Sabtu, 05 Mei 2018

Buku Dongeng Anak

Ternyata tanpa sadar ada beberapa entitas yang serupa dan dari dulu aku tak pernah tahu dunia itu. Ya, buku dongeng anak, dari mulai Asya ilustrator jagoan timku dulu yang magang sebagai ilustrator buku cerita anak, hingga kak Manda yang ternyata giat membaca dan memperhatikan pergerakan dongeng anak.

Semasa kecil, buku dongeng anak adalah sesuatu yang asing bagiku. Suatu hal yang pernah aku baca hanyalah komik, itu pun ketika aku suka sebuah game dan nemu komiknya tanpa sengaja di planetarium--dijualnya bukan oleh pedagang komik, entahlah kenapa bisa dia menjual komik shaman king.

Saat itu pertama kalinya aku rasa punya sebuah bacaan. Bahkan komik saja aku cuman punya dua biji. Ya, nenek kakekku tidak tertarik menjejalkan aku bacaan, apapun itu, bagi mereka mungkin belajar dan mata pelajaran harus yang utama. Sehingga, aku terbilang baru mulai membaca-baca ketika smp akhir itu pun novel karena kebutuhan untuk menulis, sisanya hanya manga, bagaimana dengan buku dongeng anak?

Aku hanya tahu dongeng lewat cerita, entah siapa yang menceritakan, atau animasi, atau film. Aku hanya melihatnya tidak berbentuk buku. Lalu aku tertarik memulai pembahasan tentang buku dongeng anak yang asing dan mahal karena belinya harus paketan.

"Bagaimana kalau buku dongeng anak dibuat pada sebuah platform ponsel?" ujarku ke kak Manda.

Dia dengan idealisnya menolak keras-keras. "Nggak bisa Mi, anak tuh butuh bentuk fisik, pada umur yang anak yang masih kecil--dibawah 7 tahun--gak bagus dikasih ponsel atau semacamnya, makanya buku masih sangat penting agar anak tahu itu buku, dan buku itu menyenangkan." itu inti kata-katanya yang aku lupa persisnya.

Entah kenapa, ketika aku tahu betapa mahalnya produksi buku dongen anak yang bagus, dan susahnya menggambar dan membuat ceritanya, digital adalah solusi pintas untuk mereduksi biaya percetakan, tapi, balik ke psikologi anak, memang bentuk digital untuk usia dini sangatlah tidak baik, terlebih dari kelas parenting di Badr yang aku ikuti menjelaskan pentingnya anak merasakan sentuhan langsung dengan benda nyata untuk membangun imajinasi mereka. Maka terbantahkan sudah ideku mendigitalkan buku dongen anak Indonesia--Namun diluar negeri sudah ada aplikasinya dan sangat bagus.

Ya, mungkin, maksudku adalah seperti tugas akhirku, dimana menjadikan solusi kebingungan orang tua memberikan konten di ponsel mereka untuk anak--dimana faktanya anak-anak sering meminta ponsel orang tuanya untuk main atau semacamnya dan orang tuanya mengizinkan. Tapi, idealis kak Manda memang sangat perlu dipertimbangkan yang berpengaruh untuk cara berpikir orang tua terhadap anak.

Selepas platform, kak Manda berkata. "Tapi memang peluang buku dongeng anak tuh masih besar, sekarang dongeng anak tuh lagi krisis sama kayak lagu anak-anak. Kenapa krisis? Karena buku dongeng anak Indonesia tuh masih kurang memberi kesan, kalau di luar negeri kan kita bisa terbayang-bayang cinderella dan semacamnya, paling kalau dongeng anak Indonesia yang teringat adalah kayak si kancil, bawang merah bawang putih. Nah itu yang belum ada di dongeng anak sekarang ini."

Aku menyahutinya dengan pemikiran sejernih-jernihnya (ini intinya aku mikir). "Jadi yang kurang dari cerita dongeng anak sekarang adalah karakter yang kuat ya? Karakter yang bisa menjadi tokoh, yang detail, tidak sembarang buat lalu bercerita begitu saja?"

Kak Manda mengangguk, "Nah bener, kalau lu ada cerita yang semenarik itu, gue bisa bantu ke penerbit nih, gue ada kenalan penerbit. Tapi ya yang gue bilang, ceritanya harus kayak gitu, karakternya harus kayak gitu kuatnya." Lalu dia menunjukkan sebuah instagram buku dongeng anak yang terkenal (itu bukan penerbit yang dimaksud dalam pembicaraannya) tapi katanya itu buku dongeng anak yang dianggap bagus.

FYI, kak Manda memiliki selera tinggi terhadap seni, jadi aku percaya penilaian dia sangat bagus, bahkan dia suka nonton beberapa acara yang bagiku aneh, tapi dia punya sudut pandang lain disana dan entah kenapa dia selalu menemukan seni-seni abstrak itu.

Setelah itu kak Manda ingin memberitahuku sebuah buku anak Islami yang menurut dia tidak menggurui dan sangat bermakna. Tapi, sampai sekarang dia belum mengirimkannya...

Oke, tak apa, jadi yang aku paham sekarang adalah, sebuah karakter utama atau karakter yang kuat, jelas, detail itu sangat mempengaruhi pembaca terhadap kualitas ceritanya entah itu dalam dongeng anak, novel, cerpen, atau apapun aku rasa itu menjadi penekanan yang bener-bener aku rasa harus dilakukan.

Jadi bagaimana nasib buku dongeng anak? Entahlah... Nyobain nulis dongeng anak? Aku hanya bisa tertawa. Mungkin buat cerita anak dan gambar sendiri lucu juga. Terpikir setelah berguru cat air dengan Zaki dan diskusi yang cukup seru. Gambar lagi berarti? Apa nulis? Ah bagaimana jika keduanya? Hahahahahahaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu