Selasa, 24 Juli 2018

Belajar dari Cermin Rumah & Keabsrudan Lainnya

Setiap pulang aku ngaca, setiap berangkat kerja aku pasti ngaca. Centil banget sih? Ya, habis kacanya baik sih, wajah yang jerawatan dan mulai keriput ini selalu terlihat bersih dan muda dibuatnya (kaca). Makanya jadi makin suka ngaca deh.

***

Mungkin begitu kali ya, jika ada orang yang benar-benar baik, pasti betah deh dekat-deket dengan dia. Bahkan rasanya ingin bersamanya terus *eh... Bukan, maksudnya kehadirannya selalu dirindukan dan membahagiakan atau pun menenangkan.

***

Jadi, cermin dirumah itu telah disepakati sekeluarga merupakan cermin yang baik. Orang yang berkaca pasti terlihat tampan, cantik, dan muda kembali. Makanya jadi doyan ngaca. Tapi dari situ aku mikir, coba aku jadi cermin itu, betapa pun inputan jelek yang dia dapat, dia selalu mengeluarkan hal terbaiknya sehingga orang yang memberi inputan jelek itu malu sendiri dan rasanya senang dengan si cermin. Karena si cermin selalu, always, membalas kejelekan itu dengan kebaikannya. Ini agak maksa gak sih? Ya begitu yang terpikir olehku.

***

Tapi, apa mungkin karena aku ngacanya pagi dan malam hari? Aku merasa ada perubahan tekstur kulit dan kebesaran hidung pada waktu pagi dan malam, karena siang hari rasanya kering sekali dan hidung membesar. Ok, fix, Hilmy centil sekali.

***

Dan aku selalu memperhatikan hal tidak penting. Tanpa sadar banyak aku berbicara mengenai hal yang tidak benar-benar penting. Minggu lalu aku kena tegur, tegur biasa, tapi rasanya membuat aku berpikir kalau aku suka bicarain hal gak penting. Saat itu aku bilang ke mas Latif sebelum buru-buru makan malam.

"Mas, tadi saya mau shalat badiah Isya, tapi nggak jadi."
"Kenapa?"
"Saya kentut, Mas."

Lalu mas Latif bilang pembahasan itu tidak penting sekali. Oke, baiklah, memang aku suka membahas yang tidak penting. Terkadang pembahasan penting tuh susah aku ceritakan kembali, dan sadar aku bukan pencerita yang baik juga. Ah, ternyata aku butuh cari keahlian lain nih...

***

Ketika mas Salingga serius sekali dengan temenku yang bunuh diri bahwa dia harus bertindak sebagai seorang ayah, dia berpikir keras kemungkinan itu (bunuh diri) terjadi. Saat itu aku cerita, kayaknya nggak semua pria kayak mas Salingga yang bisa menyimpan dan menyelesaikan masalahnya sesndiri. Lalu aku cerita, aku bukan orang yang bisa menyimpan masalahku, bahkan terkadang jika perlu seantero bisa kuceritakan kegelisahanku agar aku tenang... Lalu mas Salingga memaksaku untuk bercerita kepadanya kalau ada kegelisahan... Terima kasih Mas, aku terharu...

dan aku mempertanyakan sifat laki-laki ku... Haha

Belakangan ini mas Salingga lagi sibuk, tapi selalu ngeledekku terus. Sempet-sempetnya mas.

***

Kopi, ah tidak, malam ini aku minum kopi. Lihat? Aku masih terjaga, dan perutku sakit. Karena disediakannya kopi, terpaksa aku minum. Tapi saat itu aku terkantuk juga sih. Ya sudahlah. Syukuri saja, toh salah sendiri tetep diminumkan? hiks...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu