Tanpa ku sadari, aku telah meletakkan kebahagiaan-ku pada mahluk-Nya, membuatku merasa sedih saat mahluk-Nya itu tidak berada di sekitarku. Saat mahluk-Nya itu menjauh dariku, atau mungkin tidak lagi se-asyik dahulu pertama kali aku meletakkan kebahagiaan-ku padanya.
Rasanya benar-benar hambar sekali, saat mahluk-Nya tidak bisa membersamai ku, bahagia ku benar-benar terampas. Ingin sekali aku mengumpat, memaki-maki keadaan, tapi aku lupa, keadaan tidak bersalah.
Rasanya benar-benar sakit sekali, saat mahluk-Nya ternyata bahagia dengan orang lain selain diriku, bahagia ku kali ini lebih dari kata terampas, bagiku kebahagiaan-ku telah dihak milik oleh orang lain. Ingin sekali aku menghempaskan orang-orang itu, atau memberi peringatan kepada orang-orang itu, tapi aku lupa, mereka semua punya hak akan apa yang mereka perbuat itu.
Karena, mahluk-Nya itu tidak akan pernah menjadi milikku. Karena semua kita adalah milik-Nya, mungkin ada masa kita dititipkan mahluk-Nya, tapi sekali lagi, ada keadaan dan waktu atau berbagai macam hal yang akan menjadi perantara untuk pengembalian titipan mahluk-Nya dari kita lantas kembali kepada-Nya.
Malam itu, rasanya diri-Nya ingin menuntun ku, mengajarkan ku, ini loh maksud dari kata bahagia itu, ini loh seharusnya yang kamu letakkan dalam perkara bahagia.
Malam itu, aku menjumpai sebuah masjid, aku sudah menanti beberapa minggu yang lalu akan kajian ini. Salah satu pembicaranya merupakan ustadz yang aku sukai, saat pertama kali melihatnya membawakan materi aku langsung jatuh cinta dengan caranya menyampaikan.
Malam itu, aku berjumpa lagi, dan aku kembali jatuh cinta dengan caranya menyampaikan materi. Dan akhirnya aku tertampar oleh materinya. Perkara bahagia, perkara standar sebuah bahagia.
Lalu dimana kah bahagia itu? Ah, rupanya bahagia itu sangatlah sederhana, rupanya bahagia itu bisa kita letakan atau kita cari di sebuah tempat yang bernama 'taat'. Kebahagiaan itu berada di dalam ketaatan, tentu saja ketaatan kita kepada-Nya.
Dan bukankah hanya Allah lah yang tidak akan pernah mengecewakanmu?
Aku pun tersenyum, dan berusaha keras menarik kembali kebahagiaan yang telah ku salah letakkan itu. Walau tidak semudah ucapan, tapi kupikir tidak ada salahnya untuk diperjuangkan.
Kebahagiaan yang hakiki.
Kebahagiaan dalam ketaatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu