Rabu, 13 November 2013

Coretan Di Atas Kertas

  Beberapa ceritaku sebelumnya, sedikit menjelaskan tentang kebencian terhadap nilai. Sekarang aku mulai paham, siapa peduli hitung-hitungan kertas itu? Mungkin untuk sekarang hingga kelak lulus nanti nilai merupakan hal prioritas, tapi sekali lagi kutanya, siapa peduli?

  Pernah kudengar sebuah cerita, saat itu minggu yang tenang. Aku terpaksa bangun untuk sebuah kegiatan. Oh, betapa sial bukan? Seharusnya aku bisa tidur lebih panjang. Walau pada akhirnya aku bangun kesiangan. Setelah melewati bangun siang itu aku buru-buru pergi menuju lokasi kegiatan.

  Ketika itu aku merasa beruntung. Sangatlah beruntung mengikuti kegiatan itu. Pengisi acaranya seorang yang memiliki pengalaman buruk dengan nilai. Hei, bayangkan saja, IP cuman dua, lalu semester berikutnya dua pun tak sampai.

  Lalu apa yang dia lakukan? Dengan ketangguhannya, dia memilih untuk keluar dari semua itu. Bayangkan saja, dia dahulunya merupakan orang terpandai nomor satu di sekolahnya. Semenjak tiba di kota baru itu, seolah-olah dia bukanlah siapa-siapa. Bahkan debu malas untuk mengakuinya.

  Setelah keluar dari kuliahnya, dia memilih untuk menikah. Kamu pikir ini lucu? Tentu saja, tapi hebatnya dengan ta'aruf dia mendapatka seorang istri--walau IP-nya tak sampai dua. Saat itu umurnya dua puluh tahunan, lalu ia lebih memilih mencari pekerjaan.

  Kenyataannya, dengan bermodalkan ijazah SMA, dia bisa menjadi sukses seperti sekarang. Kalian tahu apa yang ia kerjakan? Ya, dia tumbuh menjadi seorang enterpreneur muda. Dengan segala kesabaran dan usahanya, dia toh bisa sukses.

  Lalu, siapa yang peduli dengan nilai-nilai di atas kertas itu? Saat aku berkata seperti itu, temanku menyahuti. "Bagaimana dengan masuk kerja dengan bermodalkan IPK?"

  Aku terdiam, lalu tertawa menanggapinya. "Kamu pikir, pekerjaan hanya milik orang lain?" percaya atau tidak, hidup ini begitu luas atau sempit. Entahlah, mungkin hidup bisa menjadi sefleksibel mungkin atau serumit mungkin.

  Tergantung bagaimana kamu menyikapi dan memandangnya, bukan? Sejatinya kamu sama dengan mereka. Berpeluang, hanya saja ada satu yang mungkin berbeda. Bidang. Ya, tidak semua orang berpeluang dengan bidang sama.

  Entahlah, aku mungkin tak sehebat sebagaimana penjahat menyimpan curiannya. Tapi, aku sehebat polisi yang terus mengejar curian itu. Walau nilai itu sulit kuraih, entah mengumpat dimana. Aku pikir, ini tak pernah berujung sampai aku akhirnya merasa bisa mengikhlaskan nilai itu.

  Walau nilai tak terlalu berarti kelak, tapi ada kata yang terus aku ingat. "Tak ada yang sia-sia di muka bumi ini." Sejatinya mencari kesempurnaan adalah manusiawi. Menurutku walau nilai hanya sebatas coretan di atas kertas. Setidaknya kamu bisa menghargai itu, mengejarnya bak polisi mencari barang curian.

  Hidup ini terkadang membuatmu tidak pernah memahami suatu hal. Sehingga kamu harus memahami banyak hal. Tak ada salahnya mencoba, walau nilainya jelek sekalipun bukan? Sekarang yang harus dilakukan adalah untuk ke depan.

  Ikhlaskan nilai itu, siapa peduli? Tapi, suatu saat kamu mengerti. Semua ini berarti. Terkadang pembahasan ini membawamu keujung sana, terkadang pula membawa keujung sebaliknya. Aku pikir, aku juga tengah bimbang. Lalu harus apa aku dengan nilai?

  Ayolah, hidup ini bisa dipandang dari berbagai sisi. Dari mana kamu ingin melihatnya? Kupikir sama saja, semua penting. Sangatlah penting. Mencoba mengabaikannya, hanya membuat semakin payah. Entahlah, mungkin itu aku.

  Aku hanya bisa tertawa, dan berharap besok serta lusa. Aku bisa mendapatkan lebih baik. Entah nilai atau apapun. Ya, itu motivasinya. Haha. Sebenarnya baru saja aku mendapatkan nilai jelek. Kuharap ini cukup menghiburku. Terima kasih nilai, kamu akan memabawaku ke sebuah tempat yang mungkin lebih baik.

  Karena, hidup ada sebab-akibat. Nilai jelek mungkin karena usahaku kurang. Setidaknya, aku telah berusaha. Masalah ke depan, akan kurancang detik ini pula. Semua bisa, sugesti terkadang dapat membantumu melangkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu