Rabu, 08 Agustus 2012

Pendekar Cobek

  Cobek - Lelah termenung sembaring menutup wajah di indahnya hari itu. Menanti sebuah keberuntungan yang tak kunjung pula hadir. Pasrah akan sebuah masa depan yang terlihat begitu gemerlap. Wajahnya memelas, apa ada orang yang masih tak bersyukur setelah melihatnya. Pada pinggir jalan duduk manis dengan resah dan lelah. Ia tak bersalah sehingga harus menerima semua ini. Tak adakah yang ingin menyelamatkannya?
---
  Rangkaian kata diatas hanyalah sebuah imajinasi belaka dari gue. Gue memang tak tahu sesungguhnya keadaan mereka-si pendekar cobek. Gue tak mengerti jika masih ada orang yang tak bersyukur akan keadaannya, masih dapat melihat orang yang ingin mengakhiri hidupnya demi masalah kecil, mengabaikan semua nikmatnya demi berfoya-foya.
  Coba deh tengok sedikit ke pinggir jalan. Bukan, memang yang terlihat hanya pengemis tanpa usaha yang hanya bisa meminta. Gue gak peduli akan hal itu, kenapa? Ia tak pernah berusaha dengan bijak. Coba tengok ke satu sisi lain yang mungkin tak jauh dari tempat berdirinya pengemis itu.
  Ya, di pinggir jalan banyak sekali hal-hal yang menyedihkan dan memprihatinkan. Apa kalian masih tak bersyukur dan membenci hidup kalian setelah melihat orang-orang itu?  Apa kalian masih ingin membiarkan masa depan kalian tak terlihat dengan kecorobohan kalian?
  Gue berbicara untuk para remaja yang sekarang kerjaannya hanya berfoya tak peduli akan yang dibawah. Setelah gue melihat para penjual cobek di pinggir jalan-jalan diperumahan gue dan salah satu perumahan temen gue entah kenapa gue langsung hening.
  Gue akui, gue sering mengeluh dengan semua yang terjadi pada hidup gue. Tak menyenangkan yang selalu gue keluhi, tapi setelah melihat para penjual cobek di pinggir jalan dengan pasrah itu gue tak berani untuk mengeluh. Coba pikir, apa mereka pernah mengeluh? Jika iya, mengeluh kepada siapa?
  Tatapan gue tertuju terus pada tukang cobek, mereka masih muda mungkin tak jauh beda dengan umur gue. Tapi mereka berani mengadu nasib dengan pasrah dipinggir jalan dengan menjual cobek yang mungkin menurut gue gak setiap hari terjual. Kenapa? Cobek memang bukan kebutuhan pokok yang diperlukan setiap saat. Apalagi cobek sudah jarang dipakai semenjak adanya teknologi blender.
  Kalau kalian ingin mengeluh, sedikit saja melihat ke arah mereka. Pantaskah kalian mengeluh? Terlihat bodoh bukan jika kalian mengeluh karena hal spele yang tak penting dalam hidup kalian. Bersyukur memang sulit untuk dilakukan, tapi kenikmatan dan kebahagian itu gue rasa di dapatkan setelah kalian bersyukur dan ikhlas akan semua yang terjadi. Bukan berarti pasrah akan takdir, setelah bersyukur kita harus siap menyongsong pilihan berikutnya.
  Gue memang belum tahu cara yang pantas untuk membantu mereka, tapi disini gue pengin berdoa untuk mereka yang berjuang demi kehidupannya yang antahberantah semoga tak menjadikan hidupnya yang sia-sia dengan merusak diri dan lainnya.
  Untuk para remaja yang kerjaannya bermain tak jelas, yuk kita membuahkan karya-karya diusia produktif ini. Karena pintar saja tak cukup untuk melewati dunia fana yang tak menentu. Sebuah kreatifitas yang dibangun dari niat dan usaha pasti membuahkan hasil yang tak pernah kalian duga. Titik dua dan tutup kurung.

2 komentar:

  1. Setuju nih, masih banyak anak muda yang sering ngeluh sama hal yg sepele, termasuk aku juga sih. Padahal masih banyak yg bernasib kurang beruntung dari kita.
    Yuk, semoga gak ngeluh-ngeluh lagi :)
    Tulisannya bagus !

    BalasHapus
  2. yup bro.... mengeluh sama saja tak bersyukur. yuk kita mulai sadarkan mereka yang selalu mengeluh. haha.. *sapisoksokan* :)

    BalasHapus

komentar bagi yang perlu