Setiap lewat lemari itu, aku selalu melihat lemari itu tertutup dengan pintu kaca dan sepertinya jarang dibuka. Aku pun berpikir, apakah ada yang baca buku dari lemari ini? Aku sebagai tipikal yang tidak terlalu suka baca buku (walau tetap ku upayakan) rasanya pesimis sekali melihat lemari yang berletak di sudut masjid dekat bedug yang mungkin hanya terlihat sepintas oleh orang lalu lalang saja.
Aku tidak tahu jawabannya, aku belum pernah ngeh atau melihat orang membaca buku dari sana atau semacamnya. Tak hanya di Al Fauzien, di tempat umum yang menempatkan rak buku di salah satu sisinya juga membuatku bertanya, memangnya ada yang baca?
Bukan karena sudut pandangku saja, tapi memang masyarakat Indonesia memiliki tingkat baca yang cukup rendah, salah satu penyumbangnya aku hehe. Jadi aku selalu bertanya setiap ada orang-orang menyajikan buku-buku di tengah hiruk pikuk per-gadget-an ini.
Saat aku pulang ke kampung halaman (sebenarnya masih kota), oke kayaknya penamaan kampung halaman terlalu berlebihan. Saat aku main ke daerah kecilku, aku tiba di masjid yang dulu sering ku singgahi untuk beribadah. Walau dulu mah jarang sekali ya... Hehe.
Di masjid itu, tepatnya pelataran depan masjid terdapat kulkas yang berisi air-air gratis untuk siapa saja yang datang. Lalu di sebelahnya ada dua rak buku yang memanjang. Bukunya pun beragam, tak jauh beda sepertinya dengan Al Fauzien. Beberapa kali aku ke masjid dan melewatinya itu, aku kembali bertanya, memangnya ada yang baca?
Bedanya dengan masjid Al Fauzien, masjid ini menempatkannya sangat gamblang di pelataran depan masjid yang cukup luas. Jadi orang mungkin bisa bersantai di pelataran sambil membaca buku dengan angin sepoi-sepoi kalau siang. Tapi tetap, aku pesimis akan tempat buku itu ramai pengunjung, bahkan untuk ada pengunjungnya aja sudah keren bangetlah.
Akhirnya malam tiba, aku pertama kali taraweh di situ pada bulan ini. Seperti biasa, shalat isya berjamaah, lalu jeda ceramah sebelum tiba di shalat tarawehnya. Aku selalu ingat dulu saat ceramah memang saat yang tepat untuk keluar masjid untuk main atau kumpul atau jajan bareng teman-teman.
Dulu, terkadang sampai main benteng-bentengan, petak jongkok, atau mainan sarung saling gebok (tapi ini sakit, jangan diikutin ya). Pokoknya selama ceramah berlangsung asyik banget untuk kumpul. Apalagikan kalau bukan bulan ramadhan biasanya malam hari nggak boleh keluar rumah. Jadinya rasanya bisa main malam setiap hari adalah kesenangan sendiri.
Itulah ingatanku ketika ceramah. Sekarang pun ketika ceramah anak-anak berhamburan keluar. Itu sudah lazim, aku pun tidak terlalu acuh terhadap itu. Aku mendengarkan ceramah saat itu yang cukup asyik. Saat mendengarkan aku tidak sengaja melihat ke arah luar, ke arah pelataran depan masjid. Aku pun terkejut, lho kok ramai sama anak-anak, aku mendongak sedikit untuk melihat lebih jelas. Akhirnya aku mendapati anak-anak asyik ambil buku-buku di rak pelataran depan masjid.
Setelah mengambil beberapa buku, mereka lihat ramai-ramai buku itu, terus gantian orang, gantian buku, terus ambil buku yang lain lagi. Intinya mereka sibuk mengerubungi buku-buku. Aku hanya bisa tersenyum, ternyata aku salah menebak. Ternyata rak-rak buku disana bisa mengalihkan anak-anak dari main sembarangan menjadi melihat-lihat buku.
Aku tak tahu, apa mereka memang orang yang suka buku. Tapi, bisa mentrigger anak untuk baca buku tanpa disuruh-- kesadaran diri--itu sesuatu yang luar biasa. Mungkin tinggal bagaimana meningkatkan engagementnya saja ya. Bisa dengan buku yang lebih menarik atau banyak. Ya, semoga aja ini awal cikal bakal mereka jadi gemar membaca buku agar tidak seperti diriku hehe.
Memang, tidak ada yang pernah tahu usaha seseorang tuh. Aku yang sudah pesimis pun dibuat terkejut. Kalau lagi terngiang sekarang tuh, tugas kita mah ya ikhtiar aja, kalau hasilnya itu udah bukan urusan kita lagi.
Mungkin dari sini, ku harus agak optimis terhadap hal-hal sederhana ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu