Jumat, 20 April 2018

Aku diantara Orang Hebat

Jika kamu ingin menjadi hebat, maka bergaul dengan orang hebat, agar kamu terbawa, agar kamu berpikir, sebagaimana orang hebat itu melakukan kehebatanya.

*

Seperti habis gelap terbitlah terang. Mungkin ini yang sedang aku rasakan. Pertama kali aku terjun ke sektor pekerja profesional aku merasakan begitu mengerikannya dunia pekerjaan, begitu menyeramkannya kekuasaan, begitu menyebalkan bekerja sama dengan orang yang sama-sama tidak tahu tapi terkadang sok tahu--contohnya aku.

Aku merasakan begitu miskinnya saat itu, walau gaji-ku sangatlah besar. Ternyata oh ternyata, representasi miskin kaya bukanlah dari uang semata, tapi bagiku sekarang adalah wawasan, keilmuan, kebahagiaan, dan ketaatan kepada-Nya.

Kenapa aku bisa bilang begitu? Layaknya habis gelap terbitlah terang, saat aku merasakan begitu suramnya diriku yang tak bisa berkembang dan merasa tak tenang, tak jarang kesepian, aku diberi jalan pintas oleh Allah--aku menganggapnya ini sebuah jalan pintas untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Banyak masalah berkecamuk saat itu terutama dari segi pekerjaan dan relasi rekan kerja. Sehingga aku tak sanggup melihat tipu daya disana-sini dan memutuskan untuk pindah. Aku tak pernah berpikir untuk pindah kemana, terpikir olehku hanya aku harus pindah. Anehnya, aku dari dulu tidak pernah terpikir untuk pindah ke kantor yang sekarang aku bekerja, tapi ternyata aku disini sekarang--tempat aku bekerja--dan aku rasa ini jalan pintas yang Allah berikan.

Disini aku merasa banyak orang hebat yang perlu aku selidiki, yang perlu aku telusuri lebih jauh, tak sedikit orang-orang loyal disini yang sering membuatku bertanya-tanya. Aku pun tak sedikit berdecak kagum dengan orang-orang disini, jika bicara dari sisi agama jangan ditanya, seperti yang aku bilang, aku seperti mendapat jalan pintas. Aku mendapatkan lingkungan yang mendukung dan mendorongku untuk lebih baik dan jauh dari maksiat. Walau aku merasa tetap melakukan maksiat, semoga aku bisa segera menghilangkannya. Aamiin.

Selain dari agama, dari latar belakang kampus terlihat jelas, level orang-orang disini aku rasa lebih baik jika menilik dari kualitas kampus asal mereka, lalu dari cara mereka berpikir, dari cara mereka mengerjakan sesuatu hal, dan aku menjadi merasa tidak ada apa-apanya. Bahkan tak jarang aku kena salah karena aku memang masih terbilang baru bekerja--alibi. Perbedaan yang signifikan itu membuatku berpikir bahwa lingkungan adalah metode yang tepat untuk mendorongmu atau berpacu pada sesuatu hal.

Lingkungan yang baik membuat kita terpaksa baik, mungkin awalnya terpaksa, lama-lama ketagihan, lalu hingga akhirnya merasa aneh atau mengganjal ketika berbuat keburukan. Begitu pun lingkungan yang soleh, kita pun terpaksa soleh. Lantas begitulah pemaknaan bagiku untuk menjadi orang hebat maka dapatkan lingkungan yang berisikan orang hebat, karena secara tidak langsung kita terpaksa harus menjadi hebat. Permasalahannya adalah dari ikhtiar kita, seberapa kuat kita bertahan dan mengikuti arus kebaikan ini, karena menjadi sesuatu hal yang baru perlu kerja keras yang ekstra bagiku.

Mungkin selama ini aku merasa cukup hebat dengan apa yang aku lakukan selama ini, aku merasa orang akan berdecak kagum akan jerih payah yang aku lakukan. Tapi ternyata, aku tidak ada apa-apanya, aku tidak merasa bersenang-senang melakukan semua itu--aku pikir dan yang aku takuti aku hanya ingin dipuji untuk itu semua. Disini aku melihat ketulusan dan usaha yang ditanam pada setiap orang-orang akan apa yang mereka kerjakan, tentunya tidak lupa bahagia, sehingga mereka melakukannya yang terbaik dari semua yang terbaik dimiliki. Mungkin itu pun yang selama ini bermasalah dikepalaku, apakah aku sudah melakukan terbaik? Terkadang aku merasa aku sekenanya saja atau seselasainya saja. Padahal melakukan terbaik adalah pembelajaran untuk menjadi lebih baik bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu