Saat semua berharap untuk suatu yang lebih baik, tak satu pun dari mereka meinginkan sebuah kekecewaan yang mendalam. Apakah berharap itu sebuah kesalahan? Karena jika harapan itu pupus kita akan jatuh dan terpuruk? Apakah itu memang salah? Lalu apa yang harus kita lakukan selain berharap setelah berusaha?
Setiap kata adalah doa, sering kali aku berdoa, entah yang kuucapakan selalu lebih baik atau sebaliknya. Begitu sulit menyaringnya ketika otakku dipenuhi pikiran yang tak terkendali - Emosi. Harapan yang sudah di bangun dari kepercayaan akan suatu hal dapat runtuh dengan mudah bak lego yang tersusun tinggi di tengah lautan yang penuh dengan ombak maha dahsyat.
Usaha itu tak semudah kita berucap, usaha memerlukan otak, waktu, dan niat. Setiap orang berusaha, entah untuk hal apa. Tapi, semua orang ingin mengakhiri usaha itu dengan berharap ia akan sukses. Usaha, tak buruk, sebuah perjuangan demi suatu tujuan.
Adakalanya kita mulai terdiam, berpikir sejenak, dan meratapi sebuah kata-kata yang menghancurkan seluruh harapan yang pernah kita buat dan percayai. Baru saja, kudapati surat bersegi panjang dengan list oranye terpampar di mejaku.
Aku tak mengerti, walau aku berharap ini hanyalah sebuah lelucon atau mimpi buruk tapi aku tak bisa mempungkiri. Ini kenyataan, ini benar-benar terjadi. Tak boleh ada kesedihan yang terpampar diparas wajahku, satu kata yang sedikit merisaukan hati yang sudah bersusah payah berusaha menjadi yang lebih baik.
Tolak, lima huruf yang memiliki makna yang cukup luas. Tak jarang orang berputus asa setelah mendengar kata itu, mulai dari percintaan, persahabatan, pekerjaan, bahkan sebuah tumpukan kertas yang tertoreh rangakaian kata yang tak masuk akal dan bertumpuk lalu menjadi sebuah cerita yang membosankan begitu menyedihkan setelah mendengar kata itu.
Lima huruf yang begitu sadis jika terdengar, begitu merdu jika diiringi dengan lagu kematian, dan begitu bahagia ketika menjadi antonim. Tolak, ya, tepat surat itu berisikan lembaran kertas yang menandakan naskah buatanku ditolak begitu saja. Dengan catatan dari manajer yaitu, Cerita Biasa.
Senyuman yang terlintas ketika melihat itu, liburan yang membuatku berleha-leha dan melupakan semua pekerjaanku, dan teguran pun diberikan oleh yang maha kuasa, surat penolakan ini layaknya teguran yang menandakan aku harus lebih, rajin, lebih baik, lebih siap ditolak kembali, lebih siap dikritik, lebih siap dihina, dan lebih siap akan mental untuk terus berusaha.
Putus Asa? Kata-kata yang begitu hina menurutku, selama jam masih dapat berdetak, walau batrai kian usang. Ia terus berlangsung layaknya diriku, selama aku dapat bergerak, walau tubuh kian menua, aku akan terus melakukan semua permainan yang sudah aku buat ini.
Karena disetiap cerita selalu ada saatnya yang sedih, dan membuat kita menjadi bangkit lalu membuktikan bahwa semuanya ini yang disebut perjuangan yang diakhiri dengan kegembiraan yang berkepanjangan. Tak ada yang sia-sia didunia ini, harapan itu penting, usaha lebih penting. Jangan buang waktumu untuk berleha-leha.
Kembali menorehkan sedikit kata-kata di lembaran itu. Tak ada salahnya, bukan.
saya masih bingung sob!
BalasHapus*mumet..
bingung dimana bro? :)
BalasHapus