Keresahan, rasanya aku suka mikir atau melihat, wah temen-temen udah ditahap yang menyenangkan ya, kubisa membayangkan bagaimana mereka bercerita, namun ternyata cerita yang kuterima saat itu cerita yang begitu pintas.
Belakangan ini, di lingkaran pertemananku lagi semakin serius membahas jodoh dan semacamnya. Dengan berbagai macam kondisi rasanya semakin pelik ternyata. Dan belakangan ini mereka pun bercerita dan aku paham, keresahan itu selalu ada.
Bukankah tidak ada kondisi ideal di muka bumi ini? Beriman diberi cobaan, tidak beriman diberi azab. Semua terus begitu hingga akhirnya tiba masa kekal.
Pertama kali mendengar mereka cerita, rasanya aku merasa paling yang tertinggal. Wah enak ya mereka sudah diizinkan, mereka sudah mau mendatangai, mereka sudah mau menikah, bahkan mereka sudah menikah. Bukan berarti aku benar-benar resah ingin segera, tapi rasanya kayak memang pembahasan itu benar-benar serius saat ini, bukan lagi candaan-candaan saling menggoda.
Dari prespektif salah satu temanku yang ingin menikah. Pertama kali tahu dia ingin menikah rasanya kaget saja, wah nggak nyangka udah mau nikah ya? Kupikir dia benar-benar bahagia sebagaimana mestinya, tapi, dibalik berita baik itu, dia menyimpan sejuta pertanyaan akan kondisinya saat ini.
Ada saja keresahan-keresahaan yang hadir dibenaknya, ketakutan di masa lalu hingga di masa depan. Dari keluarga sendiri hingga keluarga seberang. Dari kehidupaan saat ini hingga kehidupan setelahnya. Dari kesendirian hingga kebersamaan. Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengelilinginya hingga ia bertanya-tanya ke berbagai orang yang telah mengalami.
Terkadang terpikir olehnya, apa benar itu orang yang sesuai dirinya? Apa benar nanti dia tidak bisa main dengan teman-temannya setelah menikah? Apa benar dia harus meninggalkan ayah ibunya yang selama ini jarang berjumpa dengannya? Bagaimana jika orang yang dia suka ternyata ingin melamarnya tapi sudah kedahuluan?
Padahal jauh sebelum tiba di kondisi itu, dia selalu mendambakan sebuah pernikahan. Lalu menjelangnya justru dia ketakutan, ketakutan akan ketidakpastian ke depannya. Terkadang terpikir olehku, tidak baik juga berpikir terlalu jauh, membuat rasanya tidak mungkin, padahal masih ada tahapan yang harus dilakukan. Ya, begitulah ketakutan kondisi itu.
Lalu mundur sedikit, malam itu teman mainku cerita, dia sudah izin ke orang tuanya dan berniat menghampiri keluarga calon pasangannya, tapi keresahan itu datang, orang tua calon pasangannya sudah ketakutan kalau anaknya itu tidak tinggal dengan keluarganya, sementara itu temenku juga harus tinggal dengan keluarganya karena anak pria dan ayahnya sendirian. Tapi keluarga calon pasangannya juga mengharapkan anaknya itu merawat kedua orang tuanya. Dan jarak tempat kedua keluarga itu lumayan jauh, terpisah pulau. Lalu keresahan itu membuat ia bercerita kepadaku.
Aku gemes rasanya, tapi aku juga tak pantas berkata banyak, toh aku belom pernah mengalami di kondisi mereka bukan? Tapi, ketakutan terlalu jauh itu memang terkadang, bagaimana ya? Ya, itu membuat kebaikan terkadang terhambat... Hingga saat ini temenku masih menahan-nahan kunjungannya ke keluarga calon pasangannya, karena masih belum diizinkan orang tua calon pasangannya.
Temenku sendiri juga sudah berdiskusi dengan kakak dari si calon pasangannya, namun tampaknya masih belum menemukan jalan keluar. Ya, begitulah keresahan kondisi itu.
Mundur sedikit lagi, ini mungkin bukan cerita langsung kepadaku, tapi melihat gerak-gerik dan cerita dari teman-temannya, tampaknya temanku ini sudah cukup serius dengan calonnya. Bahkan menolak jalan-jalan bersama teman-temannya, dengan kata lain, mungkin sedang menabung? Ya, aku mengerti kondisi itu, namun kalau dari calonnya, tampaknya masih ketakutan untuk move dari dunia perkuliahan, karena baru saja selesai sidang. Tampaknya mereka masih menunggu-nunggu seraya mempersiapkan.
Apa keresahannya? Entahlah, aku tidak tahu pasti, tapi kondisi itu cukup menguras sabar. Terkadang ingin tapi kondisi belum memungkinkan, terus bersabar dan ikhtiar bukan? Tapi kalau dilihat dari dua orang itu, mungkin memang masalah waktu dan kesiapan, jika dilihat dari keluarga mereka tinggal, ketertarikan... semoga saja yang terbaik buat mereka.
Lalu mundur sedikit lagi, temanku lainnya, mungkin dia lagi asyik kerja, terlihat tak acuh terhadap dunia perjodohan. Tapi, ketika pembahasan itu ada, dia baru sadar ternyata waktu begitu cepat dan sekarang obrolan itu begitu serius. Dan teman-temannya sebentar lagi meninggalkannya, mungkin tidak bisa main bersama lebih sering atau semacamnya. Karena punya keluarga masing-masing.
Tapi, ternyata sebenarnya ibunya sudah ingin anaknya segera menikah, berhubung anak terakhir, bahkan sudah ingin mengenalkan calon kepada anaknya. Namun dia merasa tidak cocok, dan akhirnya masih fokus kerja...
Lalu mundur lagi, kali ini temanku yang masih menikmati main-mainnya, obrolan soal pernikahan dia tak terlalu mencolok, terkesan cuek dan ya... nikmati saja dulu di depan mata. Jika ditanya bagaimana kelanjutannya? Tidak ada jawaban.
Tapi, entahlah, mungkin dalam benaknya sudah terancang rencana-rencana bagaimana, aku saja kali yang tidak tahu. entahlah...
Jika mundur lagi, ya, itu diriku. Terdiam mendengarkan cerita-cerita mereka dan sok-sok memberi solusi terhadap masalah-masalah mereka. Padahal aku pun punya keresahan sendiri... Apa keresahanku? Keresahanku adalaaaahh... rasanya setiap hari diriku bukan semakin baik tapi malah semakin menyedihkan... hiks...
Bagaimana dengan orang tua? Bahkan orang tuaku pun punya keresahan seperti apa-apa yang pernah kutulis sebelum-sebelumnya. Mungkin begitu pun orang tua-orang tua lainnya ya...
Rasanya mau apapun dan bagaimana pun, tidak ada yang harus diirikan atau disesali, karena keresahan pasti menghampiri bukan? Tinggal bagaimana kita menghadapinya, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu