Memikirkan tidak penting refleks dilakukan, pada dua kondisi terjadi, saat tidak berbuat apa-apa atau saat berusaha khusyu ibadah (ini aku yang payah).
***
Dahulu, sejak zaman produktifnya nulis, aku selalu bilang ke teman-temanku, tempat terbaik mencari ide adalah toilet. Karena memang itu sudah rahasia umum kalau toilet sangat jitu membangkitkan ide-ide. Selain karena proses 'ngeden' tapi juga disebabkan kita tidak berbuat apa-apa selain mikir.
Begitu pula terjadi saat berkendara di motor, apalagi rute jalan yang sudah hapal diluar kepala, itu pikiran entah kemana-mana, dan selalu waktu yang tepat untuk mikirin alur cerita, sialnya, tidak bisa dicatat, jadi terkadang diinget ulang-ulang terus hingga sampai tujuan lalu cepet-cepet buka ponsel untuk menulis alur yang dipikirkan kepala.
Begitu juga terjadi saat menunggu, menunggu apapun, menyesalah kalian yang mengeluhkan menunggu dan mengisinya dengan mendumel. Aku dulu paling jarang bawa ponsel kemana-mana, karena memang punyanya Tab, dan susah sekali mobilitas karena tidak ada tas kecilnya. Jadinya kemana-mana tidak bawa ponsel, saat menunggu bersama teman-teman, rasanya aku menikmati menunggu itu, lebih khidmat, melihat hiruk pikuk sekitar seolah meningkatkan kepekaan, berimajinasi, merangkai kata-kata untuk sebuah pengungkapan keadaan, bahkan menjadi waktu yang tepat untuk berpikir atas apa-apa yang telah dilakukan. Tapi, semenjak punya ponsel, apa-apa buka instagram, apa-apa buka ponsel, ah rasanya tidak nikmat.
Ini keadaan yang parah, terkadang, ah, memang jin bersifat setan itu pandai sekali mencari celah, alih-alih ingin khusyu dalam ibadah, tapi selalu saja terpikirkan hal-hal tidak penting, bahkan kepikiran ceritanya nanti gimana ya, ah kalau ini itu gimana ya, tak jauh beda seperti menunggu, atau di toilet, atau berkendara motor, seperti dalam keadaan idle, tidak berbuat apa-apa, padahal itu lagi ibadah, sungguh menyedihkan, tapi begitulah adanya.
Walau, dulu suka sekali berharap, seperti kehilangan sesuatu benda, semoga pas shalat keinget, eh jadinya pas shalat benar-benar mikirin di segala kemungkinan, itu berarti shalatnya gimana ya? haha
Sebenarnya ini juga bersambung sebuah hal yang terpikirkan selama perjalanan ke kabupaten cianjur, walau sebenanrya puncak sih, tapi jadi kepikiran sekarang tuh menikmati hidup sudah penuh kamuflase, menikmati hidup sekarang seolah bukan untuk diri sendiri, tapi untuk tontonan publik, aku pun terjerembab dalam keadaan itu.
Sepanjang berjalan di gunung kasur (bukit kasur?) rasanya hanya satu, dimana tempat foto yang bagus? Jadilah di sana foto-foto doang, padahal ini, ah, MasyaAllah, sungguh ciptaan Allah yang indah, tapi kita hanya sibuk foto-foto. Apa-apa untuk dilihat orang lain. Dari situ, perlahan aku menyerah dengan sosial media foto-foto itu, karena rasanya sudah aneh, dan balik lagi ke sosial media kata-kata, karena aku ternyata lebih suka menunjukkan kata-kata dari pada foto-foto. (ini memang pendapat pribadi, aku tidak menyalahkan yang sebaliknya)
Ya, kurasa tak sedikit orang, walau bukan semuanya, ke suatu tempat hanya untuk berfoto, jika tak berfoto, malah main gadget, alih-alih menginap di vila, tapi anak-anak bukan kumpul dan bercengkrama, beberapa anak malah main game online di gadget mereka.
Semakin banyak fungsi gadget, rasanya hidup seperti tidak natural, seperti ada yang mengganggu, lagi mau makan, terlalu banyak drama foto-foto, kumpul rasanya tidak sah jika belum foto, dan terkadang, bukber yang dicari foto bersamanya dibanding bercengkrama saling menyapa dan bercerita makanya bukber terkadang datang mepet maghrib, buka, makan, foto, pulang... Aku tidak menyalahkan, tapi begitulah realita di mataku, maaf jika salah.
Terakhir, hal menyedihkan, apapun, sekarang semua ingin menjadi orang terupdate, tercepat, dan paling pertama tahu. Bagus memang, tapi, tidak semuanya mesti dijadikan pertunjukan kurasa, pernah satu waktu, aku berada di sebuah jalan protokol Jakarta, orang-orang ramai menghentikan motor mereka, dan semua mengangkat tangan mereka bersamaan ponsel mereka.
Aku terheran, aku melihat kemana arah kamera ponsel itu tertuju, terlihat jelas api berkobar membungkus mobil yang entah terguling atau bagaimana, terpasti mobil itu terbakar, dan semua asyik menjadikan mobil terbakar itu sebagai update-an mereka. Ya, begitulah...
Rasanya, gadget lama-lama mengganggu sekali, atau aku saja yang mulai kembali jadi manusia? Dimana selalu lihat orang bermain gadget layaknya 'zombie'. Aku tidak berarti membenarkan diriku akan apa yang aku lakukan sepenuhnya, tapi, aku merasa gadget ini seperti menjauhkan yang dekat, dan mendekatkan yang jauh.
Bahkan, proses khidmat pencarian ide di toilet telah hilang, karena orang-orang ke toilet bawa gadget semua, oh my dream... Padahal itu sumber inspirasi... Kalian pasti akan menyesal!!! Hiks...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu