Dan itu menjadi terakhir kali melihat mbahkung ceria, setelah itu keadaan mbahkung semakin parah, hingga akhirnya di rawat inap hingga sebulan lebih. Ternyata saat makan-makan itu, mbahkung sudah memulai merasakan, ketidak sinkronan dirinya. Ketika diajak berobat pun mbahkung seperti orang linglung. Termenung, menatap entah apa. Terkadang ngomong tidak sesuai konteks. Satu yang membuatku terharu, mbahkung bahkan lebih memingatku daripada mbahbu.
Dan tawa soal gula yang bisa jadi garam di sebuah teh merupakan tawa terakhir mbahkung yang bisa kulihat. Tawanya tak utuh, otak kanan atau kiri aku lupa, sudah tidak berfungsi lagi. Jika mengingatnya, aku jadi ingin tertawa sekaligus melinangkan air mata. Mungkin ini menjelang 5 tahun mbahkung tidak membersamai keluarganya.
Mungkin mbahkung akan sedih jika mendengar anak dan cucunya. Maafkan kami mbahkung, ternyata hidup menjadi pria dewasa itu tidak mudah. Aku akan belajar menjadi pekerja keras kaya mbahkung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu