Yang terpasti, dia selalu ceria. Terkadang ada masalah saja, ia selalu tertawa.
Rabu, 31 Desember 2014
Ia Selalu Tertawa
Bicara soal ibu, tak banyak cerita yang kumiliki. Hanya lima tahun aku bersama ibuku. Selepas itu aku tinggal besama nenek dan kakekku. Tapi, tak menutup kemungkinan aku tahu banyak tentang ibuku.
Minggu, 21 Desember 2014
Kembali Ingin Berfantasi
Lagi iseng nulis judul novel sendiri di google, dan baca ada beberapa orang yang menulis tentang novelku tersebut. Dan begitu saja merasa ingin menulis cerita fiksi lainnya. Apalagi dengan sering main dota. Sepertinya mahluk-mahluk di sana--dota--boleh diajak bercerita mengarungi dunia gelap yang siap diberantas oleh pemeran fiksi dari penduduk dunia terang. Haha.
Sabtu, 20 Desember 2014
Orang Hebat Tak Pernah Mengeluh
Orang hebat tak pernah mengeluh.
*
Belakangan ini kerjaanku kurang lebih liat beranda facebook dari terupdate hingga yang sudah kadarluasa. Beberapa banyak hal-hal menarik. Mulai dari berbagai tautan tentang pengetahuan, tentang agama, tentang hal lucu, tentang yang terbaru, dan banyak lagi.
Tak pelak status-status facebook yang lucu, aneh, dan sedikit alay. Ada juga yang keren, kata-katanya bagus, dan banyak lagi yang menarik untuk dilihat-lihat. Maka dari itulah, kenapa akhir-akhir ini cukup betah memantengin beranda facebook. Selain mencari info terbaru tentang perkuliahan di facebook.
Namun, tak lama, aku membaca sebuah status facebook yang membuat aku merasa tersindir sendiri. Mungkin itu bukan tertuju untukku, tapi aku seolah merasakannya. Ya, kurang lebih seperti kata-kata diatas.
Aku saat itu mengangguk-ngangguk. Memang aku sering sekali bercerita di blog ini, dan mungkin sebagian orang yang telah membaca isi blogku hanya keluh kesah kehidupan. Seolah aku orang yang lemah dan lekas mengeluh, mengadu ke seluruh masa dan berharap belas kasihan.
Aku terkekeh sebentar. Itu aku lebih-lebihkan saja. Ya, tapi aku juga merasa aku seperti curhat dan mengeluh di tempat ini. Walau sebenarnya, ada beberapa hal yang kumaksud dari segala masalah yang sedang kualami.
Ada berbagai hal menarik dari masalahku itu sehingga aku mempostingnya di blog ini. Mungkin terkesan seperti mengeluh, tapi entahlah. Mungkin bisa sekaligus. Jujur saja, aku menggunakan blog ini untuk berbagi cerita dan latihan menulis tentang hal yang telah terjadi atau yang sedang ingin terjadi atau mungkin fiksi-fiksi yang ada dalam benak ini.
Terlalu banyak mata, terlalu banyak pikiran, terlalu banyak sudut pandang dari masing orang. Jadi semua orang bebas menganggap apa tentang isi blog ini. Tapi, aku cukup setuju tentang kata-kata di atas. Orang hebat tak pernah mengeluh.
Ya, orang hebat tak akan mau menghabiskan waktunya hanya untuk berkeluh kesah uring-uringan meminta pertolongan, atau mungkin berharap Tuhan menurunkan malaikatnya langsung begitu saja dan menolongnyadalam waktu itu juga.
Tapi, tak semudah itu. Orang hebat tak akan menghabiskan waktunya untuk berpikir seperti itu. Orang hebat langsung bergegas, memikirkan jalan keluar dan lekas melakukannya. Masalahnya teratasi, tanpa keluh kesah yang basi.
Ya, itu menuruku. Tapi, sayangnya aku bukanlah orang hebat dan gemar menulis tanpa tahu efek yang terjadi. Jadi, apa boleh buat. Terserah pembaca menganggap apa tulisan ini. Tapi, aku hanya berusaha membuat blog ini menjadi saksi kehidupanku. Menjadi curahan benakku.
Dan aku selalu berusaha menulis hal yang baik-baik, siapa tahu cukup membantu. Walau sepertinya tidak. Asal para pembaca tahu, pada awalnya blog ini digunakan untuk menulis cerita-cerita konyol di keseharianku. Berharap bisa menjadi Raditya Dika lainnya.
Tapi, apa boleh buat, nasibnya begini, semakin ke sini. Aku punya panutan menulis, dan akhirnya tulisanku seperti ini. Berusaha mungkin menampilkan hal-hal menarik dari sebuah masalah yang sedang aku alami. Pemikiran liar ini selalu menunjukkannya. Dan kuharap para pembaca senang dengan semua yang tersaji di blog payah ini. *cheers.
Minggu, 14 Desember 2014
Malam Sebelum UAS
Niatnya sih belajar, ternyata main dota
Niatnya sih dari kemarin, ternyata malam ini juga belum
Niatnya sih mendapatkan IP gede, tapi usaha saja malas-malasan
Niatnya makan cokelat sambil belajar, tapi isi cokelatnya kacang doang.
Udah niat sih, tapi males ngelakuinnya
Pas tahu hasilnya, niatnya mau berubah
Tapi kembali ke niat-niat sebelumnya
Basi, kayak kripik ditiup angin puting beliung
Garing!
Tapi, paling menyebalkan adalah
Makan cokelat, tapi isinya kacang sama nasi krispy semua
Bukannya cokelat bikin ceria, tapi ini ngebetein
Belajar jadi ogah, tapi niatnya besok mau UAS serius
Besok UAS, tapi baru mulai belajar
Dota memanggil, tapi berusaha menolak
Niat ini sudah bulat, tekad ini sudah di ujung tanduk
Tapi, sayangnya, cinta bisa menghapus segalanya
Melupakan realita yang ada
Semua itu bukan sebuah alasan untuk cinta
Cinta bisa melupakan akal sehat dan beralih ke dunianya sendiri
Begitulah saat kucinta pada Dota
Jadi, kupikir malam ini saatnya Dota
Ya, tapi tentu saja belajar dahulu bersama cokelat kacang nasi krispy
Persetan dengan cokelat ini
Lain kali, aku lebih baik makan es krim.
Niatnya sih dari kemarin, ternyata malam ini juga belum
Niatnya sih mendapatkan IP gede, tapi usaha saja malas-malasan
Niatnya makan cokelat sambil belajar, tapi isi cokelatnya kacang doang.
Udah niat sih, tapi males ngelakuinnya
Pas tahu hasilnya, niatnya mau berubah
Tapi kembali ke niat-niat sebelumnya
Basi, kayak kripik ditiup angin puting beliung
Garing!
Tapi, paling menyebalkan adalah
Makan cokelat, tapi isinya kacang sama nasi krispy semua
Bukannya cokelat bikin ceria, tapi ini ngebetein
Belajar jadi ogah, tapi niatnya besok mau UAS serius
Besok UAS, tapi baru mulai belajar
Dota memanggil, tapi berusaha menolak
Niat ini sudah bulat, tekad ini sudah di ujung tanduk
Tapi, sayangnya, cinta bisa menghapus segalanya
Melupakan realita yang ada
Semua itu bukan sebuah alasan untuk cinta
Cinta bisa melupakan akal sehat dan beralih ke dunianya sendiri
Begitulah saat kucinta pada Dota
Jadi, kupikir malam ini saatnya Dota
Ya, tapi tentu saja belajar dahulu bersama cokelat kacang nasi krispy
Persetan dengan cokelat ini
Lain kali, aku lebih baik makan es krim.
Sabtu, 13 Desember 2014
Menembus Cakrawala
Ketika sudah beberapa tak menonton film. Setelah menonton film Lucy dan Stand By Me. Seperti ada yang hidup kembali dalam jiwa. Rasa yang tak pernah dirasa namun berdampak pada jiwa. Walau hanya melihat, seolah suasana telah kudapat. Rasa itulah yang mencuat kepermukaan saat kujajalkan mata ini dengan dua film menarik.
Semenjak kuliah, aku rasa semua waktu telah dijadwalkan, dan tidak ada jadwal menonton film di sana. Terlebih laptopku yang rusak. Dan rasanya ada yang kurang saat aku jarang nonton sebuah film. Seperti tak masuk ke sebuah dunia yang tak pernah kita usik.
Mungkin film hanyalah film, tapi terkadang ada beberapa film yang mampu membawa kita ke ujung fantasi tertinggi. Benar-benar merasakan apa yang diutarakan di film. Dan itulah yang membuat aku menyukai film.
Terkadang di dunia nyata ini, aku tak mendapatkan hal yang aneh-aneh. Atau melihatnya. Di filmlah semua dapat direalisasikan menjadi tontonan yang mengasyikan serta mengagumkan. Terkadang aku suka tersentuh oleh beberapa film yang cukup menyedihkan, dan menjadi begitu senang menonton film yang menyenangkan.
Film-film itulah yang terkadang membuat otak ini tak berhenti berpikir. Saat jenuh dirasa, film adalah pengalihan yang tepat. Saat kupikir aku harus mati untuk meninggalkan hal yang membosankan, menonton film adalah alternatif yang mengasyikan.
Entah kenapa, rasanya aku ingin menonton film lawas. Kemarin juga sempat nonton Ada Apa Dengan Cinta. Dan itu sungguh membuatku cekikikan. Selain pemainnya yang jadul-jadul banget dibandingkan sekarang, khas cerita yang mungkin gampang ditebak, tetap saja mengasyikan. Tak repot, tapi menyenangkan.
Hah, sepertinya aku sudah siap untuk liburan. Beberapa film sudah kutanamkan dalam-dalam ke ujung sektor harddiskku. Aku pun siap menembus cakrawala yang tak pernah ada. Sebuah rekaman yang mampu menebarkan decak kagum kepada penontonnya. Aku semakin tak sabar untuk beberapa liburan yang kuhabiskan hanya untuk menonton dan menonton. Dan aku akan terbang menuju dunia di sana.
Rabu, 10 Desember 2014
Pemikiran Pagi
Terkadang kita terlalu sibuk dengan orang lain. Sehingga lupa dengan keasyikan sendiri
dan bukan berarti kita harus
Sibuk dengan keasyikan sendiri, serta merta begitu saja lupa dengan orang lain.
Kita harus menikmati, setiap waktu yang tereleminasi.
Jadikan mereka sandaran menginspirasi, memotivasi, dan berbagi.
Jadikan diri ini sang ahli, memberi, dan tak pernah mati--dalam karya.
Kita harus menikmati, setiap waktu yang tereleminasi.
Jadikan mereka sandaran menginspirasi, memotivasi, dan berbagi.
Jadikan diri ini sang ahli, memberi, dan tak pernah mati--dalam karya.
*
Minggu, 07 Desember 2014
Deadline Kolor
Jangan pernah membiarkan kolor yang terpakai adalah kolor terakhir. Karena itu mengerikan.
*
Sudah nyaris seminggu cucian menumpuk, terlalu banyak alasan untuk tidak mencucinya. Pertama mungkin bisa kukatakan aku terlalu sibuk sehingga membiarkan cucian itu menumpuk. Kedua, aku sempat jatuh sakit saat itu. Ketiga, aku benar-benar malas ditengah alasan pertama dan kedua untuk mencuci pakaian.
Ini memang sebuah kejadian ironi, mungkin pembahasan di sini sangat menjijikkan, tapi apa daya. Ini menjadi sebuah pelajaran hebat untukku. Ya, saat semua tumpukan cucian itu memenuhi plastiknya. Aku mendapati sebuah masalah. Masalah yang begitu vital.
Jadi, waktu itu, aku benar-benar sudah kehabisan kolor. Kolor yang terakhir ku pakai sudah tak layak. Dan karena cucian yang belum kucuci, pada akhirnya penderitaan tiba. Di saat itulah, aku mulai tersadar dan mengintropeksi diriku.
Ya, belakangan ini tanpa kusadari atau mungkin sudah kusadari tapi aku gagal memahami. Bahwa belakangan ini aku benar-benar menjadi seorang yang deadliner, terlihat dari bagaimana aku harus menunggu kolor habis sehingga memaksaku untuk mencuci pakaian.
Selain itu, aku bisa melihatnya dari beberapa tugas yang nyaris terlewatkan. Dan itu nyaris membuat marah satu tim kelompok. Ya, entah waktuku memang benar-benar tak ada, atau aku selalu menunda-nundanya.
Terkadang ada pemikiranku berkata, saat menjelang deadline otak bekerja lebih hebat daripada biasanya. Semangat jauh membuncah menggelora dari biasanya. Pokoknya, sebuah momen luar biasa saat deadline itu. Ya, begitu hebat dengan semua itu, bahkan bisa mengeluarkan kemampuan luar biasa. Tapi, bukan berarti bisa super saiya.
Tapi sekali lagi, jika orang bermain di tepi jurang, jangan heran kalau ia jatuh ke jurang tersebut. Begitu juga deadliner, jika bermain dengan deadline, jangan heran apa yang sedang dibuat tidak maksimal, atau bahkan tidak jadi hingga batas deadline ditentukan.
Jadi, entah kenapa menurutku, sehebat apapun momen saat menjelang deadline. Semua tak pernah maksimal, tak sehebat pengerjaan yang berskala, teratur, tenang, dan penuh kedisiplinan. Ya, pokoknya seperti itu.
Walau sudah kupikir, tetap saja aku masih merasa harus menunggu deadline tiba. Ya, beginilah, mungkin aku hanya bisa berpikir untuk tidak, nyatanya aku melakukan yang sebaliknya. Butuh waktu untuk perubahan. Harus belajar menjauh dari deadline. Harus...
Terpenting, aku sekarang selamat. Semua pakaianku berhasil tercuci dan kering. Setidaknya aku sedikit lega malam ini.
Sabtu, 06 Desember 2014
Algoritma Stack
Memang segala yang ada di kehidupan ini, bisa menjadi filosofi hidup. Begitulah setidaknya menurutku.
*
Seperti yang sering aku ceritakan, tentu saja, aku memang doyan bercerita. Mungkin sebagian kehidupanku telah kuceritakan di sini. Ya, aku kuliah di jurusan Informatika. Jurusan yang katanya cukup sulit untuk lulus, dan blablabla lainnya.
Memang, ketika aku menjejaki jurusan ini terasa sulit. Tapi, aku berusaha menikmati. Dan kini, aku sedang berpusing ria dengan presentasi besok. Ya, besok giliran kelasku untuk presentasi mata kuliah Algoritma Struktur Data (ASD).
Pada pelajaran ASD sendiri terdapat sebuah algoritma yang bernama Stack. Sebuah algoritma dengan cara kerja mem-push (memasukan) dan mem-pop (membuang). Ya, sebuah data dimasukan secara menumpuk, jika ingin dikeluarkan, data terakhir yang dimasukkanlah yang dikeluarkan.
Mungkin sulit membayanginya, itu sama saja seperti kita menumpuk batu diatas batu. Batu pertama paling bawah, lalu batu kedua di atasnya, batu ketiga diatas batu kedua. Dan seterusnya, namun jika ingin dibuang batunya, batu paling ataslah yang dibuang.
Ya, begitulah cara kerja komputer. Multitasking, dosenku berkata, katanya komputer itu sejatinya tidaklah multitasking, ia melakukan pekerjaan itu secara bergantian. komputer menjalankan dua aplikasi itu secara bergantian dengan metode stack, dia mem-push atau mem-pop setiap aplikasi berjalan secara bergantian dalam hitungan waktu yang sulit dijangkau dengan mata telanjang.
Begitulah katanya, pada intinya, komputer sulit atau mungkin tidak bisa menjalankan aplikasi bersamaan, entah zaman kapan mungkin bisa. Tapi, sejauh ini stack-lah cara ampuh. Dengan kecepatan diluar mata telanjang manusia, semua terlihat berjalan sempurna. Padahal nyatanya, mereka bekerja bergantian. Tidak bersamaan.
Mungkin ini bisa menjadi hal yang terus kepikiran berminggu-minggu jika tidak ditulis. Ya, di penghujung semester ini, kesibukanku--seperti yang kukeluhkan sepanjang postingan november--begitu menggila. Sudah pasti, semua itu juga karena kemauanku. Dan bagaimana bisa aku segila itu?
Waktu pertama kali aku ke kampus, aku sering mendengar cerita-cerita dari orang-orang besar dikalangan mahasiswa, salah satunya presiden mahasiswa. Ya, dia bercerita, katanya di semester pertama dia mempunyai 7 organisasi. Dan dia sukses menjadi sehebat ini.
Saat itu aku terkagum, dan berpikir banyak organisasi bisa menggiring menjadi sesuatu yang hebat. Walau pemikiran itu terlalu naif, tapi aku seolah menjalinanya sekarang. Tapi, bukan alasanku menerima semua kegiatan ini.
Selain memahami banyak organisasi bisa menjadi orang hebat, banyak organisasi pun terlihat tidak begitu rumit. Sepertinya asyik, kenal banyak orang, bisa tahu ini itu. Wah kayaknya asyik sekalilah. Aku pikir itu tak akan saling mengganggu atau bentrok dan apalah.
Namun, semua itu berubah. Ternyata tak ada yang bisa berjalan sama-sama. Salah satu harus dikorbankan. Ini kembali lagi ke fokus dan pengorbanan. Semua tidak bisa bersama-sama. Mau di stack bagaimana pun, aku nyatanya tetap kesulitan. Mungkin men-stack dua kegiatan masih memungkinkan.
Nyatanya, aku lebih dari itu dan benar-benar kewalahan. Stackku seolah mengadat, aku menjadi hang. Mungkin aku terlalu Geek, tapi beginilah. Aku mencoba mem-stack sebuah kegiatan dan mem-push kegiatan lain. Tapi, sayangnya kegiatan itu begitu banyak. Aku benar-benar butuh waktu, sangat butuh waktu.
Dan sekarang aku harus mengorbankan atau menyelesaikan. Agar algoritma stack ini setidaknya masih bisa berfungsi dan tidak mematikan. Sungguh, aku merasa sedih saat tak ada hal yang dapat kulakukan. Ya, walau berbincang dengan orang yang tidak dikenal, itu sungguh menyenangkan setidaknya.
Di tengah malam ini, aku baru saja memakan gorengan yang tak laku terjual, menjemur pakaian yang nyaris setengah hari direndem, menulis blog ini, dan belum sempat menyentuh codingan ASD yang sejatinya praktikum selepas matahari terbit dari orbitnya hari ini.
Dan setelah matahari menampakan dirinya, sungguh benar-benar mengerikan, dua tubes, satu rapat, satu acara besar. Dan malam ini aku merasa kacau. Kuharap stack ini masih berfungsi dengan baik, entah butuh waktu berapa lama untuk mem-stack serta mem-pop.
Paling menjengkelkan adalah, pagi ini ada pertandingan Juventus vs Fiorentina. Oh sial, aku mungkin akan ketinggalan pertandingan itu.
Pada pelajaran ASD sendiri terdapat sebuah algoritma yang bernama Stack. Sebuah algoritma dengan cara kerja mem-push (memasukan) dan mem-pop (membuang). Ya, sebuah data dimasukan secara menumpuk, jika ingin dikeluarkan, data terakhir yang dimasukkanlah yang dikeluarkan.
Mungkin sulit membayanginya, itu sama saja seperti kita menumpuk batu diatas batu. Batu pertama paling bawah, lalu batu kedua di atasnya, batu ketiga diatas batu kedua. Dan seterusnya, namun jika ingin dibuang batunya, batu paling ataslah yang dibuang.
Ya, begitulah cara kerja komputer. Multitasking, dosenku berkata, katanya komputer itu sejatinya tidaklah multitasking, ia melakukan pekerjaan itu secara bergantian. komputer menjalankan dua aplikasi itu secara bergantian dengan metode stack, dia mem-push atau mem-pop setiap aplikasi berjalan secara bergantian dalam hitungan waktu yang sulit dijangkau dengan mata telanjang.
Begitulah katanya, pada intinya, komputer sulit atau mungkin tidak bisa menjalankan aplikasi bersamaan, entah zaman kapan mungkin bisa. Tapi, sejauh ini stack-lah cara ampuh. Dengan kecepatan diluar mata telanjang manusia, semua terlihat berjalan sempurna. Padahal nyatanya, mereka bekerja bergantian. Tidak bersamaan.
Mungkin ini bisa menjadi hal yang terus kepikiran berminggu-minggu jika tidak ditulis. Ya, di penghujung semester ini, kesibukanku--seperti yang kukeluhkan sepanjang postingan november--begitu menggila. Sudah pasti, semua itu juga karena kemauanku. Dan bagaimana bisa aku segila itu?
Waktu pertama kali aku ke kampus, aku sering mendengar cerita-cerita dari orang-orang besar dikalangan mahasiswa, salah satunya presiden mahasiswa. Ya, dia bercerita, katanya di semester pertama dia mempunyai 7 organisasi. Dan dia sukses menjadi sehebat ini.
Saat itu aku terkagum, dan berpikir banyak organisasi bisa menggiring menjadi sesuatu yang hebat. Walau pemikiran itu terlalu naif, tapi aku seolah menjalinanya sekarang. Tapi, bukan alasanku menerima semua kegiatan ini.
Selain memahami banyak organisasi bisa menjadi orang hebat, banyak organisasi pun terlihat tidak begitu rumit. Sepertinya asyik, kenal banyak orang, bisa tahu ini itu. Wah kayaknya asyik sekalilah. Aku pikir itu tak akan saling mengganggu atau bentrok dan apalah.
Namun, semua itu berubah. Ternyata tak ada yang bisa berjalan sama-sama. Salah satu harus dikorbankan. Ini kembali lagi ke fokus dan pengorbanan. Semua tidak bisa bersama-sama. Mau di stack bagaimana pun, aku nyatanya tetap kesulitan. Mungkin men-stack dua kegiatan masih memungkinkan.
Nyatanya, aku lebih dari itu dan benar-benar kewalahan. Stackku seolah mengadat, aku menjadi hang. Mungkin aku terlalu Geek, tapi beginilah. Aku mencoba mem-stack sebuah kegiatan dan mem-push kegiatan lain. Tapi, sayangnya kegiatan itu begitu banyak. Aku benar-benar butuh waktu, sangat butuh waktu.
Dan sekarang aku harus mengorbankan atau menyelesaikan. Agar algoritma stack ini setidaknya masih bisa berfungsi dan tidak mematikan. Sungguh, aku merasa sedih saat tak ada hal yang dapat kulakukan. Ya, walau berbincang dengan orang yang tidak dikenal, itu sungguh menyenangkan setidaknya.
Di tengah malam ini, aku baru saja memakan gorengan yang tak laku terjual, menjemur pakaian yang nyaris setengah hari direndem, menulis blog ini, dan belum sempat menyentuh codingan ASD yang sejatinya praktikum selepas matahari terbit dari orbitnya hari ini.
Dan setelah matahari menampakan dirinya, sungguh benar-benar mengerikan, dua tubes, satu rapat, satu acara besar. Dan malam ini aku merasa kacau. Kuharap stack ini masih berfungsi dengan baik, entah butuh waktu berapa lama untuk mem-stack serta mem-pop.
Paling menjengkelkan adalah, pagi ini ada pertandingan Juventus vs Fiorentina. Oh sial, aku mungkin akan ketinggalan pertandingan itu.
Rabu, 03 Desember 2014
Mungkin Seharusnya Ku Pulang
Sudah berapa hari ini rasanya seperti terpendam dalam hawa panas yang tak kunjung reda. Diselimuti rasa bimbang akan kegiatan yang ada. Rasanya kepala berirama ingin membuncah. Jiwa yang sudah tak tahu arah angin yang sedang berhembus, kurasa kurindu sesuatu.
Dahulu sewaktuku kecil, aku sering mengalami panas dalam bahkan hingga berujung step, mungkin aku pernah bercerita. Dan hal paling menarik dikala itu adalah bagaimana aku bisa kembali seolah-olah sehat saat berada dipelukan nenek dan kakekku.
Seolah ada ikatan batin yang mengikat erat, begitu tiba dijenguk oleh nenek dan kakekku, aku seolah menemukan sebuah penawaran racun. Saat itulah dimulai aku tinggal bersama nenek dan kakekku dari kecil hingga beranjak remaja.
Hanya tiga tahun memang berada di tangan orang tua semenjak remaja, dan seolah waktu berlalu begitu saja. Kenangan pahit, manis, asin, asem yang kurasa saat masih bocah hingga remaja. Tak terbayangkan, betapa penuh kasih sayang sang keluarga--nenek dan kakek.
Dahulu, aku hanya seorang bocah, aku tak bisa menikmatin hal yang seharusnya bisa kunikmati. Seolah-olah aku menjadi anak satu-satunya saat tinggal bersama nenek dan kakek. Seharusnya aku bersyukur, tapi yang kuingat betapa garangnya kakekku dan betapa baiknya nenekku.
Tapi, seiring aku remaja, kakekku tak segarang dahulu. Ia kian lama kian membaik, bahkan terlihat begitu asyik. Bahkan apa yang aku inginkan dibelikannya. Walau tetap ada batasnya. Kakekku yang garang bahkan sempat ditakuti teman-temanku, hingga akhirnya menjadi sebuah alasan untuk enggan berdolan ke rumahku.
Kakek dan nenekku dahulu yang mengawasiku dari ketiaknya. Merunduk menatapku dengan penuh kedisiplinan. Tidur siang yang tak pernah terlewat, sikat gigi yang tak boleh absen, mandi yang perlu digebuk-gebuk hingga ditarik-tarik, dan banyak kejadian yang berkenang dikepalaku, walau sebagiannya bentuk kasih sayang seorang kakek yang terlihat garang.
Memang, sikapnya tak jauh dengan wajahnya. Tapi, disitulah aku mengenangnya. Saat aku merasa sakit gigi, aku ingat betul petuahnya. "Rasakan nanti, pasti ngerasain sakit gigi." dan saat aku sakit gigi, aku mengangguk-ngangguk. Coba kuingat petuahnya, dan mengikuti aturannya.
Kakekku yang garang bukan pria yang begitu paham akan agama, tapi dia begitu baik akan sesama. Walau pada akhirnya, ia berani mau belajar agama. Itu hal menyenangkan. Tentu saja itu ketika aku sudah dewasa.
Dan kini, aku merasa demam yang tak kunjung usai. Mungkin karena aku yang tak bisa mengatur diri, bahkan kakekku pun menyemprotku jika aku sakit. "Gimana mau bisa ngatur orang lain, ngatur diri saja tidak becus, sampai sakit segala." Itu pun selalu kuingat.
Memang benar, sakit seperti ini adalah kesalahan kusendiri, betapa buruknya memangatur waktu dan diriku. Dan sekali lagi, sekarang, aku memang mengalami demam. Mungkin aku butuh pulang. Ke momen yang pernah ada, kisah yang pernah terngiang, sebuah hal yang menyenangkan.
Mungkin aku akan sembuh dari demam ini, jika nenek dan kakekku menjemputku untuk membawanya pulang. Rasanya aku berharap itu, walau kini yang ada hanya senyuman nenek yang terpampang dalam kenyataan.
Kakekku bukannya menghilang atau tak ingin mengenang, ia sudah menjalankan tugasnya di dunia ini. Kebaikannya selalu ku kenang, keburukannya kuharap dimaafkan. Entah mengapa, terkadang justru aku rindu padanya. Bahkan kupikir, ia masih ada di dunia ini.
Kuharap aku pulang sekarang, dan menyaksikan lagi. Menangisku karena kasih sayang, rinduku yang tak pernah terngiang. Bahkan cerita saja belum terukir sejarah. Aku rindu di suatu momen yang tak bisa kembali, mungkin pulangku tak bisa kulakukan.
Betapa menyedihkannya. Tapi, beginilah kehidupan. Kau akan mengenangnya, dan tak bisa kembali. Pulang pun hanya sebatas kiasan. Kuharap aku bisa datang, di suatu momen yang ada. Entah di dunia ini, kurasa tidak, semoga saja di dunia sana--Akhirat.
Selasa, 02 Desember 2014
Mengerikan
Di saat tak punya uang dan benar-benar mengenaskan isi dompet. Lalu mendapatkan jualan dua kotak dalam sehari. Huh, cepat-cepat liburan ya...
*
Senin, 01 Desember 2014
Satu Desember
Satu Desember
*
Satu Desember. Ya, tepat pada hari ini. Tak pernah terasa waktu tergelincir begitu cepat. Puing-puing kenangan telah terjadi. Kalian pikir satu tahun merupakan waktu yang sebentar? Sepertinya tidak, penuh hal yang tak pernah disadari itu akan menjadi kenangan berarti. Walau baru berkisah satu tahun. Semua terjadi begitu saja, dan aku menikmatinya. Seolah hidup tak lagi sunyi, memberikan memori terbaik dalam hidup ini. Entah kenapa kupercaya itu.
Satu Desember. Saat musim hujan tak menentu, terkadang ia mau terkadang juga ia enggan. Dimana seluruh mahasiswa disibukkan dengan tugas-tugas besarnya. Saat satu Desember inilah, semua terjadi, dan begitu saja hingga berselang setahun dan aku mungkin tersenyum tipis mengingatnya. Semua hal hebat yang pernah ada.
Satu Desember. Dan saat ini kuterbaring lemah di kasur. Tak kuasa menahan derita badan yang terkulai begitu saja. Melihat jutaan jiwa berkeliling di dunia bagian lain lewat layar kaca. Satu Desember kali ini menceritakan, aku sepertinya butuh banyak istirahat dan pola hidup yang lebih baik.
Satu Desember. Selamat satu Desember. Entah untuk apa. Hanya kehidupan yang tak berwujud yang tahu.
Sabtu, 29 November 2014
Pengorbanan Yang Ditunggu
Setiap keberhasilan dibutuhkan sebuah pengorbanan.
*
Sudah menjadi hal umum, sudah menjadi bagian inspirasi dari kehidupan ini. Dan banyak orang telah membuktikan kata-kata tersebut. Tak sedikit pula yang terus mengutarakannya, setelah apa yang mereka alami. Jelas sekali, kata itu benar adanya.
Hukum timbal balik selalu berlaku, dimana jika kau memberi maka kau akan mendapatkan. Jika kau berbuat kasar maka kau akan dikasarkan. Jika kau berbaik maka akan dibaikkan. Hidup ini tak serumit penjabaran para ilmuwan sains, tapi lebih kompleks lagi.
Ya, hidup ini memang sedikit rumit. Dan juga unik. Tapi, aku lebih senang menyebutnya dengan kata unik. Hidup ini memang unik sehingga membuatku terkekeh sendiri lalu berpikir sejenak. Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Ya, tapi beginilah adanya.
Saat itu, aku melihat koridor gedung yang sedikit lengang. Lalu terlintas pikiran beberapa orang yang telah sukses melewati beberapa hal menarik dikehidupan ini. Kemudian temanku datang, lalu kami berbincang sejenak.
Pembicaraan kami akhirnya menuju ke hal yang sedang kupikirkan. Dan pada akhirnya temanku berkata seperti itu. "Jika kamu mau berhasil, harus berkorban dulu. Mereka juga berhasil, pengorbanannya besar."
Dan setelah mendengar kata-kata itu, ada yang kupikirkan lagi. Ya, tentang pengorbanan. Pengorbanan apa yang kurang dariku. Dan setelah beberapa detik. Aku tersadar dan temanku ternyata lebih cepat daripada aku. Ia lantas berkata. "Termasuk fokus serta totalitas apa yang kamu kejar, itu merupakan sebuah pengorbanan. Bagaimana kamu rela meninggalkan yang lain dan fokus ke satu hal."
Aku terdiam, mengangguk-ngangguk. Sekarang aku tahu sedikit jawaban, sepertinya aku harus mengurangi jadwal yang semakin menggila ini. Jadwal yang hadir begitu saja tanpa diminta. Rasa terkekang sih tidak, tapi terkadang aku berpikir untuk fokus. Walau sering kali hanya terjadi di ucapan.
Totalitas dan fokus. Tak jauh berbeda memang. Dan itu sepertinya yang aku butuhkan untuk keberhasilan. Aku harus mengorbankan berbagai aspek untuk keberhasilan pada suatu yang kutuju. Sulit, tentu saja, ditambah semua ini begitu menarik bagiku dan menyenangkan. Walau terkadang menjengkelkan.
Namun, sepertinya petunjuk ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Aku jamin, ada waktunya diriku untuk fokus dan tiba di puncak tertinggi, di tengah kabut asap yang membubung, di bawah langit yang meniup-niup.
Semoga saja itu terjadi dan aku kelak bisa mempostingnya lagi di blog ini. Aamiin. Keberhasilan akan hadir setelah pengorbanan luar biasa. Dan aku cukup percaya dengan semua ini. Semua yang ada di kehidupan ini bisa menjadi filosofi hidup yang menarik, dimana kehidupan selalu bisa dijadikan perbincangan yang mengerikan atau menyenangkan. Tergantung sejauh mana berkorban dalam mengeluarkan kata-kata dalam ucapan.
Rabu, 26 November 2014
Sedetik Saja Terjadi, Kau Bisa Tertawa Atau Menangis
Selang beberapa menit ketika semua kegelisahan menguap menggebu-gebu. Dengan begitu saja selintas senyuman terbesit. Dan aku tahu yang kubutuhkan. Ya, sebuah usaha dan sedikit apresiasi itu sepertinya membaikkan seluruh keadaan yang semula antah berantah.
Setelah ketenangan sedikit menunjukkan dirinya. Siapa yang menyangka? Aku bertemu adik kelas sdku, walau dia tak mengenalku. Tapi, aku ingat betul wajahnya. Hingga akhirnya kucoba menginterogasinya, dan wah, siapa yang menyangka? Dia sekarang jadi adik kelasku lagi di kampus ini.
Hidup ini memang benar-benar menarik, seketika kau benar-benar jatuh ke jurang yang tak terhingga. Dan begitu saja hal-hal lain yang menarik muncul dan siapa yang menyangka sedetik kemudian kau tersenyum serta geleng-geleng.
Sekarang aku merasa ada yang harus diselesaikan, benar-benar diselesaikan dan semoga setelah semua ini selesai aku mendapati ketenanganku kembali. Ya, semoga saja. Semoga juga keluh kesahku belakangan ini lenyap begitu saja. Seperti tertawa setelah menangis. Itu sepertinya sungguh nikmat.
Tak ada yang abadi di dunia ini, termasuk kesedihan. Ia tak abadi, Tuhan yang memberitahuinya lewat waktu kepadaku. Setiap detik, semua bisa berubah, dan disaat itu kita bisa melihat segala rasa terjadi begitu saja. Bahkan tanpa alasan sedikit pun.
Selasa, 25 November 2014
Disaat Terdiam Bahkan Tuhan Memberikan Teguran
Akhir-akhir ini, selain keluhanku terhadap hal-hal yang menghabiskan waktuku. Aku merasa sedikit aneh pada diriku. Terasa ada dengki atau iri yang hinggap dalam benak ini. Aku beberapa kali berusaha diam diri dan mencerna, atau ini efek lelah sementara atau mungkin saja ini sebuah reaksi dari apa yang kulihat?
Hidup ini sungguh beragam, belakangan ini aku melihat berbagai orang yang kukenal mendapati apa yang mereka inginkan. Sebuah goal dalam kehidupan mereka. Oh, sungguh, itu sangat menyenangkan.
Terkadang aku menatapinya sembari senyum-senyum pahit, oh betapa nikmatnya mereka. Perjuangan keras mereka telah terbayar. Dan sekali lagi, aku melihat diriku sendiri dan terus bertanya. Kapan giliranku? Atau bahkan aku menghujat diriku sendiri.
Aku pun berpikir, mungkin sudah waktunya aku untuk fokus. Ya, yang kulihat di sini, mereka--yang berhasil mendapati keinginannya, melakukanya secara berkala, tidak setengah-setengah atau bisa dibilang totalitas. Hingga kerjaannya hanya itu-itu saja.
Mungkin aku hanyalah pradoks dari hal-hal itu. Aku menyadari ketidak fokusanku. Dan semenjak menatap mereka, aku rasa aku harus membenahi diri lebih jauh dan lebih dalam. Hingga akhirnya beberapa hal terjadi lagi.
Sebuah persaingan, hidup ini tak lekang oleh persaingan. Beberapa hal aku mendapati aku kalah dalam persaingan, sangat jauh. Dan aku merasa, hal tersulit dari kekalahan ini adalah menerimanya. Rasanya begitu berat, mungkin ini adalah tahap yang sebenarnya.
Kekalahan dan melihat kemenangan orang itu terus membuatku terdiam, merasa diri tak sanggup atau menimbun rasa dengki dan iri. Dan sekarang aku berusaha tenang, berusaha keras menjauhkan semua itu dari pikiran dan hati.
Pada akhirnya aku mencoba mencari hiburan, bertemu kawan lama. Dan terus mensyukuri apa yang telah terjadi. Tapi, tetap aja, diri ini seolah menolak. Otak tak bereaksi sebagaimana mestinya. Dan pada akhirnya aku tertampar. Benar-benar tertampar.
Setelah sukses membaca sekitar 11 Chapter Shaman King Flowers yang mengasyikkan, aku akhirnya berkunjung ke blog favoritku. Ya, di sana aku mendapati postingan-postingan baru. Dan entah apa yang terjadi, sepertinya Tuhan telah menunjuk itu semua kepadaku.
Ya, postingan blog favoritku menceritakan tentang rasa dendam, iri, membenci diri sendiri, dan ketidak mampuan diri yang mengakibatkan itu semua. Dan setelah membaca semua postingan yang terkait itu semua, aku hanya senyum-senyum, mengangguk-ngangguk dan tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Sekelilingku dipenuhi orang hebat, dan sekarang aku hanya bisa menulis rasa semua ini. Dan mungkin saja aku akan meledak. Entah berakhir sesuatu yang baik atau sebaliknya. Aku butuh sesuatu yang menenangkan sepertinya. Setidaknya aku akan menunggu chapter berikutnya dari Shaman King Flowers.
Minggu, 23 November 2014
Kenikmatan Di Atas Perbedaan
Padahal Tuhan menciptakan perbedaan ini untuk saling melengkapi, bukan saling menghujat dan mencaci maki.
*
Beberapa hari ini, aku benar-benar merasa ingin pecah. Seandainya aku bisa membelah diri. Betapa banyak hal yang harus aku lakukan di waktu yang bersamaan. Contoh yang membuatku pusing adalah dota. Ya, dia selalu menggodaku dikala aku senggang.
Pada akhirnya setiap malam kuhabiskan dengan dota, aku pun kekurangan tidur. Akhirnya mood menjadi berantakan. Kehidupanku seolah berantakan. Hingga aku lupa memberi selamat milad kepada ibuku. Kesibukan ini ingin segera kuakhiri, tapi ada saja yang terus mengambil alih pada diri ini.
Sebenarnya itu bukan yang ingin aku bicarakan, siapa peduli dengan kesibukanku yang mulai membosankan. Sebenarnya, beberapa hari ini aku bertemu dengan orang-orang yang agak asing. Asing di sini karena berbeda bidang.
Ya, sebut saja bidangku adalah teknik. Ya, aku berbincang-bincang bersama orang diluar anak teknik. Perbincangan kami sinkron, asik, tapi semua menjadi menyebalkan ketika seorang mulai membandingkan. Seolah paling hebat, ia tanpa dosa berkata jika tak ada bidangnya, maka bidang yang aku anut tak ada apa-apanya.
Oh, Tuhan. Hidup ini memang menarik ya. Mungkin di sinilah kenapa perbedaan itu ada. Setidaknya ada cerita dimana kau berdebat dan saling merasa benar, lalu tertawa dan miris sendiri setelah tahu kita itu saling membutuhkan.
Pada akhirnya hanya gengsi yang timbul, saling tak acuh padahal saling membutuh. Inilah kehidupan. Saat kau merasa paling dihargai, dihormati, suatu hal lain, karena ada yang menghargai dan menghormatimu lah yang membuat statusmu dihargai atau dihormati.
Bisa dibilang, tidak akan ada idola jika tak ada fans. Mereka saling membutuhkan, perbedaan status mereka saling menopang. Layaknya, wanita dan pria. Ibu dan ayah. Seperti itu juga para bidang-bidang, mungkin anak teknik memang kaku dan membosankan. Tapi, ya beginilah, kita fokus pada hal yang kita anut, dan biarkan mereka berkata apa. Kita punya peminatan masing-masing, dan pada akhirnya kita saling membutuhkan.
Salah satu hal terbenci di kehidupan ini adalah membanding-bandingkan. Entah kenapa, menurutku di dunia ini sulit, bahkan sangat sulit untuk membandingkan satu dengan satu lainnya. Karena, bagiku tak ada satu pun yang sama persis di dunia ini. Bahkan memilih hero dota saja tidak bisa sama.
Nikmati hidup ini di atas perbedaan, dengan itu kita tahu, kita butuh orang lain di kehidupan ini. Tutup perbedaan dengan senyuman peradaban, entah apa artinya. Kerja sama itu menyenangkan, apa lagi bersama-sama, kita bangun bangsa nan bersahaja.
Sepertinya, aku harus kembali dengan kesibukanku. Dan aku masih berharap bisa membelah diri.
Jumat, 21 November 2014
Izinkan Aku
Suatu momen bolehkah aku bertindak sesuka hati?
Tanpa peduli orang lain
Tanpa peduli perasaan mana yang terluka
Tanpa peduli emosi siapa yang memuncak
Tanpa peduli apa kata orang-orang.
Bisakah aku bertindak sesuka hati?
Seperti mereka-mereka yang riang menyakiti
Enggan peduli
Dan suka membuat emosi.
Tanpa peduli orang lain
Tanpa peduli perasaan mana yang terluka
Tanpa peduli emosi siapa yang memuncak
Tanpa peduli apa kata orang-orang.
Bisakah aku bertindak sesuka hati?
Seperti mereka-mereka yang riang menyakiti
Enggan peduli
Dan suka membuat emosi.
Bisakah aku melakukan itu?
Bisakah?
Aku mohon, rasanya kepalaku ingin pecah
Berkeping-keping dan mungkin tak ada yang peduli
Karena hidup ini mungkin sekadar imajinasi
Biarkan aku terusik, tidak untuk mereka
Biarkan aku menderita,
Bahagia untuk mereka
Persetan.
Bisakah?
Aku mohon, rasanya kepalaku ingin pecah
Berkeping-keping dan mungkin tak ada yang peduli
Karena hidup ini mungkin sekadar imajinasi
Biarkan aku terusik, tidak untuk mereka
Biarkan aku menderita,
Bahagia untuk mereka
Persetan.
Kamis, 20 November 2014
Kucing-kucing Petualang
Mereka tak senyaman kita, hidup di bawah atap, bercanda-gurau, berbicara, makan dan melakukan kesenangan sesuka hati. Mereka harus berlari, memburu pengisi perut, berkalana pada malam hari. Entah betapa hebatnya mereka.
Ya, sebenarnya aku orang yang paling malas dengan hewan. Tapi, belakangan ini, para kucing-kucing itu mencoba menggangguku. Nongol dihadapanku dengan wajah yang memelas. Bahkan hingga ada seekor kucing hitam yang masuk ke kamar kosanku dan guling-guling di tikarku.
Aku langsung panik dan berusaha mengusirnya, tapi beberapa detik setelah melihat seekor kucing itu seolah mendapatkan tempat yang nyaman untuk istirahat malamnya. Aku jadi sedikit kasihan, bagaimana jika itu adalah aku? Ya, itu memang sulit terjadi.
Tapi, seolah dia mendapatkan sesuatu yang ia inginkan, beristirahat setelah berpetualan menelusuri kota untuk mencari pengganjal perutnya. Namun, berhubung aku kurang suka dengan hewan, pada akhirnya aku usir kucing malang itu.
Bahkan, uniknya, entah kapan ia masuk. Ketika sore hari aku pulang dari kampus. Kucing itu tiba-tiba di dalam kamarku. Seandainya ia bisa diajak bicara dan bisa diatur semudah apa yang dibayangkan, mungkin aku rela saja membagi dua kasurku dengan kucing itu.
Ya, itu memang sulit terjadi juga. Terkadang aku berpikir, ia akan merusak apa yang ada di kamar super duper berantakan ini. Pada akhirnya kucing itu tidur di karpet depan pintu salah satu penghuni kamar kosan di tempatku.
Selain kucing hitam yang sering nongol dikosanku itu. Waktu aku sedang makan di tengah pekatnya malam, aku melihat seekor kucing kecil yang super lucunya. Aku sudah kehilangan akal saat itu, bahkan aku berpikir untuk merawatnya. Padahal jelas-jelas aku memahami, aku paling malas dengan namanya hewan.
Tapi, kucing itu benar-benar lucu. Warnanya yang terlihat menenangkan, abu-abu serta putih, meongannya yang merdu nan cempreng, wajahnya yang mungil nan lucu, pokoknya saat itu aku kehilangan akal. Nyaris kubawa pulang dan kupelihara.
Namun, semua itu tak terjadi. Mungkin suatu saat aku ingin melihara seekor kucing yang lucu. Sungguh betapa tangguhnya mereka--para kucing. Berpetualang setiap saat, mencari tempat beristirahat sertadan sesuap remahan untuk ia telan begitu saja.
Tak sedikit orang bertingkah buruk padanya, kucing-kucing petualang itu harus aku beri apresiasi. Betapa lucunya mereka untuk berkeliaran di tengah gemerlap dan sendunya malam. Kupikir, aku harus segera punya anak dan memintanya untuk melihara kucing. Ya, aku tak mau ambil repot saja sih. Haha...
Selasa, 18 November 2014
Senin, 17 November 2014
Pada Akhirnya Waktu Merekamnya
Inilah salah satu bagian terindah dalam hidup. Sebuah kenangan. Ya, kenangan suatu anugerah terindah. Saat kau mengingatnya dan meresapi yang telah terjadi itu. Kenangan seolah memaksa otak mencerna semua yang terekam, menghidupkan kembali cerita lama walau hanya sebuah bayang-bayang.
Tapi, seperti itulah kenangan bekerja. Dengan mengingatnya, ada rasa sedih, gembira, kesal, dan bahkan membuatmu senyum tak kepayang. Begitulah kenangan dibuat. Dan di era yang sudah luar biasa ini, kenangan tak hanya bisa direkam diotak. Banyak peralatan canggih untuk merekam kenangan tersebut.
Entah foto, tulisan, atau bahkan video yang menggemaskan. Kenangan bisa kita nikmati lebih dari sekadar bayangan dipikiran. Terlihat begitu nyata, dan suatu saat mungkin ada peralatan yang membuat kenangan itu terasa begitu sangat nyata. Seolah kita kembali ke sana, benar-benar kembali.
Entah dengan image processing yang begitu dahsyat atau apa. Tentu saja itu bukan hal yang mustahil. Ya, suatu saat kenangan kian menjadi nyata. Dan disaat itu pula, kenangan mungkin bisa jadi biasa atau mengesankan. Aku tak peduli.
Kini kenangan terasa hadir, saat beberapa kata terucap dan sejuta sel diotak mencerna. Oh betapa manisnya dahulu kala, walau kata-kata manja lebih sering terucap dan rengekan kecil yang menggoda seolah bertanda, aku begitu bahagia.
Kenangan. Oh betapa senangnya memiliki kenangan. Semuanya terasa berharga. Saat kita tersadar, bahwa itu momen terbaik yang pernah ada. Momen tersulit yang pernah dilalui. Sebuah senyuman tipis dari bibir ini telah membuktikan, waktu berjalan begitu cepat. Dan semua berjalan seperti apa yang diupayakan.
Kenangan itu sungguh menarik. Dan waktulah yang sebenarnya merekam dengan bijak.
Minggu, 09 November 2014
Aku Jatuh Cinta
Sudah setahun lebih novelku beredar di toko buku dan kini ku tak tahu masih ada atau tidak. Terpenting, sekarang aku jatuh cinta dengan Pulchra. Sialnya, aku telah melewati waktu selama ini dan tak menyadari bahwa aku t'lah jatuh cinta dengannya.
Sabtu, 08 November 2014
Senin, 27 Oktober 2014
Es Krim
Beruntung berkhayal masilah gratis. Sungguh beruntung.
*
Ceritanya bermula dari pembahasan tentang pernikahan. Saat itu temanku bercerita sedang ingin menghadiri pernikahan temannya. Sungguh tak menyangka memang jika mempunyai teman yang esoknya sedang ingin menikah. Tapi, topik utamanya bukanlah itu. Cerita itu berkembang biak hingga akhirnya, es krimlah yang mendominasi.
Entah kenapa, belakang ini aku sangat addict dengan es krim, mungkin karena kebetulan aku sudah jarang menikmati butiran cokelat atau rasa lainnya yang memadat dan sungguh nikmat jika dijilat hingga muka cemong karenanya.
Rasanya memang sungguh nikmat, begitulah definisi es krim bagiku. Dan aku serta temanku itu sering membahas tentang es krim. Ketika topik pada tentang pernikahan, aku pun bertanya.
"Ada Es Krim di resepsinya?"
Temanku membalasnya. "Tidak, tidak ada. Tapi, makanan lainnya enak."
Saat itulah aku mulai berkhayal. Aku langsung mengutarakan khayalanku itu kepadanya. "Bagaimana jika nikahan isinya hanya es krim?"
Temenku sepertinya kebingungan saat itu. Aku langsung menjelaskannya. "Ya, tidak ada lauk pauk. Semua digantikan dengan es krim. Jadi nanti bakal ada es krim rasa rendang, es krim rasa sayur bayam, es krim rasa sambal, dan es krim rasa kerupuk. Kupikir itu cukup untuk hidangan para tamu."
Dan saat itu temenku tertawa, ya memang terdengar aneh. Tapi, itu sungguh menarik. Apalagi jika dicoba. Tak terbayang jika semua dijadikan es krim. Hingga akhirnya kami membahas tentang es krim yang dibuat dengan nitrogen.
Oh tidak, es krim, kenapa kau begitu lezat? Apakah sekarang ini, ya, detik ini aku bisa mendapatkan es krim? Please, satu es krim untukku. Sepertinya aku harus segera ke minimarket.
Minggu, 26 Oktober 2014
Dingin Menyesap Dalam Darah
Waktu itu menjelang senja, beranjak dari kasur dan bersiap-siap menuju tempat tujuan. Seiringnya berjalan waktu, aku terus melangkah di atas bebatuan jalanan yang tak menentu. Melewati kebulan debu melayang diudara.
Setibanya di kampus, aku iseng menepuk telapak tanganku ke baju, alih-alih membuang rasa bosan berjalan sendirian. Tapi, saat itu, aku merasakan sesuatu yang aneh dan begitu unik. Saat aku menepuk tanganku, seolah tanganku basah. Seolah tanganku menyentuh ke air. Pokoknya tanganku merasakan hawa dingin.
Ketika aku memeriksanya, tanganku tak lembab, cukup kering untuk tidak merasakan hal seperti itu. Dan ketika aku memeriksa beberapa tempat yang aku pukul dengan telapak tanganku. Aku tak mendapati bagian yang lembab atau basah. Semua tampak tak ada yang berbeda.
Aku mencoba menepuk tanganku beberapa kali. Dan aku merasakan hal yang sama. Sungguh luar biasa. Aku merasa ada hawa sejuk berada dalam kulit telapang tanganku. Jika aku sangat sotoy, mungkin aku akan bilang seolah darahku mengalir seperti air.
Beruntung aku bukan dokter atau semacamnya. Jadi aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Jika diumpamakan aku seperti memakai sarung tangan lalu menyelupkannya ke air. Saat itu aku merasa hawa dingin dan ketika kutarik serta melepas sarung tangannya. Aku tak merasa apa-apa. Bahkan terlihat kering.
Ini sungguh memutar otakku, aku sangat malas untuk mencari tahu ke mbah google. Tapi, aku menikmatinya. Rasanya lucu, seperti ada rasa mint dalam darahku. Ya, semoga saja ini bukan bertanda hal buruk. Karena kupikir, sudah cukup buruk akhir-akhir ini. Ya, semoga saja.
Jumat, 24 Oktober 2014
Berhenti Berharap
Terkadang aku ingin berhenti berharap. Saat melihat yang diharapkan merangkak menjauh dan mungkin saja berlari kencang tanpa sepengetahuanku. Terkadang aku ingin berhenti berharap, saat tak punya lagi dalih untuk menahan rasa malu ini.
Jutaan kata, jutaan cerita. Semua berkata tentang mimpi. Tentang harapan. Sayangnya aku terlalu percaya. Aku terus mengutarakannya. Terus bermimpi dan berandai-andai. Dan aku terus melakukan itu tak peduli itu hanya sebatas isapan jempol.
Sempat aku tertegor, saat bilang butuh langkah nyata untuk semua itu. Hem, terkadang aku berusaha mencoba tapi nyatanya aku gagal. Dan satu hal yang sulit dihilangkan adalah menahannya, menahan rasa malu akan kekalahanku itu.
Walau jutaan film memotivasi, jutaan musik mengiringi. Tetap rasa piluh selalu hadir dalam kegagalan yang memeras jiwa dan otak. Terkadang aku berpikir dunia telah berakhir, saat semua menjadi berantakan dan lebih parah lagi.
Terkadang aku ingin berhenti berharap. Saat melihat orang lain yang tak perlu berharap mendapatkan sesuatu yang aku harapkan. Dan aku yang begitu mengharapkannya seolah dicampakkan begitu saja.
Kecewa? Memang begitu adanya. Terkadang aku ingin berhenti berharap. Tapi, nyatanya ku tak bisa. Setelah itu aku berpikir. Jika aku berhenti berharap, lalu apa yang akan ku tuju dalam dunia yang fana dan begitu menyumpakkan ini.
Sejauh apapun harapanku berlari meninggalkanku. Kehidupan ini sudah dirancang seepic mungkin. Melebih film-film hollywood yang membuatku terkagum-kagum. Aku percaya itu, dan kini aku sedang berharap. Setelah catatan ini, aku tak pernah berpikir lagi bahwa harapan itu pasti tiba. Di waktu yang telah disediakan. Di kebahagiaan yang membanggakan.
Ah, sudahlah. Sepertinya aku butuh istirahat setelah pelik-pelik yang semakin bertambah dan begitu mengusik jiwa.
Kembali dan Kupikir Aku Lelah
Sudah lebih dari seminggu aku merasakan begitu berantakan. Rasanya aku ingin meledak. Aku seperti orang yang tak tahu lagi arah. Berkelakuan tak menentu, rasanya ingin bertindak sesuka hati. Aku benar-benar kacau saat itu.
Ya, begitulah aku. Dan pada akhirnya, semua itu menunjukkan jati dirinya. Kasus lama bersemi kembali. Mungkin itu ceritanya. Dan kupikir aku mulai lelah dengan semua ini. Ingin benar-benar menyelesaikan semua ini dan melupakannya. Terlebih tidak mau berjumpa dengan hal ini lagi.
Sekian kekesalan ini. Mungkin akan terus menggerogoti pikiran hingga waktu tak menentu. Entah kapan, aku pikir ini begitu lama. Sampai menemukan pengganti dan membuang jauh kisah ini. Kuharap ada jalan yang bisa menghantarkan aku ke sana. Tujuanku sekarang.
Ya, begitulah aku. Dan pada akhirnya, semua itu menunjukkan jati dirinya. Kasus lama bersemi kembali. Mungkin itu ceritanya. Dan kupikir aku mulai lelah dengan semua ini. Ingin benar-benar menyelesaikan semua ini dan melupakannya. Terlebih tidak mau berjumpa dengan hal ini lagi.
Sekian kekesalan ini. Mungkin akan terus menggerogoti pikiran hingga waktu tak menentu. Entah kapan, aku pikir ini begitu lama. Sampai menemukan pengganti dan membuang jauh kisah ini. Kuharap ada jalan yang bisa menghantarkan aku ke sana. Tujuanku sekarang.
Kamis, 16 Oktober 2014
Nebula
Untuk mereka yang masih percaya akan mimpi setinggi langit.
Untuk mereka yang masih percaya semua itu kian jadi nyata.
Untuk mereka yang tak pernah lelah.
Untuk mereka yang bersyukur akan nikmat yang ada.
***
Disaat keterbatasan menahan semua mimpi
Di sinilah aku berlabuh
Tak tahu siapa yang ada
Kucoba menerka sedalam-dalamnya
Waktu berguguran
Semi telah menghilang
Hujan menghantar hari
Detik demi detik
Semua itu memberiku makna
Arti sebuah perjalanan yang akan kutempa
Mulai percaya dengan jati diri
Pelabuhanku sungguh berarti
Waktu mengajarkanku akan kedamaian
Mengenal perlahan dan kian saling mengenang
Perjalanan indah yang ingin kita genggam
Walau sekarang masih sekadar angan, tapi bukanlah halangan
Bisik demi bisik
Awalnya aku dan kita ragu
Mimpi ini seolah tabu
Kian hari kian kelabu
Tapi, siapa gerangan?
Mencari alasan akan keterbatasan
Padahal mimpi tak pernah salah
Saat kita mencoba meraihnya dan tak pernah lelah
Kian waktu yang menyuarakan
Membuka mata dan semua terang benerang
Mimpi itu menjadi nyata
Saat kita mengembang senyum gembira
Dan akhirnya dunia pun tahu
Tak peduli apa yang menghalangimu
Pelabuhanku bukanlah perhentianku
Melainkan sembuah peluncur hebat yang siap melonjak
Terbang, tinggi, menuju cakrawala tak terhingga
Merobek orbit yang ada
Kita bagaikan planet tiada dua
Bertengger diangkasa, dengan bangga dan melepas derita
Dan ketika saat itu tiba
Kupikir, itulah saatnya
Bercerita pada orang tua
Aku tersesat di pelabuhan nirwana.
Rabu, 15 Oktober 2014
Senin, 13 Oktober 2014
Terkadang Berpikir Demikian
Terkadang omong kosong adalah:
"Yuk ikut aja, nggak bisa nggak apa-apa. Kita sama-sama belajar."
Pada akhirnya kita semua di tes akan hal itu, padahal kan nggak bisa. Kan bilangnya nggak apa-apa. Katanya mau sama-sama belajar. Gimana mau sama-sama belajar, tapi nggak bisa ikut belajar.
Terkadang aku berpikir demikian...
Suka kasihan juga, sama diri sendiri dan orang yang terkena php. Ada kata-kata yang rancu disana, mungkin niat dan usaha bisa mengalahkan semua perihal itu. Tapi, bagaimana mungkin bisa, jika kita belum diperbolehkan mencobanya. Ya, mau tak mau, belajar sendiri lalu menawarkan diri ke publik tersebut.
Berharap Semesta Menghukumnya
Terkadang hawa nafsu seenaknya jidat. Ingin ini ingin itu, tak pernah tahu apa itu situasi dan kondisi. Sesekali ingin kuberi ia hukuman akan itu, tapi nyatanya tak bisa. Selalu berharap semesta menghukumnya. Agar ia sadar diri, bahwa yang ia lakukan tak selamanya tepat dan tak selamanya kuinginkan.
Minggu, 12 Oktober 2014
17:23
Kalau tidak salah, ya, sepertinya itu benar. Tepat pada waktu itu. Rasanya sejuta mimpi yang dulu diotak, kini seperti migrasi ke ujung bibir yang ketar-ketir namun terus terpanjat doa. Segala upaya seolah telah dikerahkan. Mimpi itu kini tinggal menghitung waktu untuk menjawabnya, apa sudah layak aku menggapainya, atau masihkah harus kurasakan ketar-ketir luar biasa di setiap detiknya.
Seperti ayam yang baru menetaskan telurnya. Bahagia, berharap anaknya menjadi orang yang hebat layaknya para orang tua. Begitu pula kenyataan ini. Tepat di waktu itu, semua menjadi tak terbayangkan. Seolah sejuta warna hanya ada putih atau hitam. Menang atau kalah. Bahagia atau sedih.
Tapi, peduli setan. Keesokannya, waktu untuk berjuang di lain hal telah dimulai. Perang ini tak menyisakan luka, tapi menyisakan rasa yang tak terdefinisikan. Maka dari itu, tak ada hal yang tak patut diperjuangkan. Sejenak aku berseru akan waktu itu, dan kini aku harus berkutat mempersiapkan perang selanjutnya.
Biarkan aku menyelesaikan urusanku dan tak semua orang tahu, biarkan mereka melihat apa yang kuraih. Agar mereka tahu, hidup ini nyatanya tak sesulit sebagaimana orang menganggapnya. Tentu saja, ada masa semua harus jelas serinci mungkin. Kuharap itu hal yang terjadi.
Sabtu, 11 Oktober 2014
Menanti Dari Persembunyiannya
Orang bilang aku sepertinya harus lembur malam ini. Dan begitu saja aku setuju. Anggapan mereka benar-benar masuk diakal. Aku sepertinya memang harus menghabiskan malamku dengan hal-hal ini. aku setuju, benar-benar setuju.
Dan beberapa saat kemudian...
Apa yang harus aku lakukan? Apa yang perlu kukerjakan? Terlihat banyak, tapi seolah kabur. Berbayang, sulit kugenggam. Aku berusaha melukisnya, tapi nyatanya hal-hal ini masih juga tak keluar dari persembunyiannya.
Jadi apa yang harus aku lemburkan? Sepertinya aku harus menunggu. Segelas susu sepertinya membantu malam ini sedikit lebih padat.
Waktu Sudah Melebihi Kapasitasnya
Waktu sudah melebihi kapasitasnya. Kembali menuju nol, layaknya hidup baru. Dan hari baru memang sudah tiba. Namun, akar pikiran serta embel-embelnya terus memusat pada perkara kemarin-kemarin. Saat itu aku berpikir keras.
Seandainya aku amuba, kuharap bisa membelah diri.
Seandainya aku naruto, kuharap aku bisa memiliki seribu bayangan.
Tapi, apa daya. Pujangga pun bukan. Aku hanya orang rakus akan mimpi, dan berharap tak membuang waktu hanya karena tak ada yang peduli. Lalu aku berhenti sejenak, dan berpikir lagi. Kupikir aku sudah melangkah begitu jauh, tapi sayangnya, langkahku tidak di satu jalan. Seolah kakiku banyak, aku tersesat di semua kesempatan hebat ini.
Oh Tuhan, Engkau terlalu baik, memberiku banyak kesempatan. Hingga aku enggan untuk menolak, dan pada akhirnya aku curiga. Ini semacam godaan seperti layaknya Nabi Adam memakan buah yang dilarang. Apakah kesempatan ini sebenarnya dilarang? Hanya Engkau yang tahu.
Dan aku siap terlelap. Mungkin bukan pemikiran yang terus kulakukan, tapi tindakan pasti akan semua masalah yang semulanya adalah kegemilangan yang bertubi. Terkadang aku takut dianggap, saat kuyakin mereka akan melupakannya. Terkadang berpikir tak dikenal, tak perlu ada kesedihan di dalam situ.
Biarkan, biarkan aku terlelap malam ini. Bermimpi layaknya para bocah ingusan di tengah sawah dan berteriak. Di tengah angin sepoi-sepoi, ditengah usapan halus dari para padi yang bergoyang beriringan. Kuharap aku masih bisa bermimpi, saat ini dan setelahnya. Setidaknya seperti yang kubayangkan barusan.
Seandainya aku amuba, kuharap bisa membelah diri.
Seandainya aku naruto, kuharap aku bisa memiliki seribu bayangan.
Tapi, apa daya. Pujangga pun bukan. Aku hanya orang rakus akan mimpi, dan berharap tak membuang waktu hanya karena tak ada yang peduli. Lalu aku berhenti sejenak, dan berpikir lagi. Kupikir aku sudah melangkah begitu jauh, tapi sayangnya, langkahku tidak di satu jalan. Seolah kakiku banyak, aku tersesat di semua kesempatan hebat ini.
Oh Tuhan, Engkau terlalu baik, memberiku banyak kesempatan. Hingga aku enggan untuk menolak, dan pada akhirnya aku curiga. Ini semacam godaan seperti layaknya Nabi Adam memakan buah yang dilarang. Apakah kesempatan ini sebenarnya dilarang? Hanya Engkau yang tahu.
Dan aku siap terlelap. Mungkin bukan pemikiran yang terus kulakukan, tapi tindakan pasti akan semua masalah yang semulanya adalah kegemilangan yang bertubi. Terkadang aku takut dianggap, saat kuyakin mereka akan melupakannya. Terkadang berpikir tak dikenal, tak perlu ada kesedihan di dalam situ.
Biarkan, biarkan aku terlelap malam ini. Bermimpi layaknya para bocah ingusan di tengah sawah dan berteriak. Di tengah angin sepoi-sepoi, ditengah usapan halus dari para padi yang bergoyang beriringan. Kuharap aku masih bisa bermimpi, saat ini dan setelahnya. Setidaknya seperti yang kubayangkan barusan.
Rabu, 08 Oktober 2014
Obral Kepercayaan
Saat semua orang mempercayaiku
Di situlah aku mulai sibuk dengan urusanku
Saat semua orang mempercayaiku
Aku mulai bingung untuk menampiknya
Dan pada akhirnya
Aku tak bisa dipercaya
Karena apa?
Aku terlalu dipercayai saat itu, dan pada akhirnya aku kebingungan
Urusanku memang urusanku, tapi seketika aku terlalu polos untuk mengiyakan segalanya
Dan saat mereka tak percaya padaku
Aku mulai kebingungan untuk kesekian kalinya
Apa yang harus aku lakukan agar mereka percaya padaku?
Dan saat itu pula, cerita ini tak pernah berakhir
Berulang, mengulang, dan diulang
Kepercayaan ini datang dan pergi
Bersemi dan gugur
Rotasi bumi seolah membantu mengalunkan
Nada-nada kehidupan serta kematian itu
Kepercayaanku seolah diperkosa saat itu
Dan pada akhirnya kepercayaan kepadaku mulai habis
Semua orang bosan
Dan aku pun juga.
Di situlah aku mulai sibuk dengan urusanku
Saat semua orang mempercayaiku
Aku mulai bingung untuk menampiknya
Dan pada akhirnya
Aku tak bisa dipercaya
Karena apa?
Aku terlalu dipercayai saat itu, dan pada akhirnya aku kebingungan
Urusanku memang urusanku, tapi seketika aku terlalu polos untuk mengiyakan segalanya
Dan saat mereka tak percaya padaku
Aku mulai kebingungan untuk kesekian kalinya
Apa yang harus aku lakukan agar mereka percaya padaku?
Dan saat itu pula, cerita ini tak pernah berakhir
Berulang, mengulang, dan diulang
Kepercayaan ini datang dan pergi
Bersemi dan gugur
Rotasi bumi seolah membantu mengalunkan
Nada-nada kehidupan serta kematian itu
Kepercayaanku seolah diperkosa saat itu
Dan pada akhirnya kepercayaan kepadaku mulai habis
Semua orang bosan
Dan aku pun juga.
Hukum Sepuluh Ribu Jam
Lakukan 'itu' sepuluh ribu jam, maka kamulah sang ahli.
*
Beberapa dosenku bilang, kamu akan menjadi ahli saat melakukan hal itu sebanyak 10 ribu jam. Dan saat itu, aku merasa berdosa. Begitu berdosa. Saat ketertarikan suatu bidang melebihi hawa nafsu akan harta. Saat peluang selalu menampilkan jati dirinya ditengah kehampaan, seolah aku menjadi orang yang linglung, tersesat, dan benar-benar payah.
Di dunia itu terlalu banyak hal, terlebih lagi banyak hal menarik yang ingin sekali ditelusuri, dipelajari, dan dinikmati. Terlalu banyak, sangat banyak, bahkan aku tak bisa membedakan, mana yang diminat atau sekadar ingin tahu. Semua terlalu hebat.
Ini menjadi beban yang begitu berat, saat peluang yang hadir memberimu harapan. Terkadang aku berdiam diri, ya, kembali di tengah pekat malam. Terkadang pun misuh-misuh ke seseorang. "Aku begitu tak fokus, bayangkan, setiap hari yang kulakukan berbeda-beda." Setelah itu aku lalu menasehati temanku yang lain dengan sotoynya, bahwa hidup jangan statis.
Tapi, setelah ditilik, hidup dinamis, terlalu dinamis memang asyik. Namun, ada efek samping. Apa yang bisa aku jadikan sebuah keahlian? Jangankan 10 ribu jam, seratus jam saja aku tak mampu. Terkadang aku ingin melepas segalanya dan fokus terhadap satu hal. Tapi, seperti ibu yang menyayangi semua anaknya tanpa memikirkan anak pertama hebat atau kedua begitu. Aku ingin mengasuh mereka semua.
Hukum 10 ribu jam itu terus menghantui, sialnya begitu. Sekarang aku menulis ini dengan hati yang bimbang. Apa bisa aku merelakan sesuatu untuk sesuatu yang lebih hebat? Seharusnya bisa, tapi... Ah sial, peluang itu hadir lagi, ia menggodaku. Dan akhirnya, aku terjerembat lagi. Lagi, dan lagi.
Ketikda konsistenan ini kuyakin bakal menikamku diam-diam saat aku tak berdaya dan seolah tak berguna, karena tak ada satu pun yang kusebut ahli. Entah, itu hanya presepsi semata. Tapi, aku benar-benar kesal dengan diri ini saat ini. Tolong, fokus... Fokus!
Selasa, 07 Oktober 2014
Dolog
Apa itu Dolog? Saat itu ruangan senyap, beberapa orang menanti satu orang untuk menjawabnya. Sementara satu orang itu sibuk mengetik kata 'Dolog' di papan keyboardnya. Jeda beberapa detik, semua kembali berbincang.
Jadi Dolog adalah... Dan malam itu diakhiri dengan berpusing dan pekerjaan yang siap menikam.
Minggu, 05 Oktober 2014
Efek Manipulasi Tulang Rawan
Apa ada yang memperhatikan detail kecil itu? Ya, ada perbedaan postur tubuh saat siang hingga malam hari dengan pagi hari. Apa yang membuatnya berbeda? Beberapa hari ini, aku menjadi doyan baca hal-hal seperti ini. Dan akhirnya aku mendapati jawabannya.
Sebenarnya inti permasalahannya adalah tulang rawan kita. Pada saat siang hingga malam hari kita banyak melakukan aktivitas sehingga tanpa disadari kita mengkompres atau menekan tulang rawan kita saat kita berjalan, berlari, atau aktivitas lainnya.
Hal tersebut yang mengakibatkan kita terlihat lebih pendek saat malam hari. Berbeda dengan pagi hari, di pagi hari kita telah melewati proses hebat yaitu, tidur. Saat tidur tubuh kita menjadi lebih rileks dan tidak mendapati tekanan terhadap tulang kita, sehingga tubuh kembali mengembang dan seolah-olah memanjang.
Dan sekarang aku memikirkan, tepatnya saat aku menatap cermin lamat-lamat. Aku merasa, hidungku terkadang membesar dan ketika mencermin di lain waktu aku merasa hidungku baik-baik saja. Apakah ini ada sebab sehingga berakibat seperti itu? Oh hidungku.
Sabtu, 04 Oktober 2014
Apresiasi Kaula Muda
Ketika itu waktu sedang senggang, selepas melepas keringat, mengorbit kesana-kemari mencari sebuah kemenangan yang tak kunjung pasti. Dan pada akhirnya, keringat itu membuahkan hasil. Hasil yang sebanding dengan usaha yang cukup giat. Dan di saat senggang itu, aku sejenak terdiam. Melepas karbondioksida dan terus bertukar dengan oksigen, detik demi detik.
"Hello... Kaula Muda." ujar salah satu pembawa acara salah satu radio yang terdengar dari salah satu laptop temanku. Saat itu aku terbangkit dari terdiam. Dan tiba-tiba saja kata-kata kaula muda itu mengganggu diriku. Seolah-olah aku terus dibisiki kata-kata itu. Sungguh laknat memang, kata-kata itu memintanya untuk mengaitkan dengan perihal lain. Ya, ini yang cukup menarik.
Beberapa waktu sebelumnya, di malam yang ramai. Aku dan beberapa orang hebat berdiskusi renyah, dengan sajian ala kadarnya dariku. Kami tenggelam dalam berbagai opini, fakta, dan cerita pengalaman yang tak kalah menariknya.
Perbincangan yang terjadi sebenarnya tak terlalu penting, tapi tak cukup hebat untuk diabaikan. Saat itu salah seorang dari kami bilang. "Kalian tahu perbedaan bangsa ini dengan bangsa maju diluar sana?" pertanyaan itu seolah mengundang seribu tanya dalam sel-sel otakku. Menstimulus bekerja lebih giat, pada akhirnya aku mendapati buku hampa dalam otakku. Aku tak tahu menahu akan perbedaan yang ia tuju.
"Apresiasi." saat itu aku tenggelam. Beberapa hari setelah diskusi itu, aku menjadi seorang panitia di sebuah acara. Di sana, aku mencoba lagi hal baru. Aku menikmatinya, tapi aku bukanlah apa-apa. Tak terlalu hebat performaku saat itu, dan sebenarnya sebuah apresiasi sedikit menarik. Setidaknya atas usaha itu.
Tentu saja, apresiasi itu melayang. Walau lebih terlihat, banyak hal yang harus diperbaiki. Malam itu menjadi sedikit bahan renunganku, bahwa waktu memang begitu implikasi terhadap semua hal. Tak jauh seperti pengalaman, butuh waktu untuk membuatnya menjadi hebat.
Keesokannya, setelah aku mencari kemenangan dan mendengar pembawa acara radio berkata "Kaula Muda." Saat itu juga aku merasa, semua ini berhubungan. Ya, apa yang membedakan kebiasaan masyarakat kita dengan negara lain? Ya! Bentuk apresiasi.
Jika kalian percaya tentang sugesti, apresiasi merupakan sebuah bentuk sugesti berkonotasi positif yang luar biasa menarik. Jika ditilik, memang benar, di negara kita yang hebat ini banyak hal-hal menarik yang dilakukan. Tapi, terkadang entah kita terlalu sibuk atau apa, kita memilih tak peduli. Sekalinya peduli, bahkan kita sering kali menyela daripada memuji.
Banyak anak muda melakukan hal hebat, tapi mereka lebih sering dicecar, dikritik habis-habisan, dan banyak lagi bentuk yang membuat para pemuda kita enggan berinovasi atau berkreasi. Berbanding terbalik di negara-negara hebat di luar sana.
Di negara hebat sana, bentuk apresiasi adalah sebuah tradisi. Bentuk apresiasi bisa berupa apa aja, dan dampaknya memang luar biasa. Seolah menstimulun perasaan serta otak menjadi begitu gembira dan dihargai.
Hidup ini memang menarik, satu kata bisa membuat bahagia atau sedih. Apresiasi kaula muda, para pemuda butuh apresiasi untuk lebih percaya diri akan apa yang dilakukan dirinya. Apresiasi tak perlu ditunjukkan secara langsung, setidaknya jangan terlalu membuatnya merasa berdosa akan kreatifitas yang mereka lakukan.
Halo kaula muda, jangan takut berkarya. Ini hidup bukan remah-remah roti, kita adalah susu yang berada di tengah-tengah roti. Membuat roti menjadi begitu nikmat, manis, dan bermanfaat. Seolah roti tersebut bak dunia yang akan menjadi berwarna dengan adanya karya-karya kita. Kuharap ini apresiasi untuk kita semua.
"Hello... Kaula Muda." ujar salah satu pembawa acara salah satu radio yang terdengar dari salah satu laptop temanku. Saat itu aku terbangkit dari terdiam. Dan tiba-tiba saja kata-kata kaula muda itu mengganggu diriku. Seolah-olah aku terus dibisiki kata-kata itu. Sungguh laknat memang, kata-kata itu memintanya untuk mengaitkan dengan perihal lain. Ya, ini yang cukup menarik.
Beberapa waktu sebelumnya, di malam yang ramai. Aku dan beberapa orang hebat berdiskusi renyah, dengan sajian ala kadarnya dariku. Kami tenggelam dalam berbagai opini, fakta, dan cerita pengalaman yang tak kalah menariknya.
Perbincangan yang terjadi sebenarnya tak terlalu penting, tapi tak cukup hebat untuk diabaikan. Saat itu salah seorang dari kami bilang. "Kalian tahu perbedaan bangsa ini dengan bangsa maju diluar sana?" pertanyaan itu seolah mengundang seribu tanya dalam sel-sel otakku. Menstimulus bekerja lebih giat, pada akhirnya aku mendapati buku hampa dalam otakku. Aku tak tahu menahu akan perbedaan yang ia tuju.
"Apresiasi." saat itu aku tenggelam. Beberapa hari setelah diskusi itu, aku menjadi seorang panitia di sebuah acara. Di sana, aku mencoba lagi hal baru. Aku menikmatinya, tapi aku bukanlah apa-apa. Tak terlalu hebat performaku saat itu, dan sebenarnya sebuah apresiasi sedikit menarik. Setidaknya atas usaha itu.
Tentu saja, apresiasi itu melayang. Walau lebih terlihat, banyak hal yang harus diperbaiki. Malam itu menjadi sedikit bahan renunganku, bahwa waktu memang begitu implikasi terhadap semua hal. Tak jauh seperti pengalaman, butuh waktu untuk membuatnya menjadi hebat.
Keesokannya, setelah aku mencari kemenangan dan mendengar pembawa acara radio berkata "Kaula Muda." Saat itu juga aku merasa, semua ini berhubungan. Ya, apa yang membedakan kebiasaan masyarakat kita dengan negara lain? Ya! Bentuk apresiasi.
Jika kalian percaya tentang sugesti, apresiasi merupakan sebuah bentuk sugesti berkonotasi positif yang luar biasa menarik. Jika ditilik, memang benar, di negara kita yang hebat ini banyak hal-hal menarik yang dilakukan. Tapi, terkadang entah kita terlalu sibuk atau apa, kita memilih tak peduli. Sekalinya peduli, bahkan kita sering kali menyela daripada memuji.
Banyak anak muda melakukan hal hebat, tapi mereka lebih sering dicecar, dikritik habis-habisan, dan banyak lagi bentuk yang membuat para pemuda kita enggan berinovasi atau berkreasi. Berbanding terbalik di negara-negara hebat di luar sana.
Di negara hebat sana, bentuk apresiasi adalah sebuah tradisi. Bentuk apresiasi bisa berupa apa aja, dan dampaknya memang luar biasa. Seolah menstimulun perasaan serta otak menjadi begitu gembira dan dihargai.
Hidup ini memang menarik, satu kata bisa membuat bahagia atau sedih. Apresiasi kaula muda, para pemuda butuh apresiasi untuk lebih percaya diri akan apa yang dilakukan dirinya. Apresiasi tak perlu ditunjukkan secara langsung, setidaknya jangan terlalu membuatnya merasa berdosa akan kreatifitas yang mereka lakukan.
Halo kaula muda, jangan takut berkarya. Ini hidup bukan remah-remah roti, kita adalah susu yang berada di tengah-tengah roti. Membuat roti menjadi begitu nikmat, manis, dan bermanfaat. Seolah roti tersebut bak dunia yang akan menjadi berwarna dengan adanya karya-karya kita. Kuharap ini apresiasi untuk kita semua.
Kamis, 02 Oktober 2014
Tak Semudah Itu Mie Instan
Kini aku berharap gagal. Karena aku yakin, dibalik gelap akan ada terang. Seperti pepatah-pepatah bijak berkata. Ya, seperti inilah cara kerja semesta. Dibalik kesusahan ada kemudahan. Dan di sinilah aku berharap, dibalik segala kegagalan ini terbitlah kesuksesan.
Dan sekarang aku berharap gagal sebanyak mungkin, membuatku merasa sedih dan ingin menyerah. Membuatku merasa telah melakukan berbagai hal yang sia-sia. Tapi, angkatlah kepalaku saat itu terjadi, dan ingatkan tulisan ini. Bahwa aku yang meminta kegagalan besar itu, untuk apa? Untuk keberhasilan yang besar pula.
Tak ada yang instan, sekalipun mie instan, tentu saja ada prosedur pembuatannya. Bagaimana bisa mie instan itu enak? Karena usaha mereka membuatnya. Mudahkah? Tentu saja tidak, seperti teorema-teorema dan aksioma di mata kuliah, semua harus dipahami dan dipelajari. Dan kegiatan tersebut bukanlah hal yang instan, butuh proses dan butuh waktu untuk mendapati mie instan yang nikmat.
Memang hidup terlihat tak serumit itu, bahkan simpel, seperti artis yang tiba-tiba naik daun karena gosip-gosip yang melecit di televisi. Tapi, mereka pun sejatinya berusaha. Berusaha terlihat buruk atau baik di mata dunia, agar apa? Setidaknya mereka dibicarakan, dikenal. Walau menyedihkan atau membanggakan. Ya, itu usaha mereka untuk menggapai keinginan mereka.
Tapi, sekali lagi, kegagalan yang kuinginkan adalah sebuah telur yang sedang ingin menetas. Orbit yang ingin menghancurkan cakrawala. Membuat dobrakan hebat, untuk mengguncang dunia. Dan suatu saat aku akan bercerita layaknya para motivator dunia. Bahwa aku dulu adalah seorang pecundang, gagal ini gagal itu. Dan sekarang berdiri di sini, dengan jatuh bangun tiada tara.
Mungkin terdengarnya membosankan dan mulai mainstream, tapi memang begitu cara kerjanya semesta. Kita harus tiba di tidak tahu untuk menjadi paling pintar. Karena ketika berada di paling pintar, kita akan terpentok. Dan sejatinya itu seperti penurunan, layaknya pergerakan umur dan pertumbuhan. Dari kecil hingga besar badan kita, lalu ketika sudah mentok, badan kita menciut.
Proses dan waktu. Kesakitan dan mimpi. Itu satu paket menuju kegagalan yang berbuah keberhasilan. Walau masih banyak aspek-aspek penunjang lainnya. Tapi, ingatlah, kegagalanmu adalah keberhasianmu. Sekarang aku mencoba menjadi motivator gadungan, ah, peduli setan. Aku sedang bicara dengan diriku sendiri.
Selasa, 30 September 2014
Konversi Rasa
Seperti ada percikan api pada sumbu peledak
Sungguh rasanya ku ingin meledak
Terbakar, membara, melahap segala asa
Dan membuktikan, bahwa dunia tak selamanya kesusahan.
*
Sepertinya aku mulai kebingungan, saat menetapkan satu tujuan dan aku sendiri yang melanggarnya. Tapi, setiba di dunia yang benar-benar berbeda. Seperti satu dimensi pada satu vektor ke vektor lainnya. Terkadang dunia berbeda itu saling menghubungkan. Sebagaimana para riset dengan tulisannya. Para pengembang dengan prototipenya.
Keindahan tak selamanya dari hal yang manis. Apakah rindu itu selalu manis? Di sini, kutelan mentah-mentah pil pahit. Dari segala keegoan akan penolakan tentang yang aku lakukan. Di sini aku sungguh mulai merasakan kenikmatan yang pahit itu, ya, setidaknya ia berasa. Tidak hambar.
Seolah ada semacam alat konversi rasa, pahit itu berbuah menjadi manis. Menjalar keseluruh tubuh memberikan keindahan yang tersirat dalam kebahagiaan. Rasanya aku ingin meledak sekarang, walau kutahu. Kebahagiaan dan keindahan serta semua rasa terkonversi ini hanyalah semu, semua akan menghilang. Itulah yang harus aku pikirkan.
Namun, peduli setan! Ah sudah lama aku tak menggunakan kata itu, tapi sungguh nikmat. Seperti memendam dendam dari tahun ke tahun, saat dendam terbalasan sungguh nikmatnya. Ya, seperti itu ungkapan akan kata 'Peduli setan' tapi, yang kutuju bukan itu. Sekarang, penyorotan mimpiku adalah tujuanku. Kenikmatanku akan membawa kedamaian pada diriku yang selalu berkecamuk saat dosen berkata, bahwa banyak algoritma, banyak bahasa, banyak hal di dunia ini yang harus kamu kuasai. Terutama yang berurusan dengan bahasa pemograman.
Memang, nyatanya semua ini sulit. Sungguh sulit menjadikan berbagai hal menjadi satu kegiatan. Waktu dua puluh empat jam kurasa hanya ilusi, nyatanya waktu berdetak lebih cepat, beriringan dengan nada-nada sumbar yang mengarungi. Aku merasa, hidup tersiksa. Tapi, sekali lagi. Konversi rasa benar-benar akan menjadi buah bibir dunia kelak. Ini yang kurasa, saat mencoba menikmati, seperti menjilat es krim. Manis, tapi bikin haus. Ingin lagi, walau membuatmu sakit. Itulah kecanduan.
Kecanduan dapat berpotensi banyak tergantung dari berbagai sudut pandang. Hal-hal positif bisa mengubah kecanduan itu menjadi sebuah proyeksi akan prestasi yang membanggakan, walau orang lain berpikir kita sedikit autis dan mengerikan. Berambisi dan menjijikan. Terkadang ada orang yang melihat seperti itu.
Tapi, inilah kehidupan penuh dengan tampikan dan muslihat tak kasat mata. Peduli setan, mereka semua hanya iri dan tak pernah peduli, atau terlalu peduli? Sekali lagi, konversi rasa benar-benar mengubah sejuta mata yang ada. Bagaimana kalau semua itu kita nikmati? Rasa apa yang dirasa? Sungguh ini perlu mental, konversi rasa ini membutuhkan hal tersebut. Dampaknya sungguh luar biasa. Kuharap ini sedikit berguna untuk hidup yang berkecamuk akan rasa-rasa aneh itu.
Aku tak tahu harus mengakhiri tentang konversi rasa ini, tapi di sinilah aku. Mencintai dari apa yang kubenci. Rasa ini bertolak belakang sebagaimana pasangan muda baru memutuskan kekasihnya, mengkonversi kecintaan mereka menjadikan sebuah kebencian. Konversi rasa mereka sungguh ironis.
Nyenyaknya Raksasa Laut Dalam Kegelimpangan Harta Karun
Indonesia
secara geo-politik, historis, dan budaya merupakan sebuah negara maritim yang
memiliki jumlah pulau terbanyak serta garis pantai terpanjang dunia. Bahkan
Indonesia bisa digadang menjadi poros maritim dunia. Akan tetapi, semua itu
suli terjadi. Ada beberapa aspek yang menghalangi hal tersebut, antara lain
Pergeseran karakteristik bangsa Indonesia yang terpengaruh kolonialis, dimana
pemahaman didominasi oleh dasar pemikiran kontinental yang kemudian mengikis
sifat asli bangsa Indonesia yaitu, negara maritim. Pada sektor pemerintahan,
jika saja pembangunan yang menunjang sektor kelautan mampu diproyeksi dengan
baik, sektor itu mampu memberi dampak ekonomi yang dikira bisa mendapati sekitar
USD 1,2 triliun per tahun. Di samping aspek-aspek itu, pertahanan dari sektor
kelautan menjadi hal yang ideal untuk sebuah bangsa maritim. Pertahanan dapat
menunjang keamanan komoditas di sektor transportasi kelautan yang bisa
mengurangi kerugian sekitar 300 triliun pertahun termasuk pencurian ikan,
penyelundupan, dan perampokan.
Terkadang kita terlalu mengabaikan hal kecil yang jika dirinci adalah suatu besar yang tertimbun. Tak tersadarkah semua itu adalah lumbung keniscahayaan untuk pergerakan ekonomi jauh lebih baik. Selain membantu perekonomian, menjadi salah satu poros maritim dunia bukan lagi sekadar ancang-ancang. Pergerakan kultur yang meliput seluruh masyarakat bangsa, menjadi awal mula kesadaran akan betapa kayanya bangsa ini di sektor kelautan. Dengan begitu, kebijakan-kebijakan pemerintah bisa disetir dengan indah untuk pembangunan serta pengembangan negara ini di sektor kelautan.
Jika semua itu terlaksana dengan sedemikian rupa, satu hal yang perlu dilakukan untuk menjaga hal-hal tersebut yaitu pertahanan di sektor kelautan. Sebuah angkatan laut merupakan sorotan utama dalam hal ini. Dimana kerugian yang dialami ole pencurian ikan, ilegal perdagangan, pembajakan kapal, dan bahkan pencurian pulau. Hal itu bisa diatasi tentu saja dengan menyoroti pengembangan angkatan laut bangsa yang seharusnya melebihi bangsa lain. Karena apa? Karena, bangsa yang memiliki penduduk sekitar 250 juta jiwa dan kepulauan yang beribu-ribu bukan sesuatu yang biasa, bangsa ini sungguh luar biasa, nyata kita punya sumber daya manusia yang banyak untuk panjang garis pantai yang bisa dicangkup untuk keamanan serta pemerataan pembangunannya.
Hal-hal yang tak terlalu dianggap penting ini sejatinya bisa menghadirkan decak kagum akan keuntungan yang akan diperoleh bangsa ini. Kesadaran sedikit dengan hal kecil memang terlihat biasa. Tapi, jika kita tahu seluk beluknya dan terus mengapresiasi hal yang ada. Masalah seperti ini seharusnya tak terjadi lagi, dan bahkan membuat negara yang kaya ini menjadi benar-benar kaya secara harfiah. Tidak kehabisan sumber daya, yang sejatinya lahir di tanah kita dan dinikmati di tanah nan jauh sana.
Bangsa ini hebat, namun tak beruntungnya. Bangsa ini selalu terlelap. Begitu mendayu tiupan angin, entah berapa sekala hertz hingga bisa membuat bangsa ini nyenyak akan tidurnya. Tidurnya melupakan kita akan sesuatu, bahwa bangsa ini sudah kaya sejak lahir.
Langganan:
Postingan (Atom)