Sabtu, 15 Desember 2018

Petualangan Aufa

Kemarin, 2 jam lebih aku mendengar Aufa cerita. Cerita dirinya semasa menjadi relawan di Palu. Diawali dengan kebanggaannya karena banyak adik-adik wanita yang minta ngajak foto sama dia, hingga kisah-kisah seram dia di Palu.

Yang sebenarnya tidak kusangka adalah, Aufa cerewet juga toh. Sampai Qonita bilang. "Qonita bosen dengar cerita Aufa sepanjang jalan."

Aku tersenyum saja, dan kembali mendengar kisah Aufa selama di Palu. Satu yang kusadari adalah, Aufa hanya butuh didengarkan.

Aufa di Palu selama 3 minggu lebih. Di sana dia bertugas menjadi relawan untuk bagian recovery, terlebih rohani. Aufa bersama 10 teman pondoknya menjadi relawan di Palu. Ia tinggal di rumah salah seorang ustadz yang pergi ke makassar, rumahnya sudah setengah hancur tapi masih bisa dihuni untuk tidur.

Aufa dan teman-temannya mengajar anak TPA dan harus membuat kepengurusan remaja di masjidnya. Dari situ banyak cerita, dia disukain anak-anak kecil hingga remajanya. Katanya banyak anak kecil yang suka nyubitin pipinya dan pinjem hpnya buat foto-foto gitu.

Selain itu, dia juga cerita waktu khutbah jum'at dia sempat salah bilang. "Maka itu merupakan upaya menjadi Bapak rumah tangga." Aufa lalu mengulanginya. "Maka itu merupakan upaya menjadi Bapak kepala rumah tangga."

Katanya pas salah bilang mata bapak-bapak udah pada melotot gitu, haha. Lalu dia khutbah kelamaan sampai setengah jam sendiri dalam kondisi sakit dan belom hafalin materi, tapi itu luar biasa kok fa. Walau waktunya kelamaan haha.

Cerita di rumah menginapnya. Aufa dan keempat temannya (dibagi dua tim dari 10 orang) tidur di rumah yang kena bencana juga. Katanya sering mati lampu, pas mati lampu sering kayak ada suara-suara gitu sampai pada ketakutan. Lalu kedua kalinya terjadi sama, karena mendengar banyak maling belakangan ini, teman aufa pun membawa celurit seraya berjaga-jaga.

Waktu itu mata lampu lagi, lalu mereka semua bersiaga, saat mendengar suara berisik di depan rumah mereka pun pelan-pelan berjalan ke ruang depan, lalu ketika membuka pintu temannya yang membawa celurit langsung mengancam. "Siapa itu!?"

Ternyata, ada seorang ibu-ibu yang hendak mengambil motor yang dia titipkan di rumah tinggal Aufa dan kawan-kawan. Ibu-ibu itu panik ketakutan melihat celurit lantas meminta ampun... Ibu itu pun menjelaskan kalau dia ingin mengambil motornya.

Sementara itu beberapa orang yang belum keluar dan tidak tahu siapa yang berada di depan lantas murka. "Kalau mau ngambil motor bilang dong! Jangan gitu!" lalu pas melihat ternyata seorang ibu-ibu mereka panik minta maaf. "Eh ibu-ibu, maaf ya bu maaf, kita deg-degan soalnya."

Cerita lainnya, Aufa dan lainnya diajakin ke bukit, sempat ada beberapa video mereka main seluncuran. Seru ya, hidup sederhana menikmati keindahan alam dan tertawa apa adanya. Mereka sering diajak jalan-jalan, ke bukit, ke air terjun, ke masjid agung, dan banyak lagi. Aufa juga menunjukkan air terjun yang dia tempuh selama 30 menit jalan kaki, katanya airnya deras dan segar.

Dibalik jalan-jalan itu, Aufa dan lainnya juga jalan-jalan ke wisata perenungan. Ya, melihat masjid apung yang masih kokoh selepas tsunami. Melihat dataran yang sempat terseret ke laut, dataran yang menjadi lumpur hidup, mendengar kisah-kisah yang sempat heboh diberita, dari yang seorang wanita menjunjung tinggi auratnya, hingga orang yang bertahan hidup berhari-hari. Sungguh kekuasaan Allah Maha Besar.

Aufa pun cerita perpisahan yang menyedihkan, dimana adik-adiknya tidak ingin Aufa dan teman-temannya pulang, begitu pun Aufa yang masih betah di sana, bahkan ditawarkan tinggal disana saja sekalian nyari oleh-oleh buat orang tua disana (istri). Sempet bercandain ke umi kayak gitu, umi langsung memasang wajah seramnya. Haha.

Dan sekarang Aufa sedang meminta izin lagi untuk liburan kali ini pergi ke Palu lagi, katanya dari sekolahnya ada gelombang kedua untuk ke Palu, walau lebih banyak akhwatnya katanya. Tapi melihat antusias dan dari cerita Aufa, pasti dia akan benar-benar berusaha bisa pergi lagi. Dan aku tidak akan menolak mendengar ceritanya lagi, karena jika aku jadi dia, tidak bisa kubendung cerita begitu hebatnya untuk diriku sendiri. Jika pun tidak ada yang ingin mendengarnya, aku akan menulisnya di sini.

***

Akhirnya ketemu tante Mery, adiknya abi yang mirip banget kayak abi. Tante Mery ketawa aja lihat aku dan Aufa berantem saling ngeledekin foto ktp.

Ngobrol sedikit sama pakde Po (lebih ke dengerin ceritanya sih), kakaknya Abi. Anaknya pakde Po sudah punya anak lagi, yang berarti cucunya. Jika itu cucunya, maka aku sudah menjadi om. Nenekku sudah punya cicit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu