Kamis, 21 Juni 2018

Selasar Al Fauzien

Semilir angin di selasar masjid seperti tiupan lembut membelai rambut. Hari ini sungguh tentram, walau tak terasa masuk kerja sudah kunjung datang, tapi sungguh hari ini seolah menampikan ketakutan kebosanan dan kesegalanegatifan akan kembali ke rutinitas.

Angin sepoi, awan menutup mentari, seraya berbisik dalam ibadah sehari-hari, memanjatkan doa kepada sang Ilahi. Sungguh, jika bisa kubeli syukur itu, aku akan lebih giat bekerja untuk membelinya.

Dari jendela kumelihat, daun dan rumput tergoyang lembut, dan suara desir itu merayu, menenangkan, dan kuingat akan kematian.



2 komentar:

  1. Kabar baiknya, syukur sesungguhnya lebih murah dari itu. tidak perlu dibeli, hanya perlu dibiasakan untuk diciptakan *superntms

    BalasHapus
  2. @fitri wah iya bener ya, berarti yang harus digiatkan (dibeli, *masih maksa ingin beli*) kelapangan, pembiasaan, dan usaha untuk menciptakannya. XD

    BalasHapus

komentar bagi yang perlu