Sabtu, 14 Juli 2018

Kereta dan Aku

Aku heran tapi aku suka.

Saat berdiri di tepi stasiun, menatap kereta lewat, mata kadang sakit, tapi itu nikmat. Melihat sesuatu melaju, lalu aku termenung. Begitu cepat, sangat cepat kereta itu, menatap setiap orang di dalamnya dalam sekejap, lalu aku tersenyum, bahagianya, entah apa yang bahagia, tapi aku ingin berkata saat itu adalah bahagia.

Saat berdiri, menatap palang kereta tertutup perlahan, terkadang tersendat, terkadang terterobos oleh motor tak bertanggung jawab. Kuping, mendengar, suara rintihan kesedihan, dari balik suara pemberitahuan akan kereta yang datang, aku merasa rindu sekaligus sedih. Aku termenung. Suara itu, terngiang di kepalaku hingga beberapa waktu ke depan.

Saat duduk di kereta, menatap celah gerbong, sebuah jendela memancarkan cahaya, aku menatap cepat pergerakan latar-latar di luar sana, mataku kadang sakit, tapi aku suka, termenung selintas, melihat begitu banyak terlewatkan, seperti waktu-waktu lampau yang telah tiada. Begitu cepat, tapi aku bahagia, aku termenung lagi, membayangkan waktu yang telah berlalu.

Saat aku berlari diantara gerbong, aku selalu teringat bagaimana film-film holywood menampilkan adegan mengerikan, kejar-kejaran dengan kereta, atau melewati lautan manusia di tengah stasiun yang gegap gempita. Aku mendengar suara perpindahan, dari jalur 1 menuju jalur 3, aku berlari, ramai-ramai dengan lautan manusia yang sama denganku, satu tujuan. Menyebrangi gerbong kereta yang tertahan di jalur 2. Hingga saling sikut masuk ke gerbong tujuan, terengah, peluh mengucur, lalu aku tertawa, aku termenung, menatap perjalanan itu dari balik pintu kereta. Betapa bahagianya saat itu.

Aku, menatap dari luar kereta, melihat mereka begitu deras melaju, tak sedetik aku melihat masing-masing paras di dalamnya. Aku yang menunggu palang pintu ke angkat, aku yang dihantam kombinasi kebahagiaan, di tepi kereta, menatap begitu deras laju kereta, palang pintu yang tertahan, dan suara pemberitahuan kereta datang terdengar, tapi, terkadang aku tak suka, aku tak termenung, aku menggerutu benci. Betapa lama sekali palang ini naik? Kapan aku bisa melaju? Lantas aku takut, cerita-cerita kematian, kereta yang menghujam tubuh-tubuh sang korban, tanpa belas kasihan, tanpa pikir panjang. Terkadang aku mulai termenung, bagaimana jika itu aku? Aku lantas ketakutan, dan berhenti menggerutu ataupun menggumam.

Aku ingat betul, perjalanan panjang dalam kereta. Satu gerbong di sewa untuk perpisahan. Perjalanan menuju jogja, dan aku lusa ke jogja lagi. Apa yang aku rindu dari sebuah kereta? Pembicaraan hangat dari sore menuju pagi, saling bertatap, terkadang melongo ke jendela, melihat bayangan dalam gerbong dari biasnya cahaya lampu akan jendela-jendela yang ada. Lalu kita mendekatkan wajah kita ke jendela, terpapar jelas hamparan-hamparan pepohonan di luar sana, kereta memiliki jalur yang unik, walau jarang aku pergi jauh menggunakan kereta, aku menikmati pemandangan kereta, yang tak pernah kulihat ketika menggunakan kendaraan lainnya.

Sederhana saja, aku suka, saat aku bisa termenung. Dan kereta memberi aku luang untuk itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu