Kamis, 20 Desember 2018

Mungkin Aku Tidak Tahu

Mungkin aku tidak tahu
Masih membekas lara itu
Kebohongan mengerikan
Membuatku berkeping

Kupikir kebohongan itu begitu menyakitkan
Tapi aku salah
Aku hanya mencari tuduhan
Agar aku tenang, ditidur malam berikutnya

Hujan itu turun
Aku masih teringat kebohongan itu
Bahkan hujan tak mampu menghapusnya
Aku termenung, menghitung hujan, yang kutahu itu mustahil

Malam sudah menjadi membiru
Awan-awan hitam pergi menyongsong daerah lainnya
Aku mendapatkan jawaban
Di tengah perjalanan pulang, saat pendar-pendar cahaya bergantian

Aku pikir kebohongan itu begitu lara
Tapi nyatanya harapanku lah yang melukaiku
Kebohongan itu terasa besar
Karena harapanku begitu besar

Tidak mudah aku menyadarinya
Hari-hari ku memupuk harapan itu
Rupanya hanya membawa nelangsa
Ku berkeping, hanya dengan sedikit kebohongan

Mungkin aku tidak tahu
Apa yang dipikir,
Apa yang dirasa,
Apa yang dimaksud

Tapi rasa sakit itu hanya karena aku
Menaruh tinggi harapan itu, di langit yang tak hingga
Hingga jatuh begitu curam
Dan aku menyalahkan orang lain, dan aku membenci orang lain

Saat itu, aku memilih
Lebih baik aku tidak tahu kebohongan itu
Daripada menerima sedikit bisikan
Membuatku penasaran tak kepalang

Hingga-hingga aku mengetahui kebohongan itu
Dan diriku naik pitam
Yang tentu saja sudah kujelaskan
Harapanku yang melukaiku.



***

Sore ini Ulfa mendadak ngechat dan random sekali. "My, menurut kamu, aku orangnya gimana?" aku bingung harus jawab apa, Ulfa teman kampus dari awal masuk hingga sekarang. Absen hanya beda satu digit denganku, absennya lebih dulu. Kita selalu ambil kelas yang sama dengan beberapa anak lainnya. Jadi aku tahu betul bagaimana Ulfa, dan semua baik-baik saja.

Aku pun menjelaskan ke Ulfa bahwa semua baik-baik saja. Tapi Ulfa tidak puas, aku pun memberinya begitu banyak saran, yang pada akhirnya aku malu. Apa yang kutulis dalam saran itu membuatku sadar, aku pun masih jauh dari saran itu, sungguh jauh, sungguh payah, benar-benar payah.

Sebenarnya tulisan ini tidak berhubungan dengan tulisan di atas. Aku hanya sadar, harus belajar lagi ke pengalaman yang telah terjadi, belajar lagi akan apa yang sebenarnya ada di kepalaku dan kenapa aku tidak melakukannya, dan kenapa aku terus berbuat keburukan itu, padahal aku tahu itu buruk, padahal tobat yang pantas adalah orang yang berbuat buruk karena kurangnya ilmu. Jika tahu tapi terus berbuat buruk, aku harus bertobat lebih dan lebih serius lagi.

"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS 4:17)

Jadi ingat ayat diatas, dibahas tadi siang pas tilawah di kantor. Sekarang aku senang saat serius tilawah lesehan dan setelahnya kita membahas ayat-ayat yang sangat-sangat bagus dan menyadarkan kita.

Ayat diatas bagiku adalah sebuah penjaga, bahwa jika kita memiliki ilmunya, kita harusnya tahu, bahwa kejahatan (dengan kesadaran ilmu) itu tidak pantas untuk dimintai tobat kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar bagi yang perlu