Sabtu, 30 Juni 2018

Ketakutan Kelak II

Siang itu, ummi baru kelar rutinitasnya, pulang dijemput olehku. Setiba di rumah, kembali ke rutinitas lainnya. Aku main laptop di kamar, ummiku sibuk di depan laptopnya tepat di ruang tengah. Ya, siang itu terasa bingung oleh perjalanan ke nikahan temenku, seperti yang aku jelaskan di postingan sebelum ini. Tapi, tiba-tiba ummi masuk ke kamar dan membuat kegaduhan lainnya.

Ternyata, ah, maaf, harus membahas soal penikahan dan jodoh semacamnya, tapi ini jadi kepikiranku juga, padahal sebelumnya biasa aja. Saat itu ummi membahas facebooknya yang tidak berteman dengan facebook-ku. Singkat cerita ummiku yang upload fotoku dan kedua adik cowokku berenang menjadi obrolan soal perjodohan oleh teman-temannya. Ya, biasalah, lazim. Tapi, ternyata ummi dan abiku mempunyai obrolan seperti ini juga dan diutarakanlah ketakutan mereka, aku yang tidak pernah terpikirkan jadi kepikiran...

Ya, mereka takut, misalkan, apakah calon mertuaku itu setuju denganku untuk menikahi anaknya? Apa bisa menerima ummi abi ku yang sudah insecure sendiri? Apa calon mertuaku rela melepas anak kesayangannya, anak yang dirawat dari kecil hingga besar ini, anak yang selalu didoakan dan dinanti calon pasangan sehidup-sematinya yang benar-benar sesuai kriteria mereka? Bagaimana jika calon mertuaku ini memiliki kriteria yang tinggi karena keluarga mereka terbilang keluarga yang berbobot tinggi?

Ternyata ummi abiku sudah ketakutan akan hal itu, terlebih akunya juga begini-begini aja. Padahal sebelumnya aku sudah enggan membahas beginian lagi, tapi apa daya siang itu ummiku bercerita seperti itu.

Tapi, itu memang benar-benar masuk diakal, aku memposisikan sebagai ayah, jelaslah aku ingin anakku mendapatkan pasangan terbaik. Jadi teringat ceramahnya ustadz Felix Shiauw, tentang beginian.

Ceramahnya teruntuk yang pacaran sih, tapi, apa rela anak yang dirawat, disayang, pokoknya segalanya tapi malah diajak hubungan tidak jelas oleh pria tidak jelas? Pasti tidak relakan? Ya begitulah. Karena orang tuaku punya anak wanita juga, jadi mereka pasti kebayang, apalagi melihat aku yang begini-begini aja.

Aku ingin tertawa jadinya, aku senang sekali rasa pesimis ini. Ah, berapa kali aku selalu membuat asa menjadi sepesimis mungkin. Sungguh senang, karena kalau berhasil membuktikan berarti itu benar-benar memuaskan karena dari perasaan yang tertekan dan tak mungkin bukan? Kenikmatannya seperti orang yang sekarat mau mati kelaparan lalu tiba-tiba mendapat makanan lezat, begitulah, aneh memang jalan pikirku.

Ya, aku semakin takut sekarang, apakah ayah ibunya menerimaku? Banyak temenku yang cerita perjuangan menghampiri ayah ibunya dan seru-seru, ada yang harus jago ngomongnya dan ngelesnya, bagaimana bisa meyakinkan lewat bukti tindakan dan kegigihannya menyambangi rumah sang wanitanya langsung, aku suka sih iseng membayangkan, dan itu membuatku tergelak. Rasanya jadi ingin main game terus aja deh, eh... haha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu