Sabtu, 16 Juni 2018

Sang Pembuat Takdir

Kau tahu? Semalam aku bermimpi, setelah resahku kuadukan, seolah aku mendapatkan jawaban untuk sebuah kisah.

Aku yang seolah semakin yakin, masih harus menanti lagi, penantian ini tidaklah singkat, bulan? Tahun? Bisa saja lebih dari itu.

Mungkin tidak semudah yang dibayangkan, penantian itu butuh perjuangan. Sekarang aku masih di nol, entah kapan meteran angka itu beranjak.

Banyak yang terjadi diluar sana, membuat hati kadang menjadi keruh. Presepsi suka berpikir seenaknya, dia tak tahu betapa susahnya hati menyaring atas apa yang di dirinya--akal pikiran--lakukan.

Hati ialah, secara harfiah ataupun kiasan, dia tetap penyaring, antara racun tubuh atau racun pikiran. Ah bahkan diriku bukanlah seorang filsuf atau profesor yang pantas mendefinisikan.

Begitulah penantian dan hati kerap berjuang. Sampai suatu hari tiba, tak ada keraguan dan kepastian itu memberikan kado terbaik yang telah dinanti.

Nikmatnya hasil, perjuangan yang hampir gagal bukan? Seperti nikmatnya makan, ketika diri rasanya akan mati kelaparan.

Biarkan aku bergumam dan bergumam sejenak, bicara soal nanti, walau dalam bisik kepada sang ilahi, berharap tak menggurui, sebaiknya pembuat takdir ialah Rabb-ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu