Minggu, 13 Mei 2018

Salma

Belakangan ini aku suka cerita sama Salma, suka chat-chatan nggak jelas gitu walau sekadar cuman "oi-oi" terus nanya "jam berapa disana Sal?" Terus Salma nanya balik, "Lagi di rumah Ummi mas?" Ya, terkadang lucu juga kita adek-kakak tapi hanya setahun serumah begitu pula dengan kembarannya Qonita  (ketika Salma Qonita baru lahir).

Sebenarnya aku tidak ingin menulis tentang ini, ada banyak yang ingin aku tulis yang sekiranya lebih bermanfaat, tapi entah kenapa karena lagi asyik chat sama Salma sementara Qonita lagi super sibuk, jadinya pengen cerita hubungan adek-kakak yang baru berlangsung intens kurasa hehe (selama 23 tahun kemana aja My sama adek sendiri? :" )

Sebenarnya bicara Salma, dia orang pertama yang bantu aku menjadi penulis (oh ya, bulan ini tepat 5 tahun sejak buku pertamaku terbit, yeay), waktu itu kita nulis bareng, lebih tepatnya aku yang berpikir cerita secara garis besarnya, Salma jadi temen diskusi dan penulisnya.

Dari situ aku merasa, sebenarnya aku lebih seneng berjuang bareng-bareng dan males apa-apa sendiri hehe. Oke, jadi setelah dikirim ke penerbit, tulisan kita diterima tapi berakhir na'as tanpa kejelasan. Ceritanya cukup rumit, intinya tidak jadi terbit.

Salma sebenarnya adek kedua, kembaran dari Qonita sang kakak, sifatnya yang lebih galak dan lebih akademis membuat dia paling ditakuti di rumah (selain ummi abi)... Bahkan aku sebagai kakaknya aja takut sama Salma kalau lagi mode juteknya, dia bener-bener jutek sekali.

Ketika aku balik ke rumah (setelah 13 tahun tinggal sama nenek-kakek) ternyata aku tidak bisa serumah sama Salma dan Qonita karena mereka harus mondok jauh di Solo. Nasib, lalu pas aku lulus kuliah, mereka juga masih di pondok, genap sudah kita tidak akan bertemu. Dan sekarang pas aku kerja, mereka berdua masih jauh.

Begitulah kenapa aku merasa kurang sekali punya adek perempuan dan nggak deket, karena kita emang nggak pernah lama-lama serumah. Bahkan, pertengahan tahun kemaren, aku dan keluarga harus melepas Salma yang akan kuliah di Al Azhar Kairo. Seneng sih, tapi kalau Mas mimi (panggilan dirumah terkadang) mau nikah kan mahal nyuruh pulangnya? Hiks :"

Iya, Salma dan Qonita memutuskan pisah kuliahnya, Salma yang akademis, akhirnya memilih dari sekian banyak pilihan waktu itu ada dari LIPIA, UIN, Al Azhar, dan banyak lagi memutuskan untuk mengambil Al Azhar. Sementara Qonita tetep kuliah di Solo.

Dengan berat hati aku bilang ke Salma, "Sal, nabung aja dari sekarang, nanti kalau Mas Mimi nikah, bisa pulang sendiri." Salma mengeluh dan nggak mau pulang kalau nggak dibiayarin. Aku tertawa saja, nikahnya mbok kapan?

Beberapa hari ini aku memutuskan ingin cerita-cerita sama Salma, dari masalah kerjaan hingga Agama. Ya, sekadar pengen tahu gimana sih jadi seorang kakak dengan punya adek kembar. Oh ya, Salma juga anak tengah terbilang, adeknya dua lagi, Aufa dan Ahmad juga pesantren di Solo.

Lucunya, Salma di Mesir dianggap orang cina, ya emang matanya semakin menyipit dengan pipi yang semakin menggelembung hahaha (maaf sal). Dia sering cerita ditanyain berasal dari cina kah? Ya begitulah, rasanya menyenangkan juga ya kuliah di luar, tapi aku belum kepikiran untuk S2 apalagi di luar hehe.

Ya, mungkin, itu sekadar intermezzo tentang Salma Izzatunnuha, dia juga penulis cilik, bahkan kayaknya seharusnya buku dia lebih dulu terbit dibanding kembarannya Qonita Aliyatunnuha. Mereka berdua sudah menerbitkan lebih dari 10 buku (kayaknya), mungkin jika kalian pembaca KKPK, PCPK, dan PBC sekiranya kenal mereka berdua? Ah, senangnya bisa membanggakan adek sendiri, walau kakaknya masih jauh dari membanggakan, tapi kita semua percaya, kita punya potensi yang bisa membanggakan (dalam artian menginspirasi dan berbagi kebaikan). Semoga ini bukan maksud dari kesombongan... Astagfirullah...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu