan dia masih tetap sekolah.

  Di sini terbukti, moral anak muda sekarang sudah semakin kacau. Bukan berarti moralku sudah sepenuhnya benar. Secara keseluruhan, kecolongan sepertinya sebuah hal yang tak mengherankan lagi. Seolah-olah itu sebuah tabiat yang dibenarkan.

  Bahkan ada yang bilang, 'Tandai' dulu, baru nikahin. Pikiran seperti itulah yang mulai merusak. Dan para wanita termakan oleh rayuannya. Tidak selamanya para lelaki itu mau bertanggung jawab. Lebih menyedihkan sudah di 'tandai' lalu pergi begitu saja.

  Namun, itu bukan cerita baru. Itu cerita lama. Bahkan orang-orang sudah mulai bosan mendengarnya. Paling hanya mengeluhkan wanitanya atau prianya. Parahnya, mereka hanya membodo amatkan, mereka tak pernah peduli untuk membenahinya.

  Bahkan, waktu itu aku bangun dari tidur. Cek linimasa, terus ada adik kelas yang baru lulus di statusnya bilang. "Sepulang kerja, temenin si ini ke rumah sakit buat cek USG dulu ah." Dengan bodohnya ia menandai temannya itu.

  Aku sedikit penasaran, aku buka komentar-komentarnya. Tertulis kurang lebih seperti ini. "Ah, gue pusing banget, tae!" dari seorang yang ditandai temannya itu.

  Lama-lama semakin kebawah komentarnya semakin membuktikan bahwa itu aib yang diumbar-umbar. Mungkin jika aku jadi orang yang merasa dirugikan, temanku itu sudah aku bacok mungkin. Bagaimana tidak, itu aib, benar-benar aib, siapa yang tidak malu--kecuali dia sudah menikah--diumbar di sosial media yang dilihat jutaan orang.

  Setelah beberapa lama baca komentarnya aku semakin kepo, aku buka wanita itu. Ternyata dia memang adik kelasku pas SMK. Aku lihat statusnya, ya, sepertinya dia lagi ketakutan ketahuan sama orang tuanya. Terus tertulis juga ia sepertinya menyesal.

  Mungkin aku sudah sering melihatnya, sudah beberapa orang teman disekolahku yang pernah menyesal seperti itu. Karena kebablasan masa depan dibuatnya menjadi sekelingking lagi. Hidupnya seolah dipercepat. Di waktu yang tak tepat.

  Inilah kenyataannya. Pertama aku pikir hanya hidup di kota yang pergaulannya luar biasa. Tapi, setelah pindah ke tempat yang bisa dibilang desa. Ternyata tak ada bedanya. Sama-sama mengerikan jika tak benar-benar mengerti arti sebuah kehormatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu