Hoeda Manis benar pada tulisannya ini. Hidup yang tidak punya tujuan lalu menjadikan menikah menjadi sebuah tujuan adalah awal permasalahan. Itu yang kurasakan sekarang, kupikir aku tidak punya tujuan lagi, demi melangsungkan kehidupan yang terus berjalan, kupikir menikah bisa menjadi tujuanku. Rupanya aku hanya melarikan diri dari keabstrakan hidupku, tujuanku.
Aku masih tidak mengerti bagaimana orang bisa meluruskan niat, sementara banyak faktor manusia di dalamnya, berkali-kali memantapkan hati kalau ini adalah tujuan karena Allah, tapi perlahan semakin jauh dan semakin jauh, kupikir ini hanya pelarian.
Mungkin orang yang sering mendengar ceritaku berpikir bahwa semua butuh perjuangan, kesabaran, dan ya memang tidak ada yang mudah, tapi perlahan kupaham, kerusakanku adalah cara berpikirku, mewujudkan prasangka-prasangka bodoh dari keabstrakan itu.
Entah apa yang harus kulakukan, entah apa tujuanku, kupikir ku harus membuang jauh perihal nikah sebagai tujuanku, sebagai mimpiku. :)
***
Beberapa hari yang lalu mas Salingga cerita. "Kayaknya gue mau mengurungkan niat punya usaha sendiri bareng istri gitu deh."
Aku heran, perasaan baru beberapa minggu yang lalu dia begitu antusias. "Kenapa?"
Dia memberitahu alasannya. "Gue mau bermimpi fokus ke anak-anak, mau mendidik mereka sampai menjadi orang hebat."
Aku ketawa. "Aku juga dulu berpikir seperti itu, tapi jika aku pikir perulangannya, bahwa setiap orang tua akan memupuskan mimpinya lalu berfokus ke anaknya, dan anaknya sudah besar memupuskan kembali mimpinya lalu fokus ke anaknya, jadi siapa yang punya mimpi selain fokus ke anaknya?"
Walau aku tahu, fokus ke anak adalah investasi hidup dan mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar bagi yang perlu