Mungkin semester 5 ini sungguh menyiksa, aku bahkan mulai lupa caranya membaca, mulai lupa caranya merangkai kata, mulai lupa kalau maag ini sering kambuh. Bagaimana tidak? Dota tak terkelakan, tugas terus menggrogoti waktu, dan hati rasanya sepi. Haha.
Tidak, tidak, aku tidak semelow dan sesedih kata-kata terakhir, tapi semester 5 ini sungguh menyebalkan. Waktu seolah menjadi boomerang. Pilihan dan prioritas terus mengambil alih pada perannya. Dan sekarang semakin banyak pilihan, semakin banyak prioritas pula. Pada akhirnya aku lari menuju Dota. Ya, semua itu sungguh menyiksa.
Dan bahkan aku mulai lupa bagaimana cerita dari garapan yang terakhir kutulis, aku terlalu asyik dengan semua itu. Terlalu asyik membangun kota sendiri, terlalu asyik menugas, sampai aku lupa ada mimpi yang kucanangkan dan belum kugapai-gapai.
Rasanya ingin menyerah, begitu sulit semakin hari perjalanan kisah ini. Tapi, aku tak tahu, apakah menyerah pantas dilakukan? Namun, seolah menyerah kata yang mudah. Bagaimana melihat orang lain sukses menerbitkan buku-bukunya? Dan aku seperti berlari di tempat. Dan sekarang aku lupa apa yang aku tulis.
Ya, begitulah kisahnya, dan semua mulai bergejolak. Saat semester 5 ini berakhir, aku harus segera menyelesaikannya apapun yang terjadi. Tsssaaah~
Selasa, 15 Desember 2015
Rabu, 25 November 2015
Sabtu, 21 November 2015
asdasd
Hal yang membuat kita selalu terhambat, mungkin kurasa, kita terlalu memikirkan apa yang orang lain kerjakan. Tidak nyaman dengan yang kita lakukan, lalu ikut-ikutan. Dan begitu terus terjadi. Sampai akhirnya tiada fokus bagimu. Hmm, maaf, maksudnya bagiku. Dan akhirnya aku terhambat, hanya melangkah di tempat saja.
Terkadang, ada suatu hal yang penting. Nikmati apa yang kamu lakukan, selama itu baik, peduli apa perkataan orang? Tapi, terkadang beberapa sifat seolah membantah itu semua. Perkataan orang begitu berpengaruh, dan terkadang kebahagiaan menjadi hilang.
Ya, begitulah. Padahal sungguh menyenangkan bisa melakukan apa yang kita suka, tanpa peduli perkataan orang lain.
Terkadang, ada suatu hal yang penting. Nikmati apa yang kamu lakukan, selama itu baik, peduli apa perkataan orang? Tapi, terkadang beberapa sifat seolah membantah itu semua. Perkataan orang begitu berpengaruh, dan terkadang kebahagiaan menjadi hilang.
Ya, begitulah. Padahal sungguh menyenangkan bisa melakukan apa yang kita suka, tanpa peduli perkataan orang lain.
Senin, 16 November 2015
November bulan yang baik bukan?
Sesuatu yang tak pernah hilang dan terkadang selalu dirindukan.
*
Mungkin begitulah definisi kenangan bagiku, berjuta memori yang telah kujalani, berjuta kebahagiaan, berjuta kesedihan, dan berjuta momen-momen yang telah terlaksanai. Kenangan terkadang membuat senyuman tipis diwajah, terkadang membuat piluh dihati.
Di bulan November ini, bulan yang begitu baik. Hujan semilir berganti tiap hari. Terkadang lebat, terkadang rintik. Aromanya menyentuh aspal sungguh menenangkan. November ini sangatlah baik, banyakkah kenangan di bulan ini?
Aku tidak pernah mengingat beberapa kenangan, tapi momen terpenting ini adalah ketika adikku lahir di muka bumi ini, dan aku pun tak pernah tahu kelahiran adikku. Aku yang jauh dengan adikku selalu merasakan ketiadaan.
Terkadang aku sempat merasa bahwa aku adalah seorang anak tunggal, tapi tepat 6 november lima belas tahun yang lalu. Aku adalah seorang kakak yang sudah memiliki tiga adik. Ya, karena aku tinggal berpisah dengan mereka dan sendirian bersama nenek serta kakek. Aku merasa anak tunggal.
Namun, menyedihkannya, begitu jauh jarak kami, aku pun melewatkan ulang tahun adikku. Ya, aku mendapati adikku yang lain tengah menyelamati ulang tahun adikku yang ketiga, dan aku hanya bisa mengatakan. "Sial, aku melupakannya."
Tidak berhenti oleh kelahiran adikku. November ini bulan yang baik, terkadang aku menjemur baju, lalu hujan, terkadang aku berusaha lalu hanya ditertawakan. Tapi, November ini bulan yang baik. Dimana ibuku yang lahir di muka bumi ini, entah sudah berapa puluh tahun silam. Aku tidak benar-benar hapal, setidaknya aku punya alasan, karena kami hanya bertemu dalam hitungan beberapa tahun.
Masa kecilku hanya sekitar 2 hingga 3 tahun ditemani oleh ibuku, sisanya aku ditemani nenek dan kakekku. Dan ketika menginjak SMA aku berjumpa lagi dengan ibuku, dan itu hanya 3 tahun terjadi. Aku beranjak ke Bandung, dan berpisah lagi.
Ya, aku ingat betul, beberapa hari lagi ibuku merayakan kelahirannya dimuka bumi ini. Mungkin tidak merayakannya, tapi mensyukurinya. Aku tidak pernah inget momen-momen lain selain kedua momen hebat ini di bulan November yang baik.
Dan hingga sekarang, aku tidak tahu harus memberi apa untuk ibuku. Beberapa kali aku memberikan sesuatu hal kecil yang kubuat sendiri, dan ibuku gembira dengan itu. Aku merasa lega, jika ia tertawa, setidaknya aku bukan masalah baginya. Meski terkadang aku begitu menyebalkan baginya.
November ini bulan yang baik, terima kasih bulan November. Di bulanmu, dua orang hebat lahir ditahun yang berbeda, dan aku bahagia dengan semua ini. Semoga hujanmu menandakan keberkehana tiada henti, aroma hujanmu menandakan ketenangan sepanjang hari.
Sabtu, 14 November 2015
Menikah
Siang itu jalanan depan kampus begitu lengang, hanya beberapa motor hilir mudik dengan santai. Udara yang mendung pun begitu nikmat. Dilengkapi dengan kue pancong yang sedang terpanggang dengan segala toping yang sedang melting.
Saat itu seorang temanku berkata padaku. "Umur kita sudah dua puluhan, sudah saatnya berpikir untuk menikah."
Aku menoleh ke arahnya dan mengangguk-ngangguk. "Tapi..."
Orang itu menunggu aku melanjutkannya.
"Aku seorang bocah."
"Entahlah, aku tidak yakin."
Aku mengangguk. "Ya, aku seorang bocah, aku sering membaca kata 'bocah' dari penulis idolaku. Dan aku pun berpikir, aku seorang bocah."
"Kau benar-benar bocah, sebaiknya kita sudahi perbincangan ini. Dan lupakan soal menikah."
Aku mengangguk setuju, aku hanyalah seorang bocah.
Rabu, 11 November 2015
Jenuh
Teruntuk jenuh
Terkadang kekhawatiran itu terjadi
Saat kegembiraan luntur
Saat limbung menerpa pikiran
Jenuh, apa kamu sadar?
Dirimu begitu menyebalkan
Setiap yang kulakukan terasa hampa
Setiap yang kudapatkan terasa tiada
Jenuh, hari ini aku merasakannya
Kamu harus bertanggung jawab dengan semua rasa mengerikan ini
Pahit? Mungkin dirimu lebih dari itu
Kamu begitu hampa dan sekali lagi, itu begitu menyebalkan.
Baik, sekarang apa yang kamu mau?
Aku pernah merasakan kepahitan
Sungguh menderita memang
Tapi aku tahu lalu berbuat apa
Namun, merasakan jenuh sungguh menyiksa
Aku tak tahu berbuat apa
Rasa hampa ini
Membuat aku kelimbungan
Hujan tak jua reda
Tapi aku yakin, hujan pun akan jenuh
Ia akan berhenti
Dan aku akan mulai memahami
Bagaimana hujan menyikapi dirimu,
Jenuh.
Terkadang kekhawatiran itu terjadi
Saat kegembiraan luntur
Saat limbung menerpa pikiran
Jenuh, apa kamu sadar?
Dirimu begitu menyebalkan
Setiap yang kulakukan terasa hampa
Setiap yang kudapatkan terasa tiada
Jenuh, hari ini aku merasakannya
Kamu harus bertanggung jawab dengan semua rasa mengerikan ini
Pahit? Mungkin dirimu lebih dari itu
Kamu begitu hampa dan sekali lagi, itu begitu menyebalkan.
Baik, sekarang apa yang kamu mau?
Aku pernah merasakan kepahitan
Sungguh menderita memang
Tapi aku tahu lalu berbuat apa
Namun, merasakan jenuh sungguh menyiksa
Aku tak tahu berbuat apa
Rasa hampa ini
Membuat aku kelimbungan
Hujan tak jua reda
Tapi aku yakin, hujan pun akan jenuh
Ia akan berhenti
Dan aku akan mulai memahami
Bagaimana hujan menyikapi dirimu,
Jenuh.
Selasa, 10 November 2015
Aku merasa aneh
Di saat semua menghilang dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing, begini lah rasanya, sunyi senyap dan terkadang bingung untuk berbuat apa, untuk berkata apa. Sebagai orang yang sedikit tergantungan dengan orang lain, dan terbiasa di tempat yang ramai dan menyukai keramaian, kesunyian ini sungguh menyiksa.
Mungkin, hanya mungkin, di sini yang masih dapat meluangkan waktunya, menerima tulisan tak bermakna ini. Terkadang merasa bosan, terkadang berpikir juga apa sesekali aku memerlukan ini? kesunyian dan ketenangan, sedikit berdendang dan menikmatinya. Tanpa mengganggu.
Aku tidak tahu, aku hanya merasa aneh sekarang. Keadaan ini memaksaku.
Mungkin, hanya mungkin, di sini yang masih dapat meluangkan waktunya, menerima tulisan tak bermakna ini. Terkadang merasa bosan, terkadang berpikir juga apa sesekali aku memerlukan ini? kesunyian dan ketenangan, sedikit berdendang dan menikmatinya. Tanpa mengganggu.
Aku tidak tahu, aku hanya merasa aneh sekarang. Keadaan ini memaksaku.
Selasa, 03 November 2015
Rabu, 28 Oktober 2015
Senyuman
Ini soal tersenyum, kupikir senyum yang ikhlas akan menghadirkan sebuah senyuman balik. Tapi, pelajaran itu tidak serta merta begitu saja. Hidup ini penuh dengan jutaan pandangan. Dan senyuman yang kini ku tahu, bisa membuat orang yang menerimanya kesal dan benci.
Dear senyuman, kini dirimu berjuta makna dan mengerikan.
Dear senyuman, kini dirimu berjuta makna dan mengerikan.
Sabtu, 24 Oktober 2015
Menyumpahi Diriku Sendiri Untuk Mati
Tengah malam telah tiba, bukan, bukan hantu yang ingin kugambarkan. Tapi rasa sesak dan tidak nyamannya di tengah malam ini, aku merasa ada yang berbeda malam ini dengan malam-malam lainnya.
Perasaan itu muncul lewat indra penciuman, malam ini terasa ada yang menganggu udara-udara malam. Setelah ditelusuri, asap-asap yang entah dari mana belum diketahui asalnya lah yang tengah mengganggu warga sekitar tempatku.
Dan beberapa temanku pun membagikan berita tentang asap-asap di kota-kota lain yang bukan di kota yang benar-benar sedang mengalami bencana asap yang sangat parah layaknya di Riau dan Borneo.
Aku tidak mengerti apa yang tengah terjadi, tapi aku merasakan sedikit asap saja hidupku sudah sangat sengsara, napas begitu sulit dan tidak nyaman. Dan saat itu aku mencoba membayangkan jika posisiku ada di Riau atau Borneo, Aku pasti akan menyumpahi diriku sendiri untuk lebih baik mati daripada tersesak dan menderita akan pernapasan.
Ya, itu memang pikiran yang pendek. Tapi, asap itu benar-benar membuatku emosi. Betapa tersiksanya, dan aku tidak tahu lagi yang mereka--orang-orang Riau dan Borneo--rasakan, mereka yang tak bersalah harus menderita oleh ulah manusia, ya sekali lagi manusialah yang berulah.
Apakah ini bencana alam? Aku tidak tahu definisi bencana alam yang pasti, tapi ini semua ulah manusia tak bertanggung jawab yang membuat orang lain menderita, dan lihat, ini sungguh menyiksa bung. Anda, siapapun anda, dalang dibalik semua ini harus merasakan dan mengganti rugi oleh ulahmu bung.
Apakah aku kesal? Tentu saja, bagaimana bisanya semua itu terjadi, aku tidak tahu hukum yang tertera aku hanya seorang bocah, tapi, perasaan sesak itu sungguh mengesalkan. Aku hanya bisa berdoa dari sini, semoga hujan turun lebat, asap itu lenyap seiring waktu dan semua kembali seperti semula.
Dan untuk pembuat ulah, semoga ada kebaikan yang ia dapatkan setelah ini.
Perasaan itu muncul lewat indra penciuman, malam ini terasa ada yang menganggu udara-udara malam. Setelah ditelusuri, asap-asap yang entah dari mana belum diketahui asalnya lah yang tengah mengganggu warga sekitar tempatku.
Dan beberapa temanku pun membagikan berita tentang asap-asap di kota-kota lain yang bukan di kota yang benar-benar sedang mengalami bencana asap yang sangat parah layaknya di Riau dan Borneo.
Aku tidak mengerti apa yang tengah terjadi, tapi aku merasakan sedikit asap saja hidupku sudah sangat sengsara, napas begitu sulit dan tidak nyaman. Dan saat itu aku mencoba membayangkan jika posisiku ada di Riau atau Borneo, Aku pasti akan menyumpahi diriku sendiri untuk lebih baik mati daripada tersesak dan menderita akan pernapasan.
Ya, itu memang pikiran yang pendek. Tapi, asap itu benar-benar membuatku emosi. Betapa tersiksanya, dan aku tidak tahu lagi yang mereka--orang-orang Riau dan Borneo--rasakan, mereka yang tak bersalah harus menderita oleh ulah manusia, ya sekali lagi manusialah yang berulah.
Apakah ini bencana alam? Aku tidak tahu definisi bencana alam yang pasti, tapi ini semua ulah manusia tak bertanggung jawab yang membuat orang lain menderita, dan lihat, ini sungguh menyiksa bung. Anda, siapapun anda, dalang dibalik semua ini harus merasakan dan mengganti rugi oleh ulahmu bung.
Apakah aku kesal? Tentu saja, bagaimana bisanya semua itu terjadi, aku tidak tahu hukum yang tertera aku hanya seorang bocah, tapi, perasaan sesak itu sungguh mengesalkan. Aku hanya bisa berdoa dari sini, semoga hujan turun lebat, asap itu lenyap seiring waktu dan semua kembali seperti semula.
Dan untuk pembuat ulah, semoga ada kebaikan yang ia dapatkan setelah ini.
Rabu, 21 Oktober 2015
Rabu, 07 Oktober 2015
Terpuruk
Semakin banyak orang yang bilang aku penulis, justru disitu aku merasa bersalah. Tidak, aku bukan penulis. Nyatanya aku lebih suka main dota dibanding menulis kata demi kata untuk ketentraman pembaca.
Minggu, 27 September 2015
Hai, Hari ini aku siap berperang lagi
Setelah kemarin aku akhirnya berjumpa seseorang yang terus menginspirasiku setiap kali aku membacanya, ya, aku menjumpai Tere Liye. Orang yang sedikit terlihat di biografi bukunya, orang yang tak pernah terlihat di google, google pun bahkan tak mengenalnya, kecuali karyany. Orang yang ada hanya tulisannya yang indah dan menginspirasi layaknya Hoeda Manis, aku berjumpa dengannya.
Mungkin satu mimpiku lagi, aku ingin bertemu mas Hoeda, aku tidak tahu kapan, jadi aku hanya ingin membicarakan Tere Liye. Orang itu mungkin terlihat biasa, tapi otaknya luar biasa. Nada pembawaannya layak mario teguh, orang itu memiliki paras yang tak ramah senyum, tapi selalu enak dipandang pada tulisannnya.
Tere Liye awalnya membicarakan masalah pembaca dan mendevelop bangsa, yes, bangsa kita terlalu minim untuk membaca, apalagi untuk mencetak karya tulis, pembaca saja tidak ada, buat siapa lalu kita menulis? Aku ingat akan hal itu.
Sisanya, seperti talk show biasa, semua bercerita masalah ide, semua bercerita bagaimana memulai, semua bercerita jatuh bangunnya menjadi seorang penulis, semua bercerita menulis dari hati akan masuk ke hati, semua bercerita mereka hanya menulis, hobi mereka menulis, masalah menginspirasi atau merubah seseorang, itu hanya poin tambahan. Itulah sisa-sisa talk show yang menurutku menarik. Tentu saja, Tere Liye ada di sana.
Lalu yang tak kalah menariknya adalah, aku tahu kenapa google bahkan sedikit atau nyaris tidak ada foto Tere Liye. Ya, Tere Liye tidak ingin berfoto seusai acara, ia hanya melakukan book signing, tapi saat itu, masih ada saja remaja-remaja yang mencuri kesempatan untuk foto bersamanya, walau Tere Liye pun sibuk akan book signingnya.
Ya, aku terus memandangannya, bermenit-menit, menatap Tere Liye dengan wajah yang terlihat tak ramah, ya itu covernya, aku tak tahu isinya. Ia pun menjawab-jawab pertanyaan dari pembaca seiring melakukan book signing.
Aku terus melihatnya, mencoba merasakan perjuangannya hingga ia bisa seperti sekarang. Semua berawal dari satu, ya, menulis. Tere Liye pun sama dengan semua orang (penulis), berawal dari menulis, menulis dan menulis, maka semua mengalir begitu saja hingga sekarang.
Dan aku pun akhirnya pulang dari acara itu melewati danau galau, well, aku pun galau, otakku terus bertanya-tanya, hidup ini terkadang semudah dan sesulit itu sekaligus. Mudah untuk bermimpi namun sulit untuk merealisasi. Terlebih akan pekerjaannya yang menjlemit ini.
Aku pun sekarang duduk di depan monitor, mencoba merangka tulisan terbaruku. Kali ini aku ingin semuanya terlihat jelas, aku berusaha memetakan, aku berusaha mengerti apa yang aku tuju dari cerita ini. Ini sungguh diluar kebiasaanku, tapi, aku mulai kebingungan dan aku akhirnya menulis ini.
Ya, hari ini aku siap berperang lagi. Bagaimana dengan kalian? Tentu saja teman, kita semua punya kesibukkan, yang berbeda adalah niat dan memberinya waktu. Suatu yang sangat berharga adalah waktu, jika kamu memberikan yang berharga itu, maka orang lain akan senang bukan? Begitu pula dengan menulis.
Rabu, 02 September 2015
Menilik Perusahaan Pengembang Perangkat Lunak
Karena, blog untuk kuliah yang disediakan di kampus mengalami sedikit kendala teknis, akhirnya terpaksa memposting tugas kuliah di sini. Ya, jadi, yang akan kita bahas hari ini adalah tentang menganalisa perusahaan yang bergerak di bidang perangkat lunak atau biasa disebut software.
Kita setiap hari setiap saat pasti menggunakan laptop tentu saja menggunakan software juga, tapi kita terlalu nyaman diposisi itu, sampai kita lupa, semua itu buatan orang luar semua. Minim sekali software buatan negeri yang kita pakai. Kenapa begitu? Apakah kita kurang aware terhadapnya? Apa kalian sebenarnya tahu ada perusahaan yang bergerak dibidang software di Indonesia? Kalau begitu kita coba pahami dengan anilisisku berikut.
Kelebihan.
Apasih kelebihan perusahaan yang bergerak dibidang perangkat lunak? Ya, pertama adalah kreativitas. Masyarakat Indonesia menjadi semakin kreatif jika menekuni perihal ini. Selain kreatif, kebutuhan kita akan aplikasi penunjungan kebutuhan sehari-hari pun terpenuhi. Sehingga kita dipermudah segalanya.
Selain kreatifitas dan kebutuhan sehari-hari, jika dilihat dari segi kompetitor dalam negeri, di negara ini perusahaan bergerak dibidang software hanya sedikit memiliki kompetitor, sehingga ini menjadi kelebih untuk perusahaan yang bergerak dibidang software sendiri.
Tak hanya itu, dengan adanya perusahaan yang bergerak di bidang software tentu saja membuka lapangan kerja dan membuat negara ini yang tidak ketinggalan zaman dengan negara-negara maju yang sudah serba berteknologi.
Kekurangan atau kelemahan.
Ada kelebihan, pasti ada kekurangan. Meski terlihat menggiurkan, tapi pada perusahaan yang bergerak dibidang ini memiliki kesulitan yang sangat sulit dilepas, yaitu pembajakan. Jika dilihat-lihat, sebagian besar warga negara ini terutama kelas menengah pasti kebanyakan menggunakan software bajakan, berbeda sekali dengan negara maju yang semua software ia beli langsung ke perusahaan yang bersangkutan.
Selainnya banyak pembajakan, negara ini pun sangat antusias dengan produk luar. Seolah lebih bergengsi untuk dipamerkan, dan melupakan produk lokal yang terlihat biasa saja. Itu lah pemikiran masyarakat kita, lihat bagaimana anak muda asik dengan barang non-lokalnya? Begitu pun software, mereka lebih membanggakan atau mengapresiasi produk luar ketimbang produk dalam negeri sendiri yang membuat perusahaan kesulitan menjual produknya.
Dan yang cukup signifikan adalah pemerintah yang kurang mendukung akan perusahaan yang berbasis perangkat lunak atau software ini. Menurutku pemerintah lebih asyik dengan vendor atau kerja samanya dengan produk luar, ketimbang perusahaan anak bangsa sendiri.
Peluang.
Setelah kita mengamati kelebihan dan kekurangan, mungkin kita terus bertanya-tanya, adakah peluang untuk kehidupan perusahaan berbasis perangkat lunak ini? Tentu saja ada, dan jika kita lebih aware, pasti sangatlah besar. Karena, kita merupakan negara maju.
Jika dilihat-lihat, Indonesia merupakan pengguna piranti pintar yang cukup banyak. Bahkan sekarang setiap orang memiliki smartphone, dengan banyaknya pengguna smartphone, perusahaan yang bergerak dibidang perangkat lunak bisa mengambil celah dengan membuat aplikasi-aplikasi yang memanjakan para user smartphone itu dengan tentu saja harga yang terjangkau.
Tak hanya memanjakan kehidupan sehari-hari, para perusahaan bisa saja membuat aplikasi untuk menunjang kerja atau bisa dikatakan memudahkan pekerjaan. Misalkan, disektor pertanian bisa saja dibuatkan aplikasi untuk mendeteksi bagus atau tidaknya perkembangan sawahnya atau lainnya. Karena begitu banyak sektor yang bisa diolah menjadikan sebuah software penunjang pekerjaan.
Tantangan.
Kemudian bagian terakhir, setelah ketiga menarik itu, apa sih tantangan para perusahaan tersebut di negara ini? Mungkin hal pertama yang kurasa adalah menggerakan aware-an pemerintah terhadap perkembangan teknologi yang kian pesat.
Kenapa harus menyadarkan pemerintah? Karena begitu banyak keuntungan yang didapatkan perusahaan tersebut dalam mengembangkan usahanya. Apa keuntungannya? Pemerintah bisa saja memberikan bantuan seperti membatasi masuknya produk luar ke dalam negeri, mengajak masyarakat menggunakan produk dalam negeri, membatasi kerja sama dengan perusahaan luar negeri, dan memberikan perlindungan terhadap produk dalam negeri sendiri.
Selain itu, para perusahaan harus lebih inovatif, karena tak hanya bersaing di dalam negeri, para perusahaan yang bersifat universal, sehingga produknya tidak kalah dengan produk luar negeri dan jika memungkinkan, membuat para user di luar negeri menggunakan software hasil buatan anak bangsa.
Dan tantangan terakhir adalah krisis finansial, lesunya ekonomi bangsa dan turunnya dolar akhir-akhir ini bisa membuat perusahaan seperti ini terancam. Karena, masyarakat tentu saja lebih kesulitan mendapatkan uang dan kesulitan membelanjakan uangnya. Dengan ekonomi yang minim, masyarakat pasti lebih mementingkan kebutuhan pokoknya ketimbang membeli software sebuah perusahaan. Dengan begini, tantangan ini yang harus dihadapi oleh para perusahaan pengembang perangkat lunak.
Ya, mungkin itu saja analisa SWOT terhadap perusahaan pengembang perangkat lunak di Indonesia. Jika ada kesalahan, mohon dibenarkan, jika benar mohon dipahami. Karena negeri ini sebenarnya hebat, hanya saja kita terlena dengan kehebatannya dan akhirnya tertinggalkan.
Kita setiap hari setiap saat pasti menggunakan laptop tentu saja menggunakan software juga, tapi kita terlalu nyaman diposisi itu, sampai kita lupa, semua itu buatan orang luar semua. Minim sekali software buatan negeri yang kita pakai. Kenapa begitu? Apakah kita kurang aware terhadapnya? Apa kalian sebenarnya tahu ada perusahaan yang bergerak dibidang software di Indonesia? Kalau begitu kita coba pahami dengan anilisisku berikut.
Kelebihan.
Apasih kelebihan perusahaan yang bergerak dibidang perangkat lunak? Ya, pertama adalah kreativitas. Masyarakat Indonesia menjadi semakin kreatif jika menekuni perihal ini. Selain kreatif, kebutuhan kita akan aplikasi penunjungan kebutuhan sehari-hari pun terpenuhi. Sehingga kita dipermudah segalanya.
Selain kreatifitas dan kebutuhan sehari-hari, jika dilihat dari segi kompetitor dalam negeri, di negara ini perusahaan bergerak dibidang software hanya sedikit memiliki kompetitor, sehingga ini menjadi kelebih untuk perusahaan yang bergerak dibidang software sendiri.
Tak hanya itu, dengan adanya perusahaan yang bergerak di bidang software tentu saja membuka lapangan kerja dan membuat negara ini yang tidak ketinggalan zaman dengan negara-negara maju yang sudah serba berteknologi.
Kekurangan atau kelemahan.
Ada kelebihan, pasti ada kekurangan. Meski terlihat menggiurkan, tapi pada perusahaan yang bergerak dibidang ini memiliki kesulitan yang sangat sulit dilepas, yaitu pembajakan. Jika dilihat-lihat, sebagian besar warga negara ini terutama kelas menengah pasti kebanyakan menggunakan software bajakan, berbeda sekali dengan negara maju yang semua software ia beli langsung ke perusahaan yang bersangkutan.
Selainnya banyak pembajakan, negara ini pun sangat antusias dengan produk luar. Seolah lebih bergengsi untuk dipamerkan, dan melupakan produk lokal yang terlihat biasa saja. Itu lah pemikiran masyarakat kita, lihat bagaimana anak muda asik dengan barang non-lokalnya? Begitu pun software, mereka lebih membanggakan atau mengapresiasi produk luar ketimbang produk dalam negeri sendiri yang membuat perusahaan kesulitan menjual produknya.
Dan yang cukup signifikan adalah pemerintah yang kurang mendukung akan perusahaan yang berbasis perangkat lunak atau software ini. Menurutku pemerintah lebih asyik dengan vendor atau kerja samanya dengan produk luar, ketimbang perusahaan anak bangsa sendiri.
Peluang.
Setelah kita mengamati kelebihan dan kekurangan, mungkin kita terus bertanya-tanya, adakah peluang untuk kehidupan perusahaan berbasis perangkat lunak ini? Tentu saja ada, dan jika kita lebih aware, pasti sangatlah besar. Karena, kita merupakan negara maju.
Jika dilihat-lihat, Indonesia merupakan pengguna piranti pintar yang cukup banyak. Bahkan sekarang setiap orang memiliki smartphone, dengan banyaknya pengguna smartphone, perusahaan yang bergerak dibidang perangkat lunak bisa mengambil celah dengan membuat aplikasi-aplikasi yang memanjakan para user smartphone itu dengan tentu saja harga yang terjangkau.
Tak hanya memanjakan kehidupan sehari-hari, para perusahaan bisa saja membuat aplikasi untuk menunjang kerja atau bisa dikatakan memudahkan pekerjaan. Misalkan, disektor pertanian bisa saja dibuatkan aplikasi untuk mendeteksi bagus atau tidaknya perkembangan sawahnya atau lainnya. Karena begitu banyak sektor yang bisa diolah menjadikan sebuah software penunjang pekerjaan.
Tantangan.
Kemudian bagian terakhir, setelah ketiga menarik itu, apa sih tantangan para perusahaan tersebut di negara ini? Mungkin hal pertama yang kurasa adalah menggerakan aware-an pemerintah terhadap perkembangan teknologi yang kian pesat.
Kenapa harus menyadarkan pemerintah? Karena begitu banyak keuntungan yang didapatkan perusahaan tersebut dalam mengembangkan usahanya. Apa keuntungannya? Pemerintah bisa saja memberikan bantuan seperti membatasi masuknya produk luar ke dalam negeri, mengajak masyarakat menggunakan produk dalam negeri, membatasi kerja sama dengan perusahaan luar negeri, dan memberikan perlindungan terhadap produk dalam negeri sendiri.
Selain itu, para perusahaan harus lebih inovatif, karena tak hanya bersaing di dalam negeri, para perusahaan yang bersifat universal, sehingga produknya tidak kalah dengan produk luar negeri dan jika memungkinkan, membuat para user di luar negeri menggunakan software hasil buatan anak bangsa.
Dan tantangan terakhir adalah krisis finansial, lesunya ekonomi bangsa dan turunnya dolar akhir-akhir ini bisa membuat perusahaan seperti ini terancam. Karena, masyarakat tentu saja lebih kesulitan mendapatkan uang dan kesulitan membelanjakan uangnya. Dengan ekonomi yang minim, masyarakat pasti lebih mementingkan kebutuhan pokoknya ketimbang membeli software sebuah perusahaan. Dengan begini, tantangan ini yang harus dihadapi oleh para perusahaan pengembang perangkat lunak.
Ya, mungkin itu saja analisa SWOT terhadap perusahaan pengembang perangkat lunak di Indonesia. Jika ada kesalahan, mohon dibenarkan, jika benar mohon dipahami. Karena negeri ini sebenarnya hebat, hanya saja kita terlena dengan kehebatannya dan akhirnya tertinggalkan.
Selasa, 01 September 2015
Daun
Telisik seraya berbisik
Angin meniup daun berhembusan
Kadang daun jatuh kepermukaan
Kadang daun terbang keawan-awan
Tiada peduli akan daun
Mereka begitu senang dengan buah
Apa daya sang daun
Ia rela melindungi bebuahaan
Daun terus berjatuhan
Bergugur di taman
Bergugur di jalanan
Tapi, tiada yang peduli, daun hanyalah daun
Mereka bergerak mendekat
Menginjak lalu menghempas
Tak peduli, oh tak peduli
Daunku yang lemas tak beraturan
Terenyak dalam ruang, daun hanyalah daun
Berguguran
Terbang
Dan menghilang
Oh Tuhan beritahu mereka
Siapa yang tiba lebih dahulu untuk menjaga cinta
Daun tiba, buah datang
Daun hilang, buah menjadi ketenangan
Oh daun yang terlupakan
Bisikan sedikit rasa sakitmu
Agar semua tahu
Kamu indah dengan tingkahmu
Angin meniup daun berhembusan
Kadang daun jatuh kepermukaan
Kadang daun terbang keawan-awan
Tiada peduli akan daun
Mereka begitu senang dengan buah
Apa daya sang daun
Ia rela melindungi bebuahaan
Daun terus berjatuhan
Bergugur di taman
Bergugur di jalanan
Tapi, tiada yang peduli, daun hanyalah daun
Mereka bergerak mendekat
Menginjak lalu menghempas
Tak peduli, oh tak peduli
Daunku yang lemas tak beraturan
Terenyak dalam ruang, daun hanyalah daun
Berguguran
Terbang
Dan menghilang
Oh Tuhan beritahu mereka
Siapa yang tiba lebih dahulu untuk menjaga cinta
Daun tiba, buah datang
Daun hilang, buah menjadi ketenangan
Oh daun yang terlupakan
Bisikan sedikit rasa sakitmu
Agar semua tahu
Kamu indah dengan tingkahmu
Akhirnya, aku belajar mengoding
Seharusnya, mengoding adalah makanan sehari-hariku setidaknya karena aku berkutat di jurusan Informatika. Tapi, mungkin banyak orang yang sepertiku, berkutat di dunia informatika tapi tak memiliki hasrat untuk mengoding--yang merupakan makanan pokok--sama sekali.
Itu tak sedikit, alias banyak, terutama dikampusku. Ya, mungkin bisa terhitung banyak, lebih dari sepuluh persen aku rasa orang-orang yang merasa terjebak di jurusan informatika ini. Itu baru terjebak, belum yang malas dengan pelajarannya, walau ia benar-benar memilih informatika sebagai bidang keahlian yang ia tekuni.
Pernyataan terakhir sangatlah menggambarkan aku, ya, begitulah, aku memilih informatika, tapi aku tak benar-benar belajar informatika. Sedikit kurasa begitu. Memang pekerjaan informatika gak melulu soal ngoding, tapi kurasa ngoding cukup penting di bidang ini, setidaknya itu yang diajarkan setiap semester kuliah, selalu ada yang namanya ngoding.
Well, jujur saja, aku sangat minim dalam melakukan pekerjaan tersebut, aku malah asyik bermain dengan desain. Bahkan untuk tugas besar saja, aku juga termasuk jarang ikut campur dalam kodingan, kerjaanku hanya beli gorengan saja untuk teman-teman. Haha.
Tapi, lambat tahun aku berada di informatika, aku mulai berpikir tentang dunia kerja, dan aku rasa jika aku begini terus aku hanya sia-sia di sini, walau tak ada yang sia-sia seharusnya. Namun, tetap saja itu membuatku agak gelisah, oleh karena itu aku ingin belajar yang namanya mengoding.
Selama liburan, aku berpikir keras, apa yang seharusnya aku pelajari? apa yang membuat hasrat aku ingin belajar? Mulai dari mana aku harus belajar? Saat itu jawaban terlihat, aku ingin belajar bahasa php dengan beberapa temanku yang setidaknya sudah cukup lihai dalam hal tersebut.
Belum, aku memulai belajar php. Hasrat memang tidak bisa bohong, hal yang kita suka bisa jadi pendorong. Well, game. Yup, Game, sebelum aku berpikir semua ini aku sempat tercemplung dalam dunia game, bukan sebagai pemain, tapi pengembang. Di sana aku tetap mendesain, buka memogram gamenya.
Beruntunglah aku terjebur di dunia game, aku pun berhasrat membuat game sendiri, setelah kebingungan mencari programmer untuk membuat game iseng-iseng. Aku pun berkutat dengan salah satu engine gratis, dan ternyata di sana pun ada kodingan. Finally, aku pun ikut mengoding dalam game tersebut, walau sekarang masih mengikuti panduan-panduan yang ada, setidak ini langkah awal yang baik.
Ya, sekarang kerjaanku menulis ulang algoritma, bahkan kalau bosen copas, tapi beruntung semua tidak berjalan mulus. Aku selalu ingat, jika ada rintangan di baliknya adalah sebuah kebahagiaan. Ya, dengan ketidak berjalannya algoritma yang kutulis atau copas, aku akhirnya mencari tahu atau memperbaiki algoritmanya, dan well, dari situ aku perlahan belajar fungsi-fungsi yang ada.
Dan akhirnya pula, aku mulai belajar mengoding. Mungkin sedikit terpikirkan belajar mengoding untuk membuat sebuah game. Ya, tapi beginilah adanya. Memang hasrat dan keinginan bisa merubah orang yang malas dan benci akan hal itu. Terima kasih game, semoga ini awal yang baik.
Karena lelah mendevelop game, mari kita bermain game. Hidup sederhana saja.
Itu tak sedikit, alias banyak, terutama dikampusku. Ya, mungkin bisa terhitung banyak, lebih dari sepuluh persen aku rasa orang-orang yang merasa terjebak di jurusan informatika ini. Itu baru terjebak, belum yang malas dengan pelajarannya, walau ia benar-benar memilih informatika sebagai bidang keahlian yang ia tekuni.
Pernyataan terakhir sangatlah menggambarkan aku, ya, begitulah, aku memilih informatika, tapi aku tak benar-benar belajar informatika. Sedikit kurasa begitu. Memang pekerjaan informatika gak melulu soal ngoding, tapi kurasa ngoding cukup penting di bidang ini, setidaknya itu yang diajarkan setiap semester kuliah, selalu ada yang namanya ngoding.
Well, jujur saja, aku sangat minim dalam melakukan pekerjaan tersebut, aku malah asyik bermain dengan desain. Bahkan untuk tugas besar saja, aku juga termasuk jarang ikut campur dalam kodingan, kerjaanku hanya beli gorengan saja untuk teman-teman. Haha.
Tapi, lambat tahun aku berada di informatika, aku mulai berpikir tentang dunia kerja, dan aku rasa jika aku begini terus aku hanya sia-sia di sini, walau tak ada yang sia-sia seharusnya. Namun, tetap saja itu membuatku agak gelisah, oleh karena itu aku ingin belajar yang namanya mengoding.
Selama liburan, aku berpikir keras, apa yang seharusnya aku pelajari? apa yang membuat hasrat aku ingin belajar? Mulai dari mana aku harus belajar? Saat itu jawaban terlihat, aku ingin belajar bahasa php dengan beberapa temanku yang setidaknya sudah cukup lihai dalam hal tersebut.
Belum, aku memulai belajar php. Hasrat memang tidak bisa bohong, hal yang kita suka bisa jadi pendorong. Well, game. Yup, Game, sebelum aku berpikir semua ini aku sempat tercemplung dalam dunia game, bukan sebagai pemain, tapi pengembang. Di sana aku tetap mendesain, buka memogram gamenya.
Beruntunglah aku terjebur di dunia game, aku pun berhasrat membuat game sendiri, setelah kebingungan mencari programmer untuk membuat game iseng-iseng. Aku pun berkutat dengan salah satu engine gratis, dan ternyata di sana pun ada kodingan. Finally, aku pun ikut mengoding dalam game tersebut, walau sekarang masih mengikuti panduan-panduan yang ada, setidak ini langkah awal yang baik.
Ya, sekarang kerjaanku menulis ulang algoritma, bahkan kalau bosen copas, tapi beruntung semua tidak berjalan mulus. Aku selalu ingat, jika ada rintangan di baliknya adalah sebuah kebahagiaan. Ya, dengan ketidak berjalannya algoritma yang kutulis atau copas, aku akhirnya mencari tahu atau memperbaiki algoritmanya, dan well, dari situ aku perlahan belajar fungsi-fungsi yang ada.
Dan akhirnya pula, aku mulai belajar mengoding. Mungkin sedikit terpikirkan belajar mengoding untuk membuat sebuah game. Ya, tapi beginilah adanya. Memang hasrat dan keinginan bisa merubah orang yang malas dan benci akan hal itu. Terima kasih game, semoga ini awal yang baik.
Karena lelah mendevelop game, mari kita bermain game. Hidup sederhana saja.
Minggu, 23 Agustus 2015
Mencoba memahami
Akhir-akhir ini aku mencoba memahami dan jujur pada diri sendiri. Dan aku mendapatkan bahwa aku seorang bocah, yang masih mudah marah. Aku seorang bocah yang mudah iri dan ingin menang sendiri. Aku seorang bocah yang masih tak bisa menerima kekalahan dan terus belajar, karena aku ingin menang. Aku seorang bocah, yang masih belum bisa menganggap aku bukanlah apa-apa dibanding mereka. Aku seorang bocah, mudah tersinggung dan menganggap diriku tak pernah dianggap.
Pada nyatanya aku masihlah sangat bocah diusia yang masih hangat-hangatnya. Ya, aku bocah. Dan kita lihat, dengan semua pemikiran tentang diriku ini sendiri, apakah aku akan lebih baik, atau menjadi seorang bocah.
Pada nyatanya aku masihlah sangat bocah diusia yang masih hangat-hangatnya. Ya, aku bocah. Dan kita lihat, dengan semua pemikiran tentang diriku ini sendiri, apakah aku akan lebih baik, atau menjadi seorang bocah.
Sabtu, 15 Agustus 2015
Kenapa aku harus menjadi orang hebat?
Terkadang aku berpikir akan apa yang aku lakukan, untuk apa aku melakukan semua ini? Untuk apa aku belajar? Untuk apa aku berusaha menjadi yang terbaik? Untuk apa aku melakukan untuk menjadi suatu kebanggan?
Terkadang aku merasa lupa, bahwanya, apa yang aku lakukan, apa yang aku peroleh adalah untuk mereka. Kedua orang tuaku, nenek dan kakekku yang telah membesarkanku. Selain untuk diri sendiri, alasan mengapa kita harus menjadi yang terbaik adalah karena mereka.
Mungkin mereka tidak pernah menuntut aku hatus menjadi terbaik dan semacamnya untuk mereka. Tapi, aku tersadar. Untuk apa mereka rela banting tulang demi membiayaiku, demi membesarkanku. Dan itulah kenapa aku tidak boleh menjadi biasa-biasa saja.
Waktu mungkin terlihat banyak saat kamu duduk di kursi sekarang dan bingung untuk melakukan apa. Tapi, disaat kamu merasa sedang sibuk seolah waktu begitulah singkat. Dan terkadang waktu tak bisa memaafkan.
Aku merasakannya, saat waktu terasa singkat seketika dan aku belumlah menjadi apa-apa karena sibuk dengan hal yang tidak berguna (mungkin) yang aku lakukan, dan begitu saja kakek meninggalkanku tanpa pernah (mungkin) melihat cucunya menjadi sesuatu yang hebat, atau terbaik, dan membanggakan.
Mungkin baginya, tidak perlu menjadi superhero untuk terlihat hebat. Tidak perlu untuk menjadi penolong bangsa dan negara untuk menjadi yang terbaik. Tapi, dengan mengikuti kemauan baiknya, mungkin itu adalah sesuatu cara aku menjadi hebat.
Mereka--para orang tua--mungkin ingin anaknya sukses, itu mutlak. Tentu saja kita tidak boleh mengecewakannya dan harus menggapainya, karena itu bukan semata-mata untuk membanggakan orang tua bahwa ia telah mendidik anaknya dengan sukses. Tapi, itu mungkin hasil yang sepadan akan jerih payah mereka untuk mendidik dan membiayai anaknya.
Mungkin bisa dikatakan itu sebuah penghargaan atau sejenisnya. Dan saat aku memutar kembali akan apa yang aku lakukan, dan kenapa aku harus menjadi orang yang hebat? Alasannya tak perlu jauh, karena mereka--orang tua lah aku harus menjadi orang yang hebat dan membanggakan setidaknya di mata mereka.
Meski itu hanyalah hal layaknya menuruti permintaan orang tua, dan kamu akan merasa hebat (bukan berarti sombong) karena telah membahagiakan mereka. Itu sedikit pandangan dari bocah yang baru berumur dua puluh tahun.
Dan saat kamu mengingat umurmu, kamu akan tahu betapa cepatnya waktu dan pentingnya waktu. Dan yang aku taktui adalah, waktuku terbuang begitu saja tanpa sedikit pun melukiskan senyuman tulus dari wajah mereka--orang tua yang tak pernah meminta imbalan atau pun balas budi. Hanya butuh hasil yang seharusnya mereka dapatkan.
Mungkin, kata yang tepat adalah, gunakan waktu sebaik mungkin dan jangan mengecewakan mereka.
Terkadang aku merasa lupa, bahwanya, apa yang aku lakukan, apa yang aku peroleh adalah untuk mereka. Kedua orang tuaku, nenek dan kakekku yang telah membesarkanku. Selain untuk diri sendiri, alasan mengapa kita harus menjadi yang terbaik adalah karena mereka.
Mungkin mereka tidak pernah menuntut aku hatus menjadi terbaik dan semacamnya untuk mereka. Tapi, aku tersadar. Untuk apa mereka rela banting tulang demi membiayaiku, demi membesarkanku. Dan itulah kenapa aku tidak boleh menjadi biasa-biasa saja.
Waktu mungkin terlihat banyak saat kamu duduk di kursi sekarang dan bingung untuk melakukan apa. Tapi, disaat kamu merasa sedang sibuk seolah waktu begitulah singkat. Dan terkadang waktu tak bisa memaafkan.
Aku merasakannya, saat waktu terasa singkat seketika dan aku belumlah menjadi apa-apa karena sibuk dengan hal yang tidak berguna (mungkin) yang aku lakukan, dan begitu saja kakek meninggalkanku tanpa pernah (mungkin) melihat cucunya menjadi sesuatu yang hebat, atau terbaik, dan membanggakan.
Mungkin baginya, tidak perlu menjadi superhero untuk terlihat hebat. Tidak perlu untuk menjadi penolong bangsa dan negara untuk menjadi yang terbaik. Tapi, dengan mengikuti kemauan baiknya, mungkin itu adalah sesuatu cara aku menjadi hebat.
Mereka--para orang tua--mungkin ingin anaknya sukses, itu mutlak. Tentu saja kita tidak boleh mengecewakannya dan harus menggapainya, karena itu bukan semata-mata untuk membanggakan orang tua bahwa ia telah mendidik anaknya dengan sukses. Tapi, itu mungkin hasil yang sepadan akan jerih payah mereka untuk mendidik dan membiayai anaknya.
Mungkin bisa dikatakan itu sebuah penghargaan atau sejenisnya. Dan saat aku memutar kembali akan apa yang aku lakukan, dan kenapa aku harus menjadi orang yang hebat? Alasannya tak perlu jauh, karena mereka--orang tua lah aku harus menjadi orang yang hebat dan membanggakan setidaknya di mata mereka.
Meski itu hanyalah hal layaknya menuruti permintaan orang tua, dan kamu akan merasa hebat (bukan berarti sombong) karena telah membahagiakan mereka. Itu sedikit pandangan dari bocah yang baru berumur dua puluh tahun.
Dan saat kamu mengingat umurmu, kamu akan tahu betapa cepatnya waktu dan pentingnya waktu. Dan yang aku taktui adalah, waktuku terbuang begitu saja tanpa sedikit pun melukiskan senyuman tulus dari wajah mereka--orang tua yang tak pernah meminta imbalan atau pun balas budi. Hanya butuh hasil yang seharusnya mereka dapatkan.
Mungkin, kata yang tepat adalah, gunakan waktu sebaik mungkin dan jangan mengecewakan mereka.
Jumat, 31 Juli 2015
Perjalanan Jati Diri
Hari makin ke hari, setiap perihal aku renungi. Setiap kata tentang diri dan asumsi aku coba telaah. Beberapa waktu hanya bungkam, hanya melirik sekitar dan kembali terdiam. Ternyata apa yang aku pikirkan tentang diri sebenarnya kurang tepat.
Aku pikir aku ini itu, nyatanya, dasar sifat yang terjadi bukanlah itu. Seberapa tidak pahamnya aku dahulu tentang diri sendiri, hanya bisa berasumsi, bahwa aku bukanlah seperti apa yang mereka bilang.
Perjalanan jati diri itu mengatakan, akulah pria pemalu dan melankolis. Sungguh menarik, karena aku hanya tertawa dan kita lihat apa yang terjadi di perjalanan selanjutnya. Tentunya, sesuatu harus diubah.
Aku pikir aku ini itu, nyatanya, dasar sifat yang terjadi bukanlah itu. Seberapa tidak pahamnya aku dahulu tentang diri sendiri, hanya bisa berasumsi, bahwa aku bukanlah seperti apa yang mereka bilang.
Perjalanan jati diri itu mengatakan, akulah pria pemalu dan melankolis. Sungguh menarik, karena aku hanya tertawa dan kita lihat apa yang terjadi di perjalanan selanjutnya. Tentunya, sesuatu harus diubah.
Senin, 22 Juni 2015
Seharusnya Aku Malu, Dengan Segala Misuhku
Seharusnya aku malu, benar-benar malu. Memang momen-momen kuliah lalu berubah menjadi momen kerja begitu sulit untuk diterima. Tapi, waktu memang menunjukkannya, walau begitu tetap saja sulit menerimanya menimbulkan efek negatif.
Sejauh memandang, mungkin aku pernah membuat postingan tentang sebuah kerjaan dan sejenisnya. Mungkin belum lama dan sedikit mirip. Tapi, siang tadi sungguh-sungguh menjengkelkan. Bagiku seperti itu.
Di puasa ini, matahari seperti sedang menguji para umat Allah, begitu terik, tak berangin, sekalinya berangin pun, itu seperti tiupan teman yang sesaat. Betapa dahaganya siang itu, dan apalagi harus terjun ke lapangan.
Ya, perpindahan posisi kerja membuatku terus misuh-misuh tadi siang. Bagaimana panasnya menyengat tubuhku, aku tidak berhenti mengutuk panas itu dalam otakku secara tidak langsung. Aku dan temanku misuh-misuh sepanjang siang itu, padahal tugas kamu hanya melihat orang bekerja. Hanya itu saja. Tapi, kami serasa habis membuat kapal laut di atas gurun pasir.
Sorenya, kami masih kerja, dan bahkan untuk pertama kalinya kami kerja hingga magrib menjelang. Meski begitu, aku sedikit mendapatkan ketenangan dan merasakan hidup ini perlu renungan. Agar kita tahu maknanya.
Sore itu, sebelum buka puasa, aku mendapatkan seorang costumer yang tak lain seorang nenek yang memiliki satu anak belum nikah dan satu cucu di rumahnya. Nenek itu sangat baik, begitu pula anaknya, dan cucunya yang masih bocah.
Sore itu, aku mengingat sehari sebelum dimana aku berdiam diri dan nenekku menjadi jengkel. Di situ, aku merasa seperti aku dan nenekku beserta sepupuku. Ya, apalagi yang dibutuhkan nenek seorang diri itu? Kecuali perhatian dari cucuk dan anak-anaknya yang sudah ia besarkan.
Di situ aku merasa malu, ya, sangat malu. Seharusnya aku bisa membahagiakan nenekku yang sudah benar-benar merawatku, menolongku dari ancaman pukulan kakek, dan banyak lagi tak terbayangkan ataupun terjelaskan.
Di situ aku terasadar, aku perlu merenung, agar aku tahu, bahwa hidup ini tak sebatas menikmati, tapi terus berpikir akan kenikmatan itu sendiri. Sudah berapa banyak aku mengurangi kenikmatanku sendiri dengan sikap kekanak-kanakkanku ini? Begitu banyak menurutku.
Selepas buka puasa di sana, aku langsung balik dan merasa sedikit legaan. Pertama, karena dahagaku telah hilang, kedua karena aku seperti dapat hidayah kepada nenekku. Dan sebelum aku tiba sampai rumah, ternyata sebuah renungan kembali terjadi.
Renungan akan apa? Misuh-misuhku tentang pekerjaanku yang hanya melihatin orang di tengah teriknya matahari harus kujilat sebersih mungkin, sungguh harus aku lakukan. Bagaimana tidak, aku hanya melihat dan kepanasan, lalu aku merasa manusia paling menyedihkan?
Sementara itu aku melihat seorang pria berusia sekitar 50-an menurutku, berdagang koran dari rumah ke ruman dengan pakian nyentrik dan kaos kaki bola yang unik, wajahnya yang pekat dengan debu, kakinya yang kokoh karena kalau tidak salah, ia sering berjalan jauh, mungkin lebih dari 10km, aku tidak tahu pasti, yang terpasti pasti aku akan mengutuk hidupku jika aku mengalami pekerjaan seperti dia.
Di zaman yang sudah canggih ini, berapa uang yang ia dapat dari penjualan koran? Aku tak pernah tahu berapa, yang terbayang mungkin tak seberapa dibanding yang lain. Tapi, pantang menyerahnya dan tidak meminta-minta adalah sebuah martabat baginya. Mungkin ia menikmatinya dan kita tidak bisa menyalahkan usahanya, aku pikir orang seperti itulah yang bisa disebut pahlawan.
Entah pahlawan untuk siapa, setidaknya untuk dirinya sendiri. Sekarang aku benar-benar malu telah misuh-misuh tentang siang itu, jika seandainya aku melihat sedikit kebawah, sungguh penderitaan siangku tak sebanding setitik pun dengan mereka.
Selasa, 09 Juni 2015
Ketika Senggang
Hari-hari berlalu, sudah kurang lebih lima hari aku bekerja. Dan tanpa terasa, sudah hampir satu semester aku membaca novel Tere Liye yang Rindu dan akhirnya selesai. Semua berlalu tapi tak begitu saja terjadi, ada proses menarik di dalam semua itu.
Bicara pekerjaan, aku sungguh menikmatinya, berbeda dengan waktu SMK, pekerjaanku terbilang lebih ringan, dan bahkan aku lebih banyak tidak ada kerjaannya atau biasa anak muda bilang gabut. Maka dari itu, akhirnya aku bisa benar-benar menyelesaikan bacaanku yang satu semester aku lalui.
Setiap pagi, aku sengaja masuk setengah jam lebih cepat, walau ngantuk melanda, tapi pendirian teguh terhadap penyelesaian pembacaan novel itu membuatku terus berupaya membaca selama kerjaan belum menghampiri.
Beratus-ratus halaman kubaca, pada awalnya aku pikir aku akan membaca sebuah cerita perjalanan orang-orang di atas kapal untuk pergi haji. Ceritanya begitu sederhana, tidak ada konflik berat yang terlihat, aku kesal sendiri. Apalagi setelah empat ratus halaman berlalu dan aku tidak menemukan sesuatu yang membuatku setuju tentang sandangan Best Seller di novel ini.
Karena rasa penasarannya, aku mau tidak mau harus menyelesaikannya. Maka dari itu segala upaya aku lakukan agar novel ini terlampaui. Perlahan demi perlahan, aku sedikit menikmatinya, ketika beberapa konflik bermunculan dan pertanyaan-pertanyaan besar di keluarkan.
Aku terus membacanya, lembar demi lembar, aku mencoba memaknainya. Dan, sungguh ajaib rasanya, setiap aku membaca jawaban-jawaban dari lima pertanyaan di atas kapal itu, aku seolah tersihir. Aku terdiam, aku merenung, aku mengangguk, dan terus memikirkannya.
Sungguh, semua itu mungkin sering kudengar, sering kupahami, tapi yang menakjubkannya, seolah aku dituntun lebih dalam, dan aku pun meresapinya. Setiap pertanyaan sederhana tentang kehidupan, membiat aku terus mengangguk. Dan membuatku terus membalikan halaman demi halaman.
Aku seolah kesal sendiri, bukan, bukan karena butuh empat ratus halaman lebih untuk menemukan permasalahan yang kuinginkan. Tapi, dari semua cerita sederhana itu, aku seolah menemukan berbagai macam tipe dan makna kehidupan. Aku sungguh menikmatinya.
Terkadang aku kesal dengan Tere Liye, bahkan setiap orang bertanya padaku siapa penulis favoritmu, aku tidak perlu jauh-jauh membicarakan orang diluar sana. Tere Liye terus terlintas di pikiranku, dan terucap dimulutku.
Entah penulis seperti apa dia, begitu produktif, Islam yang kuat, pembawaan yang sederhana dan bermakna, berbagai genre ia tulis, dan tentu saja, berpuluh buku yang terbilang semuanya best seller. Terkadang aku kesal dengannya, bagaimana bisa? Bagaimana bisa?
Mungkin Tere Liye tidak terlalu umum didengar oleh orang-orang layaknya Andrea Hirata yang booming karena novel Laskar Pelanginya, tapi, tulisan-tulisan Tere Liye seperti ada ruang sendiri di hati pembaca. Sederhana dan berkelas.
Jika aku ingin bermimpi, kuharap, aku bisa menjadi rivalnya. Tentu saja, aku akan berusaha. Seberapa besar niatku? Mungkin nanti akan terjawab. Jika besar, mungkin itu terjadi, jika tidak, aku akan menjadi penikmatnya seperti lalu-lalu.
Dan satu orang juga yang sering kuucap walau aku tak pernah membaca novel atau tulisan cetaknya. Tapi sering kusebut di blog ini juga, ya, dia, Hoeda Manis, aku tak tahu siapa dia, info yang minim terhadap dia, membuat seperti sosok misterius dengan kata-kata yang tenang namun penuh makna juga.
Dan ketika senggang, merekalah yang menemani hari-hariku. Membuatku terus terpacu dalam merangkai kata, walau entah orang berkata apa. Entah menganggap apa. Tapi, kuharap aku menjadi rival mereka.
Selasa, 26 Mei 2015
Bosan
Menurutku, aku sedang dilanda kebosanan. Bukan karena tidak ada kegiatan, tapi bingung akan masa depan. Fokus yang ingin kucanangkan terkadang membuat pengorbanan yang tak terelakan. Dan itu sungguh menyedihkan.
Jadi, aku memutuskan untuk bosan. Sekian.
Kamis, 14 Mei 2015
Manusia dan Alam
Saatku kelimpungan, aku tahu, bintang itu terang.
Saatku bahagia, aku tahu, malam itu gelap.
Saatku bersedih, aku tahu, matahari itu benerang.
Saatku terdiam, aku tahu, angin itu sungguh berisik.
Bintang itu terang, aku lantas menatapnya.
Malam itu gelap, aku enggan membuka mata.
Matahari itu benerang, aku tak kuat menatapnya lamat-lamat.
Angin itu sungguh berisik, kupikir itu irama alam yang indah.
Alam sungguh luar biasa.
Dia tahu saat yang tepat untuk merubah suasana.
Terpikir hanya, bagaimana manusia itu merasakannya.
Mereka sungguh dekat dan bersahaja, tak mengeluh selalu menghibur.
Tidak seperti manusia, hanya merusak dan penuh amarah.
Alam liar memang mengerikan.
Tapi manusia dengan segala sifat keliarannya.
Sungguh membinasakan.
Lihat bintang, namun sekarang sudah tak ada.
Semua polusilah yang menutupnya.
Lihat matahari, begitu terik.
Manusialah yang bertanggung jawab atas bumi yang melemah.
Alam sungguh memanjakan.
Manusia sungguh melunjak.
Alam tak pernah mengeluh dan merusak manusia.
Manusialah yang hobinya melakukan semua itu.
Seandainya aku dan alam bersahabat.
Atau sebenarnya kita bersahabat?
Hanya saja, sifat manusia inilah yang menutupinya.
Aku akan cerita pada alam, maafkan manusia-manusia sepertiku ini.
Manusia yang selalu terlihat bodoh.
Manusia yang lemah dan bisa menyalahkan.
Kuharap alam cukup mengerti akan semua ini.
Dan persahabatan yang tak terlihat itu menjadi sebuah tali yang kuat.
Agar satu.
Agar alam dan manusia bersatu.
Saat itu, tak ada lagi keraguan akan kehidupan yang akan datang.
Tak banyak spekulasi aneh berkeliaran.
Karena, alam dan manusia bersahabat.
Saatku bahagia, aku tahu, malam itu gelap.
Saatku bersedih, aku tahu, matahari itu benerang.
Saatku terdiam, aku tahu, angin itu sungguh berisik.
Bintang itu terang, aku lantas menatapnya.
Malam itu gelap, aku enggan membuka mata.
Matahari itu benerang, aku tak kuat menatapnya lamat-lamat.
Angin itu sungguh berisik, kupikir itu irama alam yang indah.
Alam sungguh luar biasa.
Dia tahu saat yang tepat untuk merubah suasana.
Terpikir hanya, bagaimana manusia itu merasakannya.
Mereka sungguh dekat dan bersahaja, tak mengeluh selalu menghibur.
Tidak seperti manusia, hanya merusak dan penuh amarah.
Alam liar memang mengerikan.
Tapi manusia dengan segala sifat keliarannya.
Sungguh membinasakan.
Lihat bintang, namun sekarang sudah tak ada.
Semua polusilah yang menutupnya.
Lihat matahari, begitu terik.
Manusialah yang bertanggung jawab atas bumi yang melemah.
Alam sungguh memanjakan.
Manusia sungguh melunjak.
Alam tak pernah mengeluh dan merusak manusia.
Manusialah yang hobinya melakukan semua itu.
Seandainya aku dan alam bersahabat.
Atau sebenarnya kita bersahabat?
Hanya saja, sifat manusia inilah yang menutupinya.
Aku akan cerita pada alam, maafkan manusia-manusia sepertiku ini.
Manusia yang selalu terlihat bodoh.
Manusia yang lemah dan bisa menyalahkan.
Kuharap alam cukup mengerti akan semua ini.
Dan persahabatan yang tak terlihat itu menjadi sebuah tali yang kuat.
Agar satu.
Agar alam dan manusia bersatu.
Saat itu, tak ada lagi keraguan akan kehidupan yang akan datang.
Tak banyak spekulasi aneh berkeliaran.
Karena, alam dan manusia bersahabat.
Sabtu, 02 Mei 2015
Pria Melankolis
Sudah lama kutak bercerita, namun sekarang yang tersisa hanya cerita sedih semata. Sungguh mengerikan memang, seorang adik kelas di lab ku bilang. Aku pria yang melankolis, aku pria yang mudah terbawa dengan perasaan.
Pada saat itu aku hanya garuk-garuk kepala, tapi aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri. Ya begitulah adanya, jika ditilik sungguh mengerikan. Aku pun tidak ingin akan semua itu. Tapi, seperti sudah melekat. Aku memang pria yang melankolis.
Terkadang berbagai masalah lebih senang kuceritakan daripada kupendam entah kemana. Ya, tentu saja aku suka bercerita. Entah orang mau mendengarkan atau tidak, setidaknya ketika aku bercerita, aku merasa seperti aliran sungai. Aku merasa tenang saat itu.
Kuharap aku kecil kembali, dan tidak perlu memikirkan apapun. Aku ingin tertawa, dasar pria melankolis.
Jumat, 17 April 2015
Kesan Pertama Di Aksara
Pertama kali menjejakan ke Bandung, tak pernah kuterpikir untuk bergelut dibidang jurnalistik. Ya, tak pernah terpikir. Yang aku pikirkan hanya menulis novel, cerpen, dan sebagainya. Setidaknya tidak perlu pertanggung jawaban besar dalam menulis.
Ya, menurutku menulis layaknya jurnalistik berbeda tanggung jawabnya dengan menulis novel dan sebagainya. Menulis artikel berita dampaknya lebih nyata bagiku, berbeda dengan novel yang mungkin tak terlalu signifikan.
Tapi, apa daya. Semua bermula ketika aku mengetahui Masjur, ya dahulunya Masjur, Masyarakat Jurnalistik namun sekarang diubah menjadi Aksara Jurnalistik. Pada awalnya kakak kelas bilang kepadaku, jika kamu suka menulis kamu bisa menyalurkannya disana.
Aku setuju dengan dia, aku mencoba mengikutinya, pada akhirnya aku mencoba mendaftarkan diriku. Tapi, aku tak menyangka, yang dimaksud menulis disini bukanlah karya sastra tapi berita. Tapi, tak apa, aku pun memulai momen pertamaku dikampus, ya, wawancara.
Mungkin aku tak tersadar jika pernah melakukan wawancara sebelumnya, tapi, menurutku, wawancara pertamaku dikampus ini adalah di Aksara, bahkan mungkin itu wawancara pertamaku seumur hidupku.
Aku melakukan wawancara, itu momen paling menyangkan, karena kamu tak perlu berusaha untuk menunjukkan sesuatu, karena kamu disuruh menunjukkan sesuatu yang kamu miliki. Dan disitulah kau berkoar-koar.
Awalnya, sedikit malu, lama-lama jadi asyik. Di tambah kakak kelasnya juga asyik, namanya kak Rani yang sekarang suka membantuku dalam hal menulis. Ya, dia pembaca yang baik. Waktu itu aku terus ditanyakan oleh dia, dan aku pun menajwab sesuai kenyataan.
Pada awalnya aku kira menulis adalah hal yang biasa, tapi ketika ditanyakan tentang berapa lama waktu menulis untuk sebuah novel yang aku terbitkan, dia cukup terkejut, karena hanya memakan waktu dua bulan.
Berbincang dan berbincang hingga akhirnya satu setengah jam lebih mungkin sudah terlampaui dan sepertinya aku mendapatkan rekor wawancara terpanjang selama wawancara masuk di Aksara. Jika ditilik ke wawancara lagi, sebenarnya wawancara kami lebih ke sesi curhat, apa daya, cerita seperti itu memang sering menyita waktu.
Ya, kesan pertamaku adalah di wawancara, dan dari sanalah wawancara-wawancara berikutnya terjadi.
Minggu, 12 April 2015
Hawa Nafsu
Ada berbagai hal yang membuat orang terlihat begitu hebat dan menakjubkan. Mungkin salah satunya adalah bagaimana orang itu melawan hawa nafsunya. Ya, kupikir begitu. Dan kurasa aku bukan bagian dari orang hebat itu. Melawan tantangan pada radang tenggorokan saja aku masih payah, apa lagi hawa nafsu yang lebih besar. Tandaslah aku.
Dan sekarang, aku yang pernah berpikiran masalah urusan sakit itu belakang saja, nikmati saja dulu. Sekarang aku baru merasakan jengkelnya rasa sakit itu. Radangku yang sudah baikkan, kini seolah datang lagi dan terus mengganggu tenggorokanku.
Sehebat apapun obat yang kuminum, jika aku terus seperti aku rasa seperti mencari ujung bumi. Tak pernah ada habis. Selalu balik lagi ketempat semula. Selalu sakit dan sakit itu tenggorokan. Mungkin pelajaran yang berarti, sebagaimana permainan yang pernah kubuat bersama teman-temanku, sebuah permainan melawan hawa nafsu atau godaan setan. Justru aku sendiri tidak kuat melawan godaan-godaan itu. Sekali lagi aku benar-benar terlihat payah.
Aku jadi ingin tertawa, haha. Apalagi saat aku teringat terbenam di kasur rumah sakit. Rasanya sikap sombong dan sok kuatku menjadi bahan guyonan, dan terkadang aku tahu mana yang baik untukku dan mana yang buruk untukku. Tapi, sayang sekali hawa nafsu itu selalu terlihat enak namun sakit dirasa.
Terkadang rembulan itu tak bulan, entah sabit atau setengah. Tapi, nyatanya ia bulat. Dan terkadang suara rintik yang terdengar saat menerpa atap rumah begitu keras, nyatanya ketika ditengok dari balik jendela tak begitu deras.
Dan terbukti sudah, apa yang kulihat, apa yang kudengar tak sehebat atau sejajar dengan kenyataan yang terjadi. Hawa nafsu memang salah satu godaan tersulit, kurasa aku harus istirahat dan banyak belajar lagi. Agar kepayahan ini berkurang setidaknya.
Sabtu, 11 April 2015
Terngiang
Dan terkadang semua yang terlihat tak seperti apa yang diucap, dan terkadang semua yang terlihat tak seperti apa yang didengar.
Aku terus terngiang akan semua itu.
Selasa, 31 Maret 2015
Nama Yang Tertukar
Ada yang menarik selama aku kuliah di sini. Ya, pasti kalian semua tahu namaku, Hilmy. Begitu orang memanggil diriku. Namaku sederhana, dan memiliki hati yang cukup dalam. Dan aku bangga menggunakan nama itu. Tapi, semenjak aku berkenal dengan temanku. Seolah namaku ini mirip dengan namanya.
Yang anehnya, nama kami tidaklah mirip. Mari perkenalkan temanku, Willy. Ya, apakah ada miripnya namaku dan namanya? Hilmy? Willy? Oke, mungkin karena ada i dan ada y nya, sehingga nyaris semua orang yang kenal kami berdua sering terbalik memanggilnya.
Tapi, jika ditilik lebih jauh. Aku dengan Willy mungkin, kata banyak orang terlihat mirip. Ya, walau jelas kerenan dia. Aku akui itu. Selain kami terlihat mirip, postur kami juga sama, cuman di sini, aku lebih tinggi, dia lebih gemuk. Kami sama-sama agak sipit. Dan serunya lagi kami satu UKM dan sama-sama suka basket.
Mungkin dari situlah banyak orang tertukar memanggil aku atau dia. Kita memang banyak hal yang bisa dibilang sama, walau garis besar Willy hanya unggul di Musik. Hahahaha... Ya, kami sama-sama suka Basket, suka futsal, desain, satu jurusan, sama-sama suka game, sama-sama koordinator di UKM, sama-sama... Banyak lagi deh.
Ya, sehingga sering kami ditukar-tukar, walau menjengkelkan, aku terkadang suka tertawa jika aku dipanggil dengan nama Willy, dan Willy dipanggil dengan namaku. Lebih seringnya aku di panggil "Will", sementara Willy dipanggil "My".
Tapi, lama-kelamaan kami menjadi biasa, walau terbit jengkel sesaat. Walau kami sering tertukar, tapi aku adalah Hilmy dan dia adalah Willy. Kami berbeda, dia lebih sering di php-in. Ya, dia pria yang malang sebenarnya.
Biarkan aku cerita sedikit dengan orang yang namanya sering ditukar dengan namaku atau sebaliknya. Willy memang satu jurusan denganku, tapi dia lebih sering skip daripada aku. Dia sebenarnya anak baik-baik, tapi tidurnya tak tertahankan. Jika berjanji dengannya, pastikan dia tidak tidur. Jika tidak, maka kau akan merasakan jengkelnya di tinggal tidur.
Willy asli dari pulau yang jauh, Sulawesi. Dia tidak terlihat orang Sulawesi, pertama kali melihatnya dia terlihat seperti orang cina, nayatanya dia juga keturunan Jawa. Nama depannya Willy, kupikir dia bukan beragama sama denganku, tapi nyatanya tidak. Dia seagama denganku. Nama lengkapnya sungguh membuatku merasa canggung, ya namanya adalah Willy Suyanto. Kalau tidak salah seperti itu.
Dia sering menjadi pesaingku, walau aku selalu lebih unggul. Kecuali soal musik. Dia pandai bermain gitar, tapi dia selalu di php-in seperti yang kubilang. Dia memang sering disukai banyak wanita, tapi pada akhirnya dialah korbannya. Terkadang menyedihkan mendengarkan curhatannya. Tapi itulah dia.
Kami sering bersama, terutama jika aku pergi ke sekre. Dia sering menjadi teman untuk cerita dan ngobrol-ngobrol tentang berbagai hal. Terkadang dia polos, namun suka kepolosan. Tapi, itu dia Willy. Seorang pemain basket yang nggak jago-jago meski latihan terus, dan seorang yang namanya dengan namaku sering tertukar.
Dan akhir-akhir ini, dia ulang tahun serta lolos seleksi Lab, ya, semoga saja dia tobat dari dunia perskipan kuliah. Aamiin.
Rabu, 25 Maret 2015
Niat Jahat
Terkadang setiap kali aku ingin berbuat jahat, aku selalu berpikir. Bagaimana jika orang yang aku jahati itu adalah aku? Bagaimana jika aku diposisi yang akan dirugikan itu? Bagaimana jika semua itu aku? Aku yang menderita?
Dari situlah, aku terkadang mengurungkan niat jahatku. Karena aku takut, jika itu terjadi pada diriku--kejahatan yang ingin aku lakukan. Pada akhirnya aku tak melakukan itu dan melakukan yang sekiranya kelak akan menguntungkanku juga tanpa merugikan orang lain.
Tapi, percayalah, tak semuanya berpikir seperti itu. Ada juga mencegah perbuatan jahat dengan pemahaman lainnya. Ya, ada banyak alasan untuk mencegah berbuat jahat. Tapi, ada berjuta alasan untuk berbuat jahat pula.
Di zaman yang sudah semakin mengerikan, tak perlu jauh-jauh mencari alasan untuk berbuat jahat. Sungguh banyak alasan untuk berbuat jahat. Di situlah terkadang manusia diuji, di situlah bagaimana Tuhan mengamati kita, apa yang kita percayai, apa yang kita pelajari, apa yang kita pahami, semua diuji disitu. Seberapa takutnya kita akan Tuhan, seberapa dekatnya dengan Tuhan.
Tapi, begitulah hidup. Terkadang manusia gila akan dunia yang fana, dan melupakan habitat yang kekal itu. Dan tanpa berdosa melakukan kejahatan, lantas tak peduli akan apa yang dirasa orang yang ia jahati.
Kurang lebih seperti itulah kejahatan. Dan pada pagi yang membuatku kedinginan ini, aku terkejut. Sangat terkejut. Biar sedikit kuceritakan kisah ini. Ya, aku mempunyai teman di kosanku ini. Namanya Rizal, biasa dipanggil faggot.
Dia orang yang baik, sangat baik, itu menurutku. Tidak baiknya saat ia menjadi seeder atau mendownload film dan mengganggu koneksi di kosan. Itu saja. Tapi, keseluruhan dia mahasiswa kupu-kupu yang baik.
Tapi, pada pagi yang dingin itu. Justru pria baik itulah yang ternyata merasakannya. Sebuah kejahatan yang tak kenal kasihan. Pada pagi hari itu, motornya lenyap begitu saja. Ya, semua terkesiap. Seluruh teman-temanku, termasuk aku yang pertama kali mencari tahu dimana motornya, setelah ada kisah bahwa pagi itu satu motor hilang.
Jadi, setelah tahu motor Rizal hilang, dua motor hilang di pagi itu. Gembok yang menyegel pagal sudah tidak berfungsi, dan begitu rapih tak ada rusak pada gembok itu kecuali fungsinya. Dan dua motor hilang lalu dua motor lagi ternyata sedang ingin mereka ambil tapi kepergok oleh ibu-ibu.
Tepatnya kurang lebih sekitar subuh, mungkin para penjahat itu tahu, sudah sangat tahu keadaannya. Disaat subuh, bapak penjaga mungkin sibuk ke masjid, dan saat itu semua lengah. Dan di saat itu juga aku tahu gunanya bangun subuh.
Sungguh, kegelapan itu mengerikan. Entah itu pagi atau malam, kegelapan itu memang mengerikan. Terselip rasa takut yang terus menyebar, kegelapan itu menggiring para penjahat melakukan aksinya. Walau sepertinya kesempatan itu sulit di dapat.
Dan suasana di kosan semakin wanti-wanti. Sudah tak aman lagi, dan benar-benar tak aman. Bayangkan saja, pintu yang tergembok rapi, dengan mudahnya terbobol. Lalu dua motor hilang. Persetan dengan para penjahat itu.
Sungguh, seandainya mereka berpikir jika mereka ada di posisi temanku, Rizal, mungkin mereka akan enggan melakukannya. Sayangnya kegelapan itu telah hinggap dihatinya, rasa takutnya sudah lenyap. Tuhan pun tak mereka percaya, kupikir begitu.
Minggu, 15 Maret 2015
Pemimpi Disegani dan Pohon Rindang
Kesedihan yang tersimpang akan menjadi benalu
Kebencian yang tertanam akan menjadi benalu
Keraguan yang diucapkan akan menjadi benalu
Kebodohan yang dipikirkan akan menjadi benalu
Banyak hal yang dilakukan
Banyak hal yang harus dipikirkan
Banyak hal yang harus ditanggung jawabkan
Banyak hal yang harus dipertimbangkan
Banyak hal yang akan menjadi benalu
Tidak! Jika kita tak melakukannya
Dari semua benalu, terkutuklah kalian
Yang menyerah sebelum asa datang
Kesedihan, kebenciaan, keraguan, kebodohan tak lain kerisauan hati
Hati yang kotor tak akan memudahkan kita
Melakukan banyak hal tak semudah membalikkan telapak tangan
Terlebih mimpi yang masih menjadi angan
Alam semesta dan segalanya terus menyaksikan
Benalu-benalu itu lebih sering dilakukan
Dibanding berupaya banyak hal
Berupaya menjadi pemimpi yang disegani
Pohon-pohon rindang, tak begitu saja terjadi
Sungguh sejuk dan menenangkan
Tapi sekali lagi, pohon rindang tak begitu saja terjadi
Mereka berproses, melawan segala guncangan badai, hujan dan hingga akhirnya mereka tiba
Pohon rindang tak begitu saja terjadi
Langit-langit dan matahari terus mendoakannya
Berupayalah yang ia lakukan, pohon rindang itu begitu
Dan mereka tiba, menjadi rindang dan lantas menyejukan serta menenangkan
Pemimpi yang disegani tak pernah tahu
Apa yang terjadi selanjutnya
Karena itu kuasa Illahi
Tapi, yang pemimpi segani tahu usaha tak pernah mengkhianatinya
Ketidaktahuan itu yang akan bicara
Dari hasil jerih payah
Sang pemimpi yang disegani tak pernah lelah, karena ia tahu
Ketidaktahuan itu memaksanya terus menjadi yang terbaik
Pelajaran dari sang pemimpi yang disegani
Ia tak pernah peduli dengan benalu
Meski benalu itu hinggap direlung jiwanya
Ia selalu tersenyum dan terus menghembuskan napas terhebatnya
Terus berjuang, hingga pohon rindang pun segan melihatnya
Memberikannya tempat tersejuk dan menangkan hatinya
Pada akhirnya segala benalu itu seolah menjadi angin bagi pohon rindang
Terlampaui, hingga ia rindang
Sang pemimpi yang disegani pun melakukan banyak hal
Dan disana pohon rindang selalu menjadi tempat berpulang
Memberikan ketentaraman
Sebelum pemimpi yang disegani kembali berpetualang
Di dunia yang perkasa
Di dunia yang dipenuhi ketidakpastian
Di dunia yang diselimuti ketidaktahuan
Sang pemimpi yang disegani selalu melakukan banyak hal tak pernah peduli benalu
Karena, pohon rindang selalu menjadi tempat peristirahatannya
Kebencian yang tertanam akan menjadi benalu
Keraguan yang diucapkan akan menjadi benalu
Kebodohan yang dipikirkan akan menjadi benalu
Banyak hal yang dilakukan
Banyak hal yang harus dipikirkan
Banyak hal yang harus ditanggung jawabkan
Banyak hal yang harus dipertimbangkan
Banyak hal yang akan menjadi benalu
Tidak! Jika kita tak melakukannya
Dari semua benalu, terkutuklah kalian
Yang menyerah sebelum asa datang
Kesedihan, kebenciaan, keraguan, kebodohan tak lain kerisauan hati
Hati yang kotor tak akan memudahkan kita
Melakukan banyak hal tak semudah membalikkan telapak tangan
Terlebih mimpi yang masih menjadi angan
Alam semesta dan segalanya terus menyaksikan
Benalu-benalu itu lebih sering dilakukan
Dibanding berupaya banyak hal
Berupaya menjadi pemimpi yang disegani
Pohon-pohon rindang, tak begitu saja terjadi
Sungguh sejuk dan menenangkan
Tapi sekali lagi, pohon rindang tak begitu saja terjadi
Mereka berproses, melawan segala guncangan badai, hujan dan hingga akhirnya mereka tiba
Pohon rindang tak begitu saja terjadi
Langit-langit dan matahari terus mendoakannya
Berupayalah yang ia lakukan, pohon rindang itu begitu
Dan mereka tiba, menjadi rindang dan lantas menyejukan serta menenangkan
Pemimpi yang disegani tak pernah tahu
Apa yang terjadi selanjutnya
Karena itu kuasa Illahi
Tapi, yang pemimpi segani tahu usaha tak pernah mengkhianatinya
Ketidaktahuan itu yang akan bicara
Dari hasil jerih payah
Sang pemimpi yang disegani tak pernah lelah, karena ia tahu
Ketidaktahuan itu memaksanya terus menjadi yang terbaik
Pelajaran dari sang pemimpi yang disegani
Ia tak pernah peduli dengan benalu
Meski benalu itu hinggap direlung jiwanya
Ia selalu tersenyum dan terus menghembuskan napas terhebatnya
Terus berjuang, hingga pohon rindang pun segan melihatnya
Memberikannya tempat tersejuk dan menangkan hatinya
Pada akhirnya segala benalu itu seolah menjadi angin bagi pohon rindang
Terlampaui, hingga ia rindang
Sang pemimpi yang disegani pun melakukan banyak hal
Dan disana pohon rindang selalu menjadi tempat berpulang
Memberikan ketentaraman
Sebelum pemimpi yang disegani kembali berpetualang
Di dunia yang perkasa
Di dunia yang dipenuhi ketidakpastian
Di dunia yang diselimuti ketidaktahuan
Sang pemimpi yang disegani selalu melakukan banyak hal tak pernah peduli benalu
Karena, pohon rindang selalu menjadi tempat peristirahatannya
Selasa, 10 Maret 2015
Genap Setahun
Sudah setahun semenjak kepergian kakek. Rasanya masih tak terbayang. Waktu berputar begitu cepat, dan aku terkadang merasa sedih. Mungkin sedih yang dirasa adalah kepergian kakekku, tapi lebih sedih lagi aku tak bisa menjadi apa yang kakek ingin waktu beliau masih ada.
Sudah setahun, waktu itu kakekku menaruh harapan kepada cucu pertamanya ini. Ya, sebagaimana orang tua biasanya. Selalu ingin anaknya menjadi yang terbaik. Selalu ingin yang terbaik untuk anaknya.
Kakekku selalu ingin aku menjadi bocah yang membanggakan, seperti kebiasan kakekku. Dia sangat suka membanggakan anak-anaknya. Terlebih kepada orang lain. Walau itu terdengar sedikit jelek, tapi begitulah kakekku. Dia orang tempo dulu yang pandai sekali berbicara.
Dia ingin aku menjadi pelajar hebat seperti orang-orang yang belajar kepadanya. Dia ingin aku menjadi seorang yang berprestasi, seperti berita-berita tentang mahasiswa hebat lainnya. Tapi, beginilah aku sekarang. Genap setahun, aku hanya menjadi saksi sejarah. Bukan si pembuat sejarah itu.
Di situlah terkadang kenapa aku menjadi seorang yang begitu berambisi. Aku ingin sekali membuat bangga kakekku, layaknya orang-orang hebat dikampus ini. Menjuarai kompetisi atau melakukan hal hebat dan unik lainnya.
Itu tak mudah, tapi kakekku selalu percaya kepadaku. Darimana kutahu? Mudah saja, sebagaimana beliau selalu mendukungku. Entah secara emosional, material, atau apapun yang selama ini aku dapatkan.
Tapi, bukan berarti aku masih menjadi saksi sejarah dan menyerah begitu saja. Hidup ini mungkin masih panjang. Karena aku tak tahu hingga kapan, kupikir terus berusaha dan mencanangkan impian masih menjadi hal yang harus dilakukan.
Segala upaya yang baik aku lakukan, tapi aku terus berpegang teguh terhadap usaha yang kuat akan menghasilkan sesuatu yang hebat. Jadi, kegagalan yang selama ini terjadi, aku pikir adalah usaha yang biasa aja.
Tapi, setidaknya aku sempat membuat kakekku merasa dia sukses mendidik anaknya atau cucunya ini. Ya, ketika adikku menerbitkan banyak buku karena diasuh bapak dan ibuku. Lantas aku tak tinggal diam, aku melakukannya juga. Dan aku melihat betapa senangnya kakekku ketika bukuku terbit.
Kakekku yang begitu menyeramkan dari segi paras wajah adalah pria yang begitu kurindu saat mengingat senyumannya yang jarang terlihat kecuali saat meledeki saat sepulang tour dua tahun sekali dahulu.
Dan sejatinya kuberharap kakekku masih ada lantas melihat kesuksesanku. Tapi, apa daya, aku hanya bisa berharap nenekku yang bisa tersenyum dan menemaniku saat wisuda nanti. Oh ya, masuk ke kampus ini saja menurutku sudah membuat kakekku merasa begitu bangga.
Kakekku sejatinya orang tempo dulu yang polos, polos akan teknologi. Setidaknya ketika aku bisa mengajarkan dia sebuah teknologi terbaru, dia sudah bangga memiliki cucu sepertiku. Sederhana bukan? Semoga di alam yang berbeda, dia masih bisa melihat segala jerih payahku dan hasil yang kelak aku yakin membanggakan dia, tentu saja jika dia masih ada.
Sabtu, 07 Maret 2015
Malam dan Berpikir
Setelah membaca tentang otak kanan dan otak kiri sekilas. Di sana menceritakan otak kiri contohnya menulis atau penulis. Sementara otak kanan contohnya melukis atau pelukis. Sementara lagi, aku suka keduanya. Apa otakku seimbang? Tapi, banyak orang bilang aku tak punya otak. Tentu saja ketika mereka sedang kesal akut denganku.
Terima Kasih Dariku
Saat ini aku harus berterima kasih untuk orang yang telah menemukan kwetiau goreng. Sungguh luar biasa disaat tak ada pilihan makanan.
Minggu, 01 Maret 2015
Negeri Sakit
Akhir-akhir ini Negeri ini menjadi lucu. Begitu lucu, sampai aku tak habis pikir. Begitu mudahnya tren bermunculan di negara ini. Entah apa yang terjadi di sini, entah kenapa semua bisa jadi begini? Tapi, aku bilang sekali lagi. Ini begitu lucu.
Tak pernah kuhabis pikir, ya, fenomena dan bomingnya batu akik. Entah kenapa aku tergelak tak henti-henti, apalagi ketika melihat beritanya, dan bahkan di Bandung terdapat festival batu akik. Terkejut pertama kulihat pinggir jalanan yang biasanya kosong namun sekarang dikunjungi ramai-ramai pengunjung. Aku penasaran saat itu, dan kulihat di sana pedagang batu akik dengan gagahnya menawarkan berbagai macam jenis batu akik.
Dahulu, rasa-rasanya jarang sekali para pemakai batu akik. Ada memang, tapi tak seheboh sekarang. Bahkan remaja-remaja sekarang pun tak mau ketinggalan untuk mengenakan batu akik. Aku tak pernah bilang itu salah, tapi, entah kenapa bagiku itu sedikit lucu.
Berikutnya. Aku mungkin tak tahu banyak tentang satu ini, karena aku jarang menonton berita. Mungkin baca berita iya, tapi itu juga berita bola. Ya, akhir-akhir ini perang antara polisi dengan kpk kembali berlanjut. Apakah ini menjadi tren lagi?
Banyak dukungan dari dua kubu, dan banyak juga yang mulai bingung. Siapa yang kita dukung? Sesama pembela kebenaran ini justru saling beradu, lantas siapa yang harus dipercaya? Siapa yang benar? Siapa yang hanya berpura-pura benar?
Aku tak tahu benar-benar, aku hanya melihat dari mata orang yang buta akan hal tersebut. Setelah tren polis versus kpk. Sekarang entah kenapa menjadi hal yang lazim akan berita tentang begal. Ya, sekarang diseluruh berita ribut akan hal tersebut.
Begal memang mengerikan, aku ingat waktu pulang larut lewat desa di sekitaran Bekasi, orang-orang menyuruhku untuk mencari jalan yang lebih ramai, karena takut dibegal. Aku kira itu hanya guyonan, tapi misalkan iya, setidaknya tak semarak sekarang ini.
Ya, sekarang seolah-olah begal menjadi sebuah hal lazim dan keren. Di daerah-daerah banyak sekali terjadi begal. Tak pandang lawan, sang pembegal bisa menghajar dengan segala cara. Lebih menyedihkannya, ia hingga membunuh dan membakar.
Tak pernah kuhabis pikir, semudah itukah membunuh orang? Apa tak ada rasa takut dalam hatinya? Begal sungguh mengerikan. Apalagi jika itu dijadikan tren banyak orang. Hingga akhirnya menjadi hal yang lazim dan tak pernah diusut lagi, karena sudah lazim.
Begal benar-benar meresahkan warga. Terkadang banyak orang pergi sendirian dan itu membuat yang ditinggalnya menjadi ketar-ketir. Apa sebenarnya masalah semua ini? Aku tak tahu, kekacauan seolah terjadi begitu saja. Dan baru-baru kudengar, ada adek tukang begal yang membalas dendam karena kakaknya--tukang begal--diamuk masa.
Entah itu benar atau tidak, katanya adek tukang begal itu akan menghajar siapa saja yang pergi sendirian. Oh tidak, kasihani para jomblo wahai adek tukang begal. Sungguh ironi jika ditilik, sementara para penegak hukum sendiri masih asik saling tuduh dan tangkap.
Dan menariknya lagi, berita tentang gubernur Jakarta. Tentang apa? Kalian bisa mencarinya sendiri. Sudah cukup negara ini terluka, dan sekarang tak hanya prilaku para koruptor yang meresahkan warga, kalangan biasa pun mulai muak dengan semuanya dan menjadikannya lebih mengerikan.
Negeri ini sakit tampaknya. Saat heboh dengan batu, asyik membegal, dan menonton drama para penegak hukum. Negeri ini begitu sakit. Obat apa yang tepat untuknya? Aku tak tahu, seandainya ada dokter yang merawat satu Negara, mungkin ia akan memvonis negara yang sakit ini menjadi sekarat.
Tentu itu hanya gurauan, kuharap semua menjadi lebih baik. Kebenaran selalu ada, permasalahannya ada yang memperjuangkannya atau tidak? Seberapa kuat dia bertahan di jalan itu? Waktu yang akan membawanya pada kebenaran itu.
Phobia Senin
Waktu yang menyebalkan adalah minggu malam, rasanya tak tenang seolah ingin mengulang waktu. Sungguh minggu malam begitu menjengkelkan. Terus terbayang senin yang akan datang. Jika orang berkata, senin adalah MONster DAY(baca: Monday).
Tapi, mungkin itu bagi para pekerja rutin dan anak sekolah yang merasa senin begitu berat selepas minggu santai mereka. Ya, tapi aku pun begitu ternyata. Besok dengan jadwal kuliah yang padat dan tugas yang menumpuk tak terkira akan segera tiba.
Minggu malam ini pun aku tak bisa santai, selepas beberapa pertandingan dota, sebuah tugas rutin mingguan selalu menemani. Tak ada yang salah, cuman entah kenapa semangat juang ini mulai terkuras. Kurasa ingin tiba di kamis malam, jumat yang tenang karena senin masih dua hari lagi.
Sabtu yang santai, karena senin satu hari lagi. Masih ingin kembali ke waktu-waktu itu. Namun, apa daya, sekarang hari minggu. Tepatnya menjelang minggu malam. Dan esok adalah senin. Selamat tinggal leha-leha, dan kujemput rasa lelah yang terus menghinggap.
Jika orang berkata, ini harus penuh dengan semangat. Tak sembarang semangat, semangat serta syukur yang melekat. Oh tidak, besok adalah senin. Aku merasakan syndrome dengan hari senin. Atau minggu? Mereka sama, sama-sama menjengkelkan.
Rabu, 25 Februari 2015
Penantian Panjang Tak Pernah Mengecewakan
Ini merupakan sebuah hal gembira untukku. Ya, tentu saja. Setelah penantian. Setelah ledekan dan penyesalan yang menyelimuti tubuhku. Ini adalah sesuatu yang menggembirakan. Tak pernah terpikirkan, hal yang pernah kupanjatkan sebagai doa akhirnya terkabul. Padahal aku sudah saja nyaris menarik langkah-langkahku.
Semua seperti sebuah drama, semua sungguh skenario yang mengerikan dan pada akhirnya menjelaskan kebahagiaan yang terbentuk dari penantian panjang. Dari sebuah kesabaran. Dari keikhlasan. Dari terusnya impian.
Ini memang hal sepele, mungkin kalian akan menutup bacaan ini saat ini juga. Ya, tentu saja karena aku terlalu bertele-tele. Tapi, ini memang sungguh membahagiakan. Di saat aku mulai muak dengan semua ini, di situlah jalan hadir. Begitu terang, dan menenangkan.
Biar aku ceritakan apa yang telah terjadi.
Kalian pasti masih ingat betul tentang postinganku yang caru marut penuh misuh-misuh dan jengkel sebel menjadi satu. Ya, waktu dimana laptopku pertama kali rusak. Di sana aku sungguh menyesal, bete, dan segalanya bercampur.
Tapi, saat itu aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak ada uang untuk membenarkannya. Aku tak mungkin menjualnya, karena kupikir itu pemberian terakhir dari kakekku--walau pemberian sesungguhnya masih bentuk uang.
Dan jika kujual laptopku, mungkin orang tuaku marah-marah. Di sana aku rasanya sudah putus asa, apa rasanya di zaman modern ini dan menekuni kuliah dibindang Informatika tapi tak punya laptop? Seperti harimau tak punya taringnya.
Aku sungguh benci rasanya waktu-waktu itu. Tak ada sedikit pun kebahagiaan, terlebih semakin hari semakin mengerikan. Laptopku semakin tak karuan. Berbagai teman ada yang prihatin, ada juga yang iseng meledekiku.
Aku tak mengambil hati, terkadang aku berpikir mungkin aku terlalu terambisi dan rakus. Aku benar-benar seperti orang bodoh saat membeli laptop itu. Ambisi dan hawa nafsuku seolah menyelimuti tubuhku hingga aku tak bisa bernapas sedikit pun.
Setelah bertahan dengan seadanya laptop yang masih berfungsi, aku terus berpikir bagaimana cara memperbaikinya. Bahkan gaji menjadi asisten praktikum saja taklah cukup. Jauh, masih sangat jauh. Aku cerita berbagai kalangan, termasuk ke blog. Dan kupikir tak ada jalan keluar untuk membenahinya.
Tapi, entah kenapa aku bertahan bahwa suatu hari bakal ada program untuk perbaikannya. Karena, asal kalian tahu, masalah pada laptopku bukan hanya pada laptopku. Tapi, seluruh seri laptopku nyaris mengalami hal yang sama.
Memang idiot, aku sungguh tak pernah tahu atau terpikir kapan program itu tiba? Aku hanya berpikir untuk menyimpan laptop yang semakin hari semakin tak terpakai karena warna gambar yang semakin memprihatinkan.
Beruntungnya, ada jalan kecil yang diberikan oleh Allah. Begitu banyak teman yang baik kepadaku. Sangat banyak. Dan yang satu ini, sungguh tak pernah terpikir olehku. Tiba-tiba ia menawarkan komputernya untuk dipinjamkan setelah melihat keadaanku.
Ya, aku sangat bersyukur memiliki teman kayak dia, walau terkadang menjengkelkan, ya aku akui, itu wajar. Dengan adanya kesempatan itu, aku tak ambil pusing. Jika dia mengizinkannya, aku bersedia saja. Tentu, itu keuntungan bagiku.
Hingga akhirnya satu semester terlalui dengan komputer temanku. Dan kerusakan laptopku nyarislah setahun. Aku ingat betul ketika aku berbincang dengan kakekku sebelum meninggal. Ia berjanji membelikanku laptop. Dan di situ aku belum memilikinya.
Mungkin setelah setahun kakekku meninggal, di sanalah semua ini terjadi. Tepat setahun. Tapi, belum genap setahun. Sebuah kabar gembira membasuh telinga dan mataku. Aku benar-benar terkejut. Aku pikir ini semua karena aku bersadaqah kemarin, sudah lama sekali aku tak bersadaqah. Sekalinya melakukan, seolah-olah Allah angkat bicara.
Kau tak akan pernah kehilangan dengan memberi, justru kau mendapatkannya. Kupikir itu yang ditunjukan. Setelah sadaqah dan mendapatkan kabar gembira itu. Aku sudah tak paham lagi, aku senang tak terbayang. Satu yang kupikirkan, kesabaran dan memberi mungkin cara yang paradoks dengan apa yang dibutuhkan, tapi kenyataannya, kita masih bisa berharap kepada Allah. Bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa semua sudah diatur oleh-Nya.
Setelah kabar itu tiba, sekarang aku masih menunggu kapan benar-benar aku bisa membenahi laptopku. Walau belum terjadi, aku masih bahagia. Skenario yang tak satupun orang bisa buat. Allah Maha Kuasa. Alhamdulillah.
Minggu, 22 Februari 2015
Aku Bercanda
Sepertinya aku terlalu banyak bercanda, sehingga semua lupa, terkadang aku bisa serius dan membuat bungkam semua rendahan remeh temeh mereka. Tapi, aku tak terlalu suka akan hal itu, aku pikir aku akan terus bercanda dan tersenyum, seperti bagaimana ibu melakukannya. Ia selalu tersenyum. Dan aku bahagia melihatnya.
Walau dunia seolah menginjak-injak harga diri ini, sabar selalu membuktikannya. Perkara nilai, uang dilecek sekali pun tetaplah uang. Nilainya tak berubah, walau wujudnya sudah lecek. Sekarang sebagaimana mungkin mengingat akan harga diri kita, nilai diri kita sendiri.
Mungkin itu yang kudapat setelah membaca beberapa postingan di Facebook yang menarik.
Kamis, 12 Februari 2015
Twenty One Pilots
Twenty One Pilots, jika kalian menanyakan lagu apa yang sekarang sering kudengar, mungkin ku tak akan menjawab Sugar milik Maroon 5 atau Blank Space milik Taylor Swift. Yup, Twenty One Pilots sebenarnya sudah menarik perhatianku cukup lama, terumata lagu asiknya Holding On To You.
Hal kusukai dari Band Ohio, United State, ini adalah khas lagu mereka. Meski hanya dipersonilkan dua orang, band ini sungguh enerjik dan membuatku menikmati alunan yang disisipkan dilagunya. Terlebih, karena model band ini sedikit rap.
Ya, aku suka heran dengan vokalis yang bisa nge-rap, itu liriknya panjang sekali, dan pada band ini, ia juga sembari memainkan piano. Sungguh diluar kemampuanku. Salah satu yang menarik band ini juga, adalah vokalisnya.
Seperti yang kubilang sebelumnya, ia pandai bernyanyi, nge-rap, dan bermain piano. Dan jika aku lihat-lihat, dia seorang pujangga. Banyak sekali lirik lagu yang ia buat, meski terlihat simpel atau hal sepele, tapi mengandung makna arti yang tersimpan atau tersirat.
Bayangkan saja, judul lagunya hanya bertuliskan, Migraine, Car Radio, dan beberapa lagi. Tapi, ketika ia menyanyikan liriknya. Liriknya sungguh panjang dan kata-katanya tak semerta-merta menceritakan segalanya, tapi menyelipkan dari setiap katanya.
Itu sih menurutku, terlebih aku yang tidak mengerti tentang musik. Mungkin kalian berpikir, band ini biasa saja. Tapi, tidak untukku. Band ini berhasil mencuri telinga dan perhatianku selama beberapa hari ini.
Terutama setelah mendengar beberapa lagu di album sebelumnya. Oke, kalau boleh jujur, di lagu Forest aku suka beberapa alunan musik. Berasa ada suatu hal berbeda. Dan dari judulnya saja, itu hal yang sederhana, tapi liriknya sungguh menarik.
Terima kasih Twenty One Pilots, aku sungguh berterima kasih, aku bisa mendengarkan lagu-lagu hebat milik mereka. Dan sangat mengagumi Tyler Joseph sang vokalis yang pandai membuat bait-bati pujangganya, dan bernyanyi nge-rap yang buatku terheran-heran.
Mohon maaf jika penilaianku salah, pengetahuanku tentang musik memanglah cetek. Tapi, karena Twenty One Pilots, entah kenapa aku berani mengatakan beberapa hal di sini. Dan sekarang, biarkanlah aku terlena pada musiknya sembari menyongsong pagi.
Senin, 09 Februari 2015
Minggu, 08 Februari 2015
Qoute Hari Ini
"Lebih baik aku dimarahi atas kesalahan, daripada disanjung di tengah kebohongan." - Aku, pria tengah mempelajari Pemograman Java.
Jumat, 06 Februari 2015
Laruku
Laruku--Band--membuat memoriku terlempar jauh ke belakang dan begitu rasanya, merinding haru dan ingin kembali rasanya.
Sebuah Ironi Di bulan Februari
Bulan ke dua dari dua belas bulan yang ada dalam setahun, bisa saja kita sebut Februari. Bulan yang pendek, hanya terdapat sekitaran 28 hari, dan memiliki khas yaitu kabisat. Tapi, diluar fakta itu. Bulan Februari ini begitu nyentrik dengan Valentine Day.
Valentine Day pada sekarang merupakan hari kasih sayang entah ke kekasih atau apapun. Intinya, disanalah hari kasih sayang. Apa yang salah dengan Valentine Day? Menariknya adalah, sebuah paket yang tersedia di era kini.
Cokelat, ya, Valentine Day memang sangat ideal dengan cokelat. Memberi cokelat ke kekasih memang sebuah hal yang menarik. Namun, ada yang menyedihkan di sini rupanya. Para remaja mulai dirusak dengan hal yang tak seharusnya ia dapatkan sekarang.
Entah dalam rangka modus apa, tapi sungguh mengerikan jika dilihat diberapa akun facebook yang menyebarkan paket Valentine yang berisikan sepasang cokelat dengan bonus alat kontrasepsi. Mau jadi apa generasi ini? Perusak moral yang berkedok Valentine Day secara blak-blakan.
Zaman sudah semakin mengerikan. Ironi dilihatnya. Bukan begitu mengungkapkan rasa kasih sayang, tidak, tidak dengan hal seperti itu. Masih banyak yang perlu anak remaja lalui, tidak melulu tentang cinta yang membuat sedih dan patah hati.
Masa remaja sebenarnya masa paling menyenangkan, tak terlalu banyak beban, bisa main sepuasnya. Kupikir lebih baik pemain dota yang lupa waktu, dari pada sepasang kekasih yang lupa waktu, dan mungkin mengerikannya bisa jadi lupa diri lalu bunuh diri.
Zaman ini sudah tak lagi memerlukan sembunyi-sembunyi untuk merusak moral, dengan adanya paket Valentine itu, sudah jelas, banyak sekali hal yang salah dalam pemikiran orang-orang di sini. Semoga masih banyak orang baik yang terus memerangi kejahatan. Aamiin.
I'm Moslem, and No Valentine Days.
Tak Ada Orang Hebat Tanpa Pengalaman Yang Hebat
Tak ada orang hebat tanpa pengalaman yang hebat, tak ada pengalaman yang hebat tanpa rintangan yang menyulitkan. Aku pikir seperti itu. Apalagi setelah aku melarikan diri dari sebuah mata kuliah yang sedikit mengerikan, ya, dendanya yang mengerikan.
Tapi, sejauh aku mendengar kisah-kisah orang sukses, mereka pasti bilang, "Saya tak langsung seperti ini, dahulu saya mengalami banyak rintangan.... bla-bla-bla." Ya, pastinya mereka bilang ada waktu mereka benar-benar jatuh dan bangkit menjadi sukses.
Permasalahnnya untuk menjadi orang sukses adalah bagaimana orang itu bisa bangkit setelah terjatuh, orang bilang, disitulah jiwa orang sukses. Mereka bisa selalu bangkit di tengah keterpurukan. Dan disitulah kisah menarik dari banyak orang-orang sukses.
Mungkin parameter ke suksesan orang beda-beda, dan aku tak benar-benar paham yang dapat dibilang sukses. Dan terkadang banyak orang merasa sukses jika ia memiliki banyak uang dan kekuasaan. Ya, entahlah.
Balik lagi ke pengalaman hebat, baru saja aku dengan tidak sengaja mendapati pengalaman hebat. Ya, menarik memang, tapi tentu saja sempat menjadi beban pikiran. Well, semua berjalan semestinya dan aku akhirnya bisa kembali kegiatan semula.
Menjadi pemimpin itu berat, ya, kupikir aku lebih memilih menjadi anak buah saja. Tapi, ada suatu hal yang membuatku senang memimpin sesuatu. Ya, keputusan. Aku sedikit merasa senang bisa memutuskan sesuatu hal, ya, berarti pandanganku itu sangatlah bernilai. hihi.
Sebenarnya itu tak penting, tapi bagaimana mengakrabkan dan mengajak rekan-rekan untuk melakukan pekerjaannya adalah pengalaman terpenting dan aku merasa sedikit muak saat itu. Sungguh, aku merasa semua ini harus berakhir saat mengajak rekan-rekan.
Sulit, memang, tapi entah kenapa selalu ada orang-orang setia yang benar-benar memberikan seratus persen bantuannya untuk hal yang aku pimpin. Dari situlah, aku mengerti, sebuah tanggung jawab, prioritas, dan kebaikan bercampur jadi satu.
Terkadang ketika aku menjadi anggota, aku bisa santai sesukanya, main dota sepuasnya tanpa memikirkan kegiatan lain. Tapi, ketika sebuah tanggung jawab besar dilimpahkan, kupikir hari-hariku terasa berat namun berharga.
Kupikir disitu intinya, aku merasa lebih bertanggung jawab. Dan harus lebih baik dan menjadi inisiator.Aku sedikit tertawa menulis ini, walau keadaan mengantuk. Tapi, acara itu sudah selesai. Dan biarkan aku memejamkan mata ini, dan melihat pengalaman indah di alam mimpi.
Selasa, 03 Februari 2015
Hingga Kini
Sudah berapa tahun kuposting blog ini, hingga sekarang aku hanya saksi dari banyak sejarah hebat. Dan belum jadi pemeran utama dalam momen hebat itu. Belum.
Rabu, 28 Januari 2015
Terkadang Keinginan...
Terkadang apa yang kita inginkan sekali, justru didapatkan oleh orang lain. Sehingga aku menanam dalam hati, lebih baik aku berpura-pura tidak ingin akan hal itu dan tiba-tiba hal itu justru kudapatkan.
Tapi tetap saja, aku tak pernah tahu takdir Tuhan.
Selalu Ada Momen Kecil Yang Pantas Disesali
Sebuah penyesalan tak selamanya berasal dari sebuah momen besar yang menentukan. Terlebih dibeberapa kisah yang telah ku jalani. Terkadang aku menyesal melewatkan kesempatan-kesempatan emas dan hanya bisa melihat garis takdir hebat orang lain. Disaat itu, aku merenung. Tak memikirkan garis takdir hebat orang lain, tapi betapa banyak penyesalan dalam hidupku.
Sekali lagi, menurutku, penyesalan tidak selamanya berasal dari sebuah momen besar. Dan aku merasakan itu, disebuah momen kecil dan tak ada orang peduli. Sebuah hal sepele yang mungkin tak ada artinya. Tapi, setelah berwaktu-waktu kulalui, setelah berbagai rangkaian tragedi terjadi. Akhirnya, aku memutuskan telah menyesal. Bagaiman ceritanya? Ah, ini hanya hal sepele kok, mungkin kalian pun juga ogah untuk membacanya lebih lanjut. Tapi, tak apa, aku disini untuk bercerita, entah itu apa, aku pikir aku punya cukup kebebasan berekspresi disini. Bukankah begitu?
Jadi, mari kita mulai ceritanya. Waktu itu aku berhasil keterima di kampusku sekarang ini. Ya, kalian tahu sendiri. Dan setelah berapa lama, pada akhirnya aku sekeluarga bersama nenek dan kakekku ikut berkunjung ke kampusku sekarang ini.
Entah apa yang terjadi pada hari itu, tak hujan, tapi suasana hatiku begitu muram. Aku seolah malu atau apalah. Pokoknya aku sedikit malu jika jalan bersama keluarga. Apalagi kakekku yang sangat ambisius saat itu.
Biar aku gambarkan betapa senangnya beliau--kakekku--saat itu. Jika kau tahu betapa bahagianya seorang anak kecil mendapatkan permen? Ya bisa saja seperti itu. Jika kau tahu jika doamu terkabul? Atau mungkin mimpimu terkabul? Ya, seperti itu juga bisa.
Rasanya seperti menikmati kedamaian dalam hidupnya. Seolah beliau sudah cukup sukses membesarkanku hingga sejauh ini, dan hingga bisa diterima di perguruan tinggi ini. Walau kampus ini tak seeksis dulu, tapi tetap beliau merasa itu kampus yang cukup mentereng baginya dan begitulah ia rasa, ia merasa bangga dan bahagia saat itu.
Sejatinya mungkin diberapa pihak, kampus ini biasa saja, tapi jika aku melihat tingkah kakekku saat itu, yang lari kesana kemari, bergumam dan mengangguk. Lalu dengan bahagia menanyakan resepsionis yang bikin aku terlihat malu, apalagi saat bertanya dengan mahasiswa yang kebetulan ada di situ. Aku merasa ada sudut pandang berbeda dari kakekku saat itu. Sebuah hal yang istimewa dan membanggakan, sangat membanggakan.
Saat itu, aku benar-benar muram, tak ada senyum sedikit pun dibibirku. Aku layaknya paradoks kakekku. Aku tak menikmatinya. Entah ini karena malu atau emang aku tidak ingin kuliah di sini. Aku muram sepanjang hari. Tak mencoba ikut bahagia akan kebahagiaan kakekku saat itu.
Setahun silam, bahkan tidak sampai setahun setelah kunjungan pertamaku ke kampus. Begitu saja semua terjadi, kakekku meninggal. Dan aku kini semakin terpacu harus mewujudkan mimpi kakekku yang telah tertanam, sebuah mimpi yang sederhana. Menjadikan aku sarjana teknik di kampus yang sempat ia banggakan, iya kunjungi, dan tentu saja dengan rasa bahagianya itu.
Aku tak pernah berpikir, seharusnya pada momen itu aku ikut bahagia melihat kakekku yang begitu antusias. Seharusnya aku lebih bersikap dewasa. Tidak menjadi pemalu dan bermuram sepanjang hari karena alasan tidak jelas. Tentu saja seharusnya tidak.
Sudah nyaris setahun silam pula kabar meninggal kakekku terdengar. Dan kini aku masih kuliah di kampus ini, dan kini aku melewati tempat-tempat yang kakekku beri senyumannya. Dan terkadang jika aku berjalan sendirian. Di saat itu aku termenung, membayangkan kakekku yang sedang melihat-lihat dengan antusias dan dijauhnya seorang bocah yang muram tanpa alasan mengikutinya dengan rasa penuh malu.
Aku rasa aku menyesal telah melakukan hal sepele itu. Bagaimana jika saat itu aku antusias? Seantusias kakekku akan segalanya. Entahlah, aku tak pernah menduganya. Sulit menduga suatu hal di dunia fana ini.
Setelah kunjungan pertamaku ke kampus bersama keluarga. Tak lama setelah aku kuliah, kakekku untuk pertama kalinya pergi ke kosanku. Ya ke kosanku seorang diri. Dan mungkin hanya ia satu-satunya orang yang mengunjungiku setelah aku menetap di tempat baru ini.
Setelah kunjungan pertamaku ke kampus bersama keluarga. Tak lama setelah aku kuliah, kakekku untuk pertama kalinya pergi ke kosanku. Ya ke kosanku seorang diri. Dan mungkin hanya ia satu-satunya orang yang mengunjungiku setelah aku menetap di tempat baru ini.
Saat itu hujan, aku ingat betul. Ia jalan kaki di tengah hujan yang mereda. Dan kalian tahu apa yang ia bawa? Ia membawakan kebutuhan kosanku yang kuminta. Tanpa alasan ia membawanya, kecuali satu hal, kasih sayang dan antusiasnya akan kehadiranku di kampus ini.
Menjengkelkannya adalah, waktu itu kami sempat ingin makan bersama. Saat itu aku ingin cerita banyak. Tapi, aku mengalami masalah dengan perut. Dan malam itu berlalu, keesokannya beliau pergi. Dan kini aku tak pernah lagi melihat senyuman dan perangai antusias kakekku. Apalagi melihatnya menjumpai ke kosanku. Terkadang aku merindukan hal yang sedikit membuatku malu. Dan tentu saja, terkadang aku rindu akan momen sepele itu.
Selasa, 27 Januari 2015
Ketidakadilan Yang Mengerikan Adalah
Ketidakadilan yang mengerikan adalah ketidakadilan yang dibuat oleh orang-orang yang sebenarnya baik nan cerdas.
Senin, 26 Januari 2015
Alur Cerita
Beberapa hal terjadi di semester baru ini, tak lainnya kelas yang kuambil tak semuanya menuju kelas pada sebelumnya yang dimana kelas tersebut asal dari kelasku dari semester-semester sebelumnya.
Kali ini Tuhan berkata lain, keterlambatanku registrasi memaksa aku harus mengambil kelas lain. Berjumpa dengan orang yang lain. Mengerjakan tugas bersama orang lain. Dan belajar bersama orang lain.
Aku tak pernah menyesal akan itu, walau pada akhirnya Tuhan memang berkata demikian. Akhirnya aku mendapatkan kelompok tugas besar tak seperti biasanya di kelas-kelas sebelumnya. Apa yang berbeda?
Ya di kelas asalku, semua terlihat begitu mudah. Beruntung memang selalu mendapatkan orang-orang yang jago dalam bidangnya dan mengerjakan tugas itu bersama-sama. Walau paling banyak porsinya satu poros itu--orang yang jago.
Tapi, entah kenapa, lama kelamaan, aku merasa sesuatu yang mengganjal. Setelah beberapa tubes bersama orang-orang yang brilian, aku merasa seperti tidak melakukan apa-apa. Dan yang kurasa, aku tidak mendapatkan apa-apa.
Terkadang aku merasa beruntung satu kelompok dengan orang yang tidak begitu jago, tapi tidak juga malas. Namun memiliki hasrat yang begitu keras untuk belajar. Dan di situ entah kenapa, terbayang nilai pembalajaran yang bakal didapat dari pada mengandalkan satu poros birilian itu.
Ya, seperti yang pernah kubahas, terkadang keterpaksaan membuatmu menjadi bisa. Dan sepertinya Tuhan sedang memaksaku dengan sebuah kelompok yang menarik. Terkadang suatu buruk bisa terlihat menarik, ya kalian pasti mengerti maksudku.
Tapi, memang sulit dalam kondisi kesibukkan seperti ini, tapi dengan tujuan yang ingin didapat. Tampak motivasi cukup baik untuk diri sendiri. Keadaan ini telah memaksaku, tinggal bagaimana nanti aku bertindak. Akankah iming-iming nilai pembelajaran yang ingin di dapat akan terlaksana, atau masih iming-imingan.
Sungguh menarik tampaknya semester ini, dan sekarang aku harus menunggu jadwal kuliah berikutnya di lab. Berdiam diri menatap para teman memadu kasih laptopnya, ada yang bermain dota, menonton, main game online, dan banyak lagi. Dan sepertinya aku sakit perut...
Rabu, 21 Januari 2015
Dampak Menyedihkan Dari Kenaikan BBM
Setelah harga bbm naik, yang paling menyedihkan adalah, sekarang harga beng-beng satu pack pun ikut naik. Aku turut berduka cita akan bencana ini. Walau sekarang diturunkan. Kupikir harga beng-beng sepack tidaklah turun. Apa daya bagi mahasiswa ini, jika harga beng-beng begitu melejit.
Sabtu, 17 Januari 2015
Keinginan Kecil
Salah satu keinginan kecilku sejak kecil adalah melayang di udara, melihat seluruh hal layak dari ketinggian yang tak sewajarnya, melihat ujung-ujung gunung dengan keindahannya, melihat kedalaman lautan yang semestinya menganggumkan.
Mungkin sedikit terwujud dengan menaiki pesawat, itu salah satu keinginan kecilku.
Mungkin sedikit terwujud dengan menaiki pesawat, itu salah satu keinginan kecilku.
Rabu, 14 Januari 2015
Lama-lama Bokek
Belakangan ini bulak-balik Bandung-Jakarta dan sebaliknya memaksa ku menggunakan transportasi umum. Dan pantas saja banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding transportasi umum. Karena apa? Hem, ada beberapa alasan pribadi sih.
Bagi mahasiswa sepertiku yang uangnya tipis bingit dan hanyalah pemberian dari orang tua, saat menggunakan transportasi umum rasanya begitu menyengat dibandingkan menaiki kendaraan pribadi seperti motor.
Ya, mungkin semua ini dampak dari kenaikan bbm tempo hari, padahal bbm sudah turun walau tak seperti harga semula--dari harga sebelum dinaikkan--tapi harga tarif angkutan umum tidaklah turun rupanya. Aku tahu tidak turun ketika seorang ibu-ibu menanyakan biaya tarif yang mahal padahal bensin sudah turun dan sang kondektur hanya menjawab. "Iya Bu, habis dari si boss nya gak turun setorannya."
Saat situasi seperti itu tidak ada yang bisa disalahkan. Karena semua pengin untung, bukan? Tapi, sekali lagi, untuk mahasiswa seperti aku rasanya cukup sakit di dompet. Bayangkan hanya naik angkutan tak begitu jauh hanya beberapa kilometer paling harus mengeluarkan lima ribu.
Entah itu mahal atau tidak, tapi melihat uang jajan yang diberikan rasanya itu bisa bikin tiap hari makan nasi sama uapnya saja. Sekarang apa-apa jadi mahal, sementara uang jajan ya segitu-segitu saja. Entah ini pribadinya yang emang dapetnya sedikit atau memang harga sudah mulai menyelekit?
Sekali lagi entahlah, tapi sungguh tidak terbayang beberapa tahun lalu naik angkutan umum cuman dua ribu dan sekarang limu ribu untuk beberapa kilometer. Pantas saja orang lebih memilih naik motor yang jika dihitung-hitung satu liter seharga tujuh ribu enam ratus bisa mencapai lebih jauh dan sesuka hati daripada angkutan umum.
Ya, semua ada plus minusnya memang, tapi kalau pergi-pergian gini terus. Bokek juga abang, dek...
Langganan:
Postingan (Atom)