Gue bangun dengan tampang bingung. “Jam berapa ini?” tanya gue pada diri gue sendiri dan melihat jam dinding yang bikin bulu merinding. “Jam 03.00 pagi !? Kayanya gue tidur lama dah.” Gue masih heran, padahal gue tidur dari jam sebelas, tapi kok baru jam segini terasa lama sekali. Gue pun langsung melanjutkan tidur kembali.
Tenot… Tenot… “Kiriman Paket! Halo…” terdengar suara orang pos memencet bel dan berteriak kesal.
Gue mencoba membuka mata dan menerawang jalan keluar. Gue membuka pintu dan melihat sesosok pengantar pos berdiri tegap dengan menenteng sebuah paket. “Ada apa mas?” tanya gue.
“Ini paket, silahkan tanda tangan disini!” ucapnya sambil menjulurkan sebuah kertas dan pulpen, gue langsung menanda-tanganni. Gue berjalan kedalam dan membawa paket itu.
Gue menggeletakki paket itu, dan menoleh ke jam dinding. “Ah? Jam 9.00 ?” Gue telat lagi ke kampus. Gue dengan cepat berlari ke kamar mandi dan mandi seperti bebek, dengan bebek-bebek yang menggenang di bak mandi. Kalau di pencet bunyinya “Citt… Citt…” Setelah mandi gue langsung pakaian dan siap-siap, hari ini yang mengajar adalah Pak Rahmat, dan nggak boleh telat.
Gue membuka pintu luar, gue menoleh lagi ke dalam melihat ada yang ke tinggalan-kah? Gue melihat bungkusan paket itu dan sedikit penasaran, gue mendekati dan membukannya. Ada alamat tempat ini di bungkusnya. Gue merobek bungkusan itu.
“Hah? Boneka Teddy Bear yang udah kumuh seperti ini? Maksudnya apa?” ucap gue heran, dan mencari tahu alamat pengirimnya.
Gue ngudek-udek itu bungkusan yang sudah terobek, “Haah? Nggak ada?” Gue kaget. Gue nggak sengaja terlihat ke arah jam dinding lagi. Gara-gara ini gue jadi makin telat aja. Akhirnya dengan sikap acuh gue pergi menuju kampus dengan secepat mungkin.
Sampai di kampus gue masuk ke kelas gue. “Maaf pak, saya telat hari ini!?” ucap gue menunduk.
“Cepet masuk, bapak juga baru datang!” ucap Pak Rahmat dengan jujurnya. Gue pun duduk di bangku gue, dan gue masih termenung akan paket itu.
“Teddy Bear ya, nggak asing emang sih. Gue kaya kenal walau samar-samar di kepala gue.” Ucap gue samar-samar. Sambil mendongak.
“No, lu bilang paket berisi Teddy Bear?” ucap Ozi temen kuliah gue yang kebetulan bangkunya di sebelah gue dan dia juga menjadi temen SD, SMP, SMA, dan sekarang juga. Ya kaya adik dan abang lah gue sama dia.
“Hah? Iya, lu juga dapet Zi?” gue semakin merasa aneh, ada apakah dengan paket itu?
“Hem… Iya, bonekannya udah rusak kan? Gue kaya pernah kenal itu boneka No!” ucap Ozi yang sepikiran dengan gue dan mengingat-ingat lagi.
“Hey-hey kalian! Kalau mau curhat-curhattan nanti aja!” ucap Pak Rahmat sambil menunjukkan jari telunjukknya ke arah gue dan Ozi.
“Hahaha…” Semua mata memandang mengarah ke kami dan tertawa lebar. Gue dan Ozi tidak membalas ucapan Pak Rahmat, malah menunduk dan terus berpikir keras.
“Gue inget!” ucap gue dan Ozi serentak sambil berdiri dan membuat satu ruangan kaget. Pak Rahmat pun kesal, terpaksa kami diusir di pelajarannya dan berdiri di depan kelas.
Gue berdiri di depan kelas dengan bersenderan dan mendongak. “Iya, gue inget. Jaman-jaman kita masih SMP, kita kan sempet punya Teddy Bear, bahkan satu kelas kita punya. Walau kaya cewek. Kalau diinget-inget, malu-maluin dah.” Ucap gue.
“Hah?” Ozi menoleh ke arahku. “Iya, malu-maluin banget. Sumpah pengen banget gue ngumpul-ngumpul bareng lagi sama temen-temen.” Lanjut Ozi.
“Iya, haha… Ngomong-ngomong siapa ya yang ngirim itu boneka?” tanya gue penasaran.
Terlihat sesosok orang culun berjalan melewati gue dengan angkuhnya. Gue kaya pernah kenal itu tampang. Gue nyoba menyapanya. “Oy!”
Dia menoleh ke arah gue dan menerawang gue dari balik kaca matanya yang bulat itu. “Ya? Siapa ya?” tanya dia dengan tampang melongo.
“Lu! Lu Roy kan? Anak SMP 48 angkatan 21?” tanya gue dengan sotoy (dibaca: so tau).
“Hah? Iya, lu siapa ya?” ucap dia yang masih bingung dan terus menerawang muka gue. “Oh, lu Ozi ya!?” ucap dia sambil menunjuk muka gue.
“Bukan weh! Ozi itu tuh!” ucap gue sambil mengarahkan muka gue ke Ozi. “Gue Reno, masa lupa sih lu. Yang sering nyontek sama lu!” ucap gue so akrab banget.
“Oh…” ucap dia tampak ingat. “Siapa tadi namanya?”
“Re… Renoo!” ucap gue jengkel serasa pengen pecahin itu kaca matanya.
Dia mengingat-inagt dengan tampangnya yang buat perut gue tergelitik ngakak. “Oh iya, Reno, Sebastian Reno anak yang suka ngisengin gue kan!” ucap dia dengan muka jengkel-jengkel kangen.
“Nah itu inget, haha… Masih inget aja lu sering gue kerjain. Eh-eh, dapet boneka Teddy Bear nggak lo?” tanya gue langsung pada poko masalah.
“Iye dapet gue, tapi nggak ada alamat pengirimnya. Cuman ada nomer telpon doang di balik palanya.” Ucap Roy yakin.
“Hah? Masa sih?” gue bingung dan pengen cepat-cepat melihat boneka itu.
“Yaudah ya, gue ada jam pelajaran. Nanti di omongin lagi.” Ucap Roy dan langsung melenggang cepat menaiki tangga.
Pelajaran Pak Rahmat akhirnya selesai, gue melenggang ke kantin bersama Ozi. Gue dan dia terus berpikir dan mengira-ngira siapa yang mengirim boneka itu. Kunci utamanya adalah, setiap temen SMP gue dapet paket boneka itu. Pasti yang ngirim temen SMP gue juga.
“Nih gue bawa bonekanya!” ucap Ozi sambil menaruh boneka Teddy Bear di meja kantin.
“Hem… Lu masih inget nggak boneka lu kaya gimana dulu?” tanya gue sambil membolak-balik boneka itu. Eh, tiba-tiba terlihat segerombolan cewek lewat.
“Udah kuliah mainnya boneka!” ucap pemimpinnya dengan angkuhnya. “Hahaa…” pengikutnya pun tertawa terbahak-bahak. Gue cuek aja dan terus menelusuri itu boneka.
“Apa ini? Kaya ada peta!?” ucap gue sambil meneliti gambar seperti peta itu di punggung boneka. Namun, terlihat sangat samar-samar. Susah untuk di terjemahi.
“Ini memang peta!” ucap seseorang di belakangku. Aku pun menoleh.
“Sinta!?” ucap gue kaget, temen SMP gue muncul lagi. Sinta cewek yang cukup aktif di kelas dan dia adalah ketua kelas.
“Gue juga di kirim beginian. Dan gue juga mau menuju peta yang berada di punggung boneka itu!?” ucap Sinta yang lebih banyak tahu.
“Hah? Emang lu tahu!?” taya Ozi memasang muka serius.
“Mukannya biasa aja kali Zi. Iya gue tau, di daerah Jakarta Utara, selow aja. Jamnya gue tau. Besok, jam 6 mlm. Mau ikut nggak lu pada?” ajak Sinta.
“Gue ikut dong!” ucap Roy dari kejauhan. Semu menoleh?
Sinta heran. “Dia kan Roy? Masih culun aja!”
“Sssttt. Jangan begitu,” bisik Ozi. “Okeh, besok ngumpul jam 5 di sini ya.” Sambung Ozi.
“Ok.” Ucap semuanya dan sepakat.
Gue masih merenung di balik selimut di atas kasur di dalam kamar. “Siapa ya yang ngasih ini boneka? Buat apa ya tujuannya?” di benakku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Sampai hari esok tiba.
Seperti biasa gue kembali telat bangun. Gue dengan cepat langsung bersiap-siap menuju kampus. Gue masih harus mebgikuti pelajaran Pak Rahmat. Sampai gue tiba di sana gue ngikutin iklan permen yang jalan mundur pura-pura mau pergi. Namun, hasilnya gue di ketawain masa. Sial banget hari ini. Gue kembali duduk di sebelah Ozi.
“Gimana Sore?” tanya gue.
“Okey.” Sambung Ozi dengan nada santai. Gue dan yang terus mengikuti pelajaran Pak Rahmat si tukang nggak boleh telat. Tapi, gue berapa kali telat di pelajaran dia.
Sore tiba, gue, Ozi dan Sinta sudah tiba tepat sesuai jadwal. Namun, Roy belum terlihat dari tadi. Terlihat dari kejauhan berambut jabrik, style anak gaul berjalan mendekat.
“Gimana udah siap?” ucap orang itu tanpa kaca mata.
“Roy? Ini elu?” ucap gue dan yang lain histeris kaget.
“Yoi.. kenapa?” ucap dia dengan cool.
Gue dan yang lain saling melirik terheran-heran. “Sumpah beda banget lu, 360 derajat tau nggak!” ucap gue ngasal.
Ozi menggeplak kepala gue. “Gimana sih lu, 360 derajat dia jadi culun lagi lah. Yang bener 180 derajat wey!” ucap Ozi kesel.
“Oh iya ya, yaudah kita caw!” ucap gue. Gue dan yang lain memasuki mobil Sinta. Kami melancong menuju kawasan Jakarta.
“Kira-kira, menurt lu siapa yang ngirim itu boneka?” tanya Sinta sambil menyetir.
“Hah? Hem…” Gue berlagak sok mikir.
“Jangan hah hem hah hem aja… Jawab!!!” ucap Sinta kesel.
“Hah? Hem…” Sahut gue lagi.
“Yaelah, pada kenapa sih lu semua?” tanya Sinta bingung sambil melihat kaca.
Gue dan yang lain saling menatap. “Ngendaraiinya hati-hati Nta, gue ngeri nih. Bisa-bisa gue mabuk kendaraan nih!” ucap gue merintih ketakutan.
“Oh, oke-oke gue pelanin. Ternyata lu takut gue yang nyetir? Ahaha…” ucap Sinta tertawa.
“Begitulah. Mengenai tadi, menurut gue anak yang nyimpen boneka kita semua.” sahut Ozi.
“Hah? Siapa Zi? Gue aja nggak tau bonekanya ilang kenapa!?” ucap gue.
“Nyampe nih. Yoo turun dulu…” ucap Sinta membuka pintu dan turun.
Terlihat sebuah menara yang cukup tinggi dan besar. “Ini bukannya mesjid Islamic Center ya?” tanya gue terheran kembali. Sebenarnya ada apaan sih? Gue ngeliat ada orang-orang di sekitar menara itu, sepertinya nggak asing bagi gue.
Seseorang menoleh ke arah gue dan yang lain. “Reno, Ozi, Sinta, dan ini…?” ucap Uci temen SMP gue juga.
“Gue Roy.” Ucap Roy dengan gaya cool-nya kembali.
“Ah? Elu Roy? Beda banget dari yang dulu culun!” ucap Uci kaget. Roy tidak menjawab, gue dan yang lain berjalan menemui semuanya. Semua temen SMP gue. Ini… Ini kaya Reuni SMP gue. Semua pada membicarakan boneka Teddy Bear itu.
“Iya gue juga dapet. Gue teliti gak ada pengirim cuman ada tanda-tanda di bonekanya. Dan itu juga boneka gue waktu SMP.” Ucap Amir.
“Lu tau nggak siapa yang ngambil boneka kita semua!?” tanya gue di kerumunan teman-teman gue.
“Oh iya, gue baru inget karang No.” ucap Ozi.
“Siapa?” tanya gue.
“Lu liat di bawah boneka itu. Perhatikan bulunya. Kan kebentuk kata-kata!” ucap Ozi sambil menunjuk bagian bawah boneka.
“Bacaanya. REUNIAN SMP YUK BY ROY” ucap gue sambil membaca.
“Hah? Ini elu Roy yang ngerencanain!?” tanya Sinta kaget.
“Hehe…” Roy cengengesan. Semua kaget, Roy yang dulu culun selalu tertindas namun sekarang keren dan dapat mempermukan kami, kami yang sudah terpisah-pisah. Sebuah kenangan yang telah berlalu, akan diukir kembali di satu hari ini.
“Roy dulu dia nggak punya boneka itu, dia kesel pas di saat istirahat kelas sepi. Nah dia ngumpetin dah. Sampai lupa ngasih tau kita lagi!” ucap Ozi memberikan kesaksian.
“ROY!!!” ucap semuanya kesal. Termasuk gue.
“Hehe…” dia cengengesan kembali.
Kami bertemu kembali, ada yang sudah menikah. Ada yang masih kuliah. Masa-masa itu, masa-masa kecil sangat menyenangkan. Seandainya aku bisa putar waktu kembali dan bersama mereka kembali berbagi cerita dan menjalankan sebuah petualangan menantang yang amat menyenangkan. Penuh canda dan tawa, disaat bahagia maupun duka. Namun, sekarang kami hanya bisa Reunian. Tapi nggak kalah menyenangkan. Sama-sama dapat berbagi cerita yang telah kita jalani masing-masing. Jangan lupa padaku kawan lama.
*The End*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu