Jumat, 19 Juli 2013

Debat Rezeki

  “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka" - surat Ar-Ra'd ayat 11

  Pernah gue debat sama salah seorang temen gue sendiri. Sebut saja namanya, Baron. Entah kenapa gue sama dia gak sepemikiran. Pada akhirnya kami saling debat dan gue sempat emosi. Bukan gue mau menang sendiri, tapi menurut gue apa yang ia utarakan itu salah.

  Kebetulan, Baron sama kayak gue. Pengangguran setelah lulus sekolah. Sampai suatu ketika perbincangan dibuka. Dia sempat bilang. "Gue mah nggak ngapa-ngapain rezeki datang sendiri."

  Gue yang gak setuju sama dia pun menampiknya. "Gak bisalah, orang tuh harus usaha. Dari mana coba rezeki datang kalau lu gak ngapa-ngapain?"

  Dia pun membalas perkataan gue. "Rezeki datang dari Allah-lah, Mi. Dan kalau Allah telah berkhendak ya datanglah rezeki itu sendiri."

  Sebenarnya gue setuju rezeki datang dari Allah. Tapi, permasalahnnya apa mungkin kita yang hanya berdiam diri saja bisa mendatangkan itu rezeki? Seperti film spongebob gitu? Turun makanan dari langit? Entahlah.

  "Tapi, kalau lu diem-diem doang, gimana coba Allah ngasih Rezekinya? Turun dari langit gitu?"

  Baron menjelaskannya dengan penuh keyakinan. "Bisa aja ada tetangga yang ngasih kita makanan, pas kita ingin makan siang."

  Setelah Baron berkata itu, gue berpikir kembali. Apa mungkin setiap hari ada orang yang memberikan kita makanan? Apa mungkin kita bisa hidup dengan berdiam diri menjadi pengangguran abadi? Gue masih penasaran dan bersih keras tak setuju akan pernyataannya.

  "Emang orang ngasih makan setiap hari?"

  "Lah, ibu gue ngasih makan setiap hari." ucap dia kesekian kali yang membuat emosi.

  Apa kita selamanya terus dikasihi makan oleh orang tua kita? Apa kita terus dikasihi dan dikasihi seperti para pengemis jalanan? Apa Allah suka akan hal itu? Gue mencoba menjelaskan padanya.

  "Tapi, lu inget gak pelajaran kelas tiga? Tentang Etos Kerja? Bagi kaum pria bekerja itu sebuah kewajiban. Bahkan Allah sendiri menyuruh kita jangan terus ibadah, bekerjalah. Pokoknya intinya itu kita harus kerja."

  Baron masih belum nyerah. "Lah, banyak orang pengangguran yang masih hidup. Gak ada yang gak mungkin, Mi. Allah itu Maha dari segala Maha. Jika Allah berkhendak, ya terjadilah."

  Mungkin pembicaraan ini tak akan ada habisnya. Bahkan Baron semakin percaya diri setelah gue bingung untuk berkata apa. Sampai akhirnya gue menemukan potongan terjemahan sebuah ayat yang gue kutip di atas.

  Bahwa sesungguhnya Allah tak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya. Beruntungnya gue belum meyampaikan potongan ayat itu keteman gue yang bersih keras bahwa Rezeki datang dari Allah, walau kita tak berusaha pun kita akan mendapatkannya.

  Entah dia belajar ngaji dimana. Memang benar rezeki datang dari Allah SWT. Tapi, hidup ini ada sebuah kata usaha. Dimana usaha itu yang mengantar kita ke rezeki tersebut. Entah prantara rezeki itu dari bos kita, teman kita, atau siapapun disekitar kita.

  Kalau gak salah gue pernah dengar, setiap anak itu punya rezekinya masing-masing. Nah, selama ia masih diasuh orang tuanya. Rezeki anak itu diberikan kepada orang tuanya, layaknya prantara. Pada akhirnya dari orang tua itu diberikan ke anaknya, juga.

  Rezeki memang telah ditentukan oleh Allah. Tapi, siapa yang tahu? Kita hanya disuruh berusaha menggapai itu rezeki tanpa mengecilkan hal lain. Contohnya seperti ibadah. Punya harta banyak jika tak ibadah. Sama saja bunuh diri, ataupun sebaliknya. Hidup memang harus seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu