Senin, 04 November 2013

Jika Aku Mati Sekarang

"Jika aku mati sekarang, ketahuilah, semua gara-gara nilai."

  Bagaimana orang bijak bilang, hah? 'Nilai kecil berkat kerja kerasmu sendiri lebih berarti, dibandingkan nilai besar berkat kerja sama' entah, benar-benar entahlah aku tidak bisa memahami hal itu. Tapi, siapa peduli itu kerjamu sendiri atau tidak? Jika lulus syaratnya adalah nilai terbaik. Tidak kurang dari standar. Bukan semua karena usahamu sendiri. Bukan.

  Apakah ketika kenaikan tingkat seseorang menanyakanmu dengan penuh penghukuman, jika kamu melakukan kecurangan saat mengerjakan sebuah ujian lantas kamu dipastikan tidak lulus? Aku tak pernah melihat sebelumnya. Hidup ini terlalu naif untuk berbuat kejujuran. Begitulah sekarang, kenyatannya kecurangan terjadi dimana-mana.

  Jika seseorang bilang seperti kata bijak diatas, lalu apa gunanya nilai minimal kelulusan, eh? Pada kenyataannya, nilaiku jelek, aku bekerja sendiri, siapa peduli? Hei, siapa peduli? Tetap saja jika itu terus terjadi, jangan harap lulus. Dapat senyuman dari kedua orang tua pun tidak.

  Tidak, tidak berarti aku mengharuskan kecurangan. Membuang karakter kejujuran dalam menghadapi ujian. Tidak, aku tidak berniat seperti itu. Tapi, sekema sekarang sungguh membuatku terus berpikir. Lalu, untuk apa aku usaha mati-matian sendiri, dan hasilnya buruk. Sementara yang lain, dengan santai dan berbagai trik bisa lulus dengan mudah?

  Ayolah, semua sudah berusaha keras. Walau usaha dan hasil tak pernah berbohong. Tapi, jalan pintas terkadang dapat mengelabuhi musang-musang bermata elang itu. Jika seseorang berbicara tentang moral dan karakter. Aku pikir semua paham, kejujuran selalu menghasilkan kebaikan. Sebaliknya, kebohongan bisa membawakan petaka.

  Tapi, kehidupan akademis ini tak memaafkan kekuranganmu. Tak ada perbaikan dalam ujian-ujian itu, bahkan sekalipun nilaimu kurang setengah untuk mencapai standar minimal. Aku pikir semua begitu rumit, sangat rumit. Dan tak bisa diubah.

  Jadi, kamu ingin lulus atau ingin semua dengan usahamu? Ya, tentu saja keduanya kalian ingin. Begitupun aku. Bedebah, terkadang aku menyesal mendapatkan nilai kecil walau susah payah belajar. Terkadang aku menyesal kenapa tidak berbuat curang agar dapat nilai bagus? Terkadang aku paham, semua ini berliku seperti jalanan menuju puncak.

  Terkadang, kamu tersesat di tengah hutan lalu tak bisa kembali. Tapi, sebenarnya kamu menggunakan jalan yang lebih cepat menuju puncak. Syukuri mungkin kata yang tepat, jalani terus dengan segala kebaikan. Aku pikir jalan pintas itu tidak bertahan lama, pemahaman materi segalanya. Walau ujianlah seolah penentunya. Tapi, siapa peduli? Ketika di dunia kerja kamu butuh pemahaman materi.

  Satu lagi permasalahannya, jika memang ketika kerja pemahaman materi sangatlah berarti dibandingkan nilai-nilai ujianmu yang ternyata berbanding terbalik. Lalu bagaimana kamu bisa masuk menuju dunia kerja itu? Ketika kamu dituntut standar nilai saat melamar pekerjaan itu.

  Kesempurnaan memang tak pernah terjadi, tapi mengejarnya selalu menjadi ambisi yang penting. Untuk segala nilai jelekku, aku harap kedepan kamu lebih berarti. Kerja sendiri itu kewajiban bukan? Nilai bagus? Itu adalah hakmu, jika usahamu sebanding dengannya. Aku pikir begitu.

1 komentar:

  1. Gue setuju nilai dgn hasil kerja keras sendiri akan lebih terasa indah

    BalasHapus

komentar bagi yang perlu