Kamis, 28 Maret 2019

Perihal Kepastian

Kemarin dapat pertanyaan, apakah aku orang yang panikan?

Aku memutar kembali waktu-waktu yang telah kulalui. Aku pikir aku panikan, tapi setelah kucoba telaah lagi, konteks-konteks yang sering terjadi di diriku lebih ke ... selalu ingin memastikan dan memastikan lagi.

Setiap aku minta tolong ke orang, untuk aku yakin dia akan menolongku, aku bisa bertanya dua hingga lima kali. Mungkin sampai yang ku tanya muak dan jadinya malah tidak jadi menolongku.

Terkadang, aku merasa tidak cukup dengan jawaban yang hanya sekali, aku selalu bertanya, jika berkali-kali jawabannya sama, maka aku bisa lega. Jika tidak dijawab-jawab aku akan stress ... Makanya aku paling tidak suka percakapan yang berhenti di tengah-tengah atau semacamnya.

Dan tentu saja, selalu ada gelisah di setiap kepastian yang belum kunjung datang. Bagaimana tidak? Perihal yang sudah dijawab saja aku masih gelisah sampai benar-benar yakin, apalagi sebuah jawaban yang belum terlihat, otakku pasti bertanya-tanya lebih keras dan jadilah aku selalu gelisah serta tidak sabar.

Pada akhirnya, perihal ini, kuncinya adalah sabar. Lagi-lagi masih sangat harus belajar melapangkan dada ini dan meredakan otak ini atas pikiran-pikiran dan asumsi yang terjadi selama kepastian itu belum kunjung datang. Sekali lagi, kepastian yang sudah datang pun masih membuat kepalaku berasumsi dan terus ingin memastikan bahwa jawabannya tidak berubah.

Sebenarnya hal ini cukup merepotkan, ku hanya berharap Allah membantuku untuk memberikan segala jawaban-jawaban dengan segera (tentu saja yang terbaik dari-Nya) atau membantuku untuk belajar bersabar dan bersabar lagi.

***

Sebelum menulis ini, aku bertanya-tanya. Kenapa seseorang yang kagum dengan seseorang lainnya belum tentu mencintainya? Ah, ternyata kagum dan mencintai adalah dua hal yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu